clue