Rehat

1172 Kata
Hari makin terlelap. Langit malam mulai sepi, seperti rehat sejenak dari bisingnya aktivitas. Zahra hanya mendengar sayup-sayup kendaraan bermotor, satu atau dua yang lewat, terdengar sesaat lalu hilang. Malam terasa sangat sunyi. Zahra menoleh ke sebelah kanannya, ada Kerly dan Sarah yang nampaknya sudah terlelap. Seharian mereka memang sangat sibuk mengadakan acara ‘party’ menurut versi Zahra. Dan saat malam ditutup dengan yasinan bersama. Zahra sebenarnya juga sama letih, tapi ia tidak bisa tertidur. Tidak biasanya Zahra seperti ini. Ia tipe orang yang sederhana, jika mengantuk, dia akan langsung tidur. Zahra menghela nafas panjang, perkataan Sarah masih terus terngiang di telinga Zahra. Mungkin itulah penyebabnya. Kenapa itu sangat mengusik Zahra? “Vampire.. “ gumam Zahra tanpa sadar. “Jadi, Lo percaya sama gue, Zhr? “ Zahra terperanjat kaget. Ia pikir hanya dirinya yang belum tidur. Sarah menoleh lalu mengubah posisinya menjadi duduk. “Lo gak bisa tidur karena itu juga kah? “ tanya Sarah dengan suara pelan, nyaris berbisik. Sarah tidak ingin mengganggu tidur Kerly yang nampaknya sangat kelelahan. “Apa yang gue alamin tadi itu, benar-benar diluar naral manusia, Zhr. Gue melayang di udara, belakang gue rasanya kayak ada yang nahan gitu,” tambah Sarah, setelah menunggu respon Zahra yang masih memilih diam. “Kalian belum tidur ? “ suara parau, khas orang baru bangun tidur, mengalihkan perhatian Zahra dan Sarah. Kerly mengerjap mata menatap kedua sahabatnya yang nampak tengah berbicara serius. “Bahas apa sih? Serius banget ya? Sampai jam segini masih aja belum tidur.” “Gak bahas apa-apa kok,” jawab Zahra cepat sebelum Sarah menjawab. “Kita lagi bahas masalah Vampire,” intrupsi Sarah. “Vampire? Bahas kejadian kamu tadi? “ Sarah mengangguk. Kerly menguap pertanda ia masih sangat mengantuk dan tidak tertarik pada topik yang Sarah bicarakan. “Whatever, kalian bahas apa. Sekarang waktunya tidur, kalo mau debat lanjut besok pagi aja,” jawab Kerly, acuh. Kerly kembali merebahkan tubuhnya. “Udah sekarang mending tidur, Zahr, Sar...” Zahra mengangguk. Ia mengikuti Kerly, merebahkan tubuhnya di kasur. “Zahr, apa mungkin kamu bisa selamat karena vampire nolongin kamu,” kata Sarah tiba-tiba. “Secara logika, kamu gak akan bisa selamat dari pembunuhan itu. Dari yang kamu ceritain, kalo kamu sempet jatuh dan pembunuhan itu ada di belakang kamu. Gak mungkin dia gak liat kamu jatuh. Terus apa... kamu selamat.” “Sar, jangan mulai lagi. Ini udah malam. Jangan mulai debat lagi, bisakan ? Gue mau tidur dan suara kalian ganggu, tahu!” “Siapa yang mau debat Ker, gue cuman ingin kalian percaya apa yang gue bicarakan. Tadi itu benaran vampire.” “Yap, vampire yang ada di dalam n****+ kamu,” ketus Kerly. “Zahr, coba kamu pikirin itu semua gak mungkin terjadi kalo kamu gak dibantu siapa-siapa. Iyakan? Sekarang kamu percayakan, Zahr...”Sarah masih terus memaksa agar Zahra memberi respons untuk apa yang dia katakan. “Semua ini gak mungkin tanpa Vampire.” Zahra menatap tajam Sarah. “Gak mungkin, apanya yang gak mungkin? Kamu lupa soal kekuasaan Allah? Allah bisa segalanya, tidak ada yang tidak mungkin jika Allah berkehendak. Bahkan gunung saja tunduk pada Allah. Siapa dia, yang bisa mencelakakan orang tanpa Izin Allah. Bahkan setan sekali pun tidak bisa memberi mudarat tanpa seizin Allah. Jangan lupakan itu, Sar!! Allah cukup katakan kun, maka semuanya terjadi. Kamu bilang soal semua itu hanya bisa dilakukan oleh jin itu. Jin itu bukan apa-apa, dia cuman makhluk yang Allah ciptakan. Jangan melebih-lebihkan segalanya, Sar. Novel yang kamu baca itu fiksi, tidak akan pernah ada pembangkak itu baik, mereka hanya dibuat baik di n****+. Mereka tidak baik pada manusia dan jangan harap bahwa mereka akan baik hanya karena cinta seperti yang dibual-bualkan dalam n****+. Itu semua tidak benar karena kenyataannya... bahkan pada Tuhan sekali pun mereka enggan beriman dan menentang. Dan kamu berharap banyak pada mereka?” Sarah terdiam. Zahra membuang nafas kasar. Ia tidak suka segalanya dikait-kaitkan dengan vampire, apalagi mengenai keselamatannya. Ia selamat karena kekuasaan Allah, bukan yang lain. Jika Allah sudah berkehendak maka tidak ada yang tidak mungkin, bahkan seorang anak yang berbulan-bulan terdampar di lautan tanpa makanan, bisa selamat atas kehendak-Nya. Zahra bangkit dari kasur single yang bu Nilam siapkan, rasanya Zahra ingin mengambil wuduh sebelum tidur. Perdebatan tadi sedikit memacing rasa marah dalam diri Zahra. Ia semakin sulit tidur. “Mau ke mana, Zar ? “tegur Kerly, yang rupanya masih belum tidur. “Hem, ambil wuduh..” “Oh. Mengenai tadi...hem, kamu tahu sendiri bagaimana Sarah. Jangan diambil pusing mengenai perkataannya,” kata Kerly. Seperti biasa Kerly selalu menengahi keduanya. Terlihat setelah perdebatan tadi, Sarah memutuskan untuk tidur. Zahra menimbang langkahnya dengan ragu ia memutar arah langkahnya dari arah dapur menuju pintu yayasan. Di kegelapan malam, Zahra melangkah. Ia berjalan mendekati kamar mandi yang Sarah tadi gunakan. “Kenapa mengganggu saya lagi sih? Kalian yang tidak ingin saya memberi tahu mengenai keberadaan kalian, tapi kenapa kalian terus-terusan mengikuti saya?! Saya peringatan sekali lagi dan terakhir kalinya, kalo saya tidak ingin berurusan dengan kalian lagi. Jangan pernah ganggu saya lagi dan segeralah bertobat sebelum segalanya terlambat. Ini peringatan terakhir!” seru Zahra, di kegelapan malam. “Ada sesuatu yang Zahra sembunyikan...,” gumam Sarah. Ia menutup gorden dan bergegas ke kasurnya sebelum Zahra kembali ke kamar. *** “Jin “Eh, kenapa cokelatnya di taruh di lantai ?” “Jangan diambil. Ini buat om jin.” “Ha? Om jin? “ “Iya, kata ustadz, jin kan ada yang muslim juga. Makanya aku mau berbagi sama jin. Om jin pasti suka.” “Ihh ...dasar anak aneh.. anak aneh.” “Aku gak aneh.” Anak kecil berkerudung itu terisak, teman-temannya makin gencar mengoloknya. “Anak aneh.. anak aneh... “seru mereka bersamaan. “Aku gak aneh, hiks...hiks... hiks...” “Aneh.. aneh... “ Suara mereka mengundang seorang Ustadz muda untuk mendekat ke arah mereka. Suara mereka mendadak berhenti begitu melihat Ustadz berdiri di sana. “Usatdz, masa dia mau ngasih makan jin sih....dia mau kasih cokelat,” adu salah satu anak di rombongan itu. “Apa itu salah Ustadz ? hiks... hiks.... Kata pak Ustadz, jin juga ada yang muslim. Itu artinya mereka baik kan, ustadz?” Ustadz muda itu tersenyum, ia menyajarkan posisinya dengan anak kecil berkerudung putih itu. “Katanya Ustadz, jin juga makan. Jin suka cokelat jugakan, ustadz?” katanya dengan suara sesenggukan. Ustadz muda itu tersenyum mendengar pertanyaannya lugu dari anak-anak di hadapannya. “Bagaimana kalo hari ini ustadz bercerita mengenai jin? Ada yang mau dengar? “ “Aku mau dengar Ustadz...” “Aku juga..” “Aku juga....” “Aku.. “ Sorak anak-anak itu saling sahut-menyahut. “Mau dengar juga? “ tanya Ustadz pada anak kecil berkerudung putih itu. Anak kecil itu, menghapus air mata dari wajahnya. Ia mengangguk kecil. “Ayo kalo gitu sekarang masuk ke musholah. Kita mulai pengajiannya, setelah itu baru ustadz akan ceritakan mengenai jin. “ Mereka langsung berbondong-bondong masuk ke musholah dengan bersemangat. Ustadz muda itu tersenyum menatap punggung anak-anak yang berlari menjauh dengan langkah kecilnya mereka. Dalam hati dia berdoa semoga anak-anak ini kelak akan menjadi penjaga agama Allah dan menegakkan syariat Allah serta berjuang di jalan Allah, menegakkan panji-panji Allah. Kelak, merekalah pemimpin-pemimpin negeri ini. Pemimpin amanah dan bertanggung jawab, pada umat dan bisa mempertanggungjawabkan kepada Allah. Aamiin. Negara yang berada di tangan para pemimpin yang takut pada Allah SWT, jelas mereka akan mempertimbangkan langkah dengan hati-hati, karena mereka tahu ada Allah yang mengawasi mereka. Mereka tahu semua akan dihadirkan dalam pengadilan Allah. . . .
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN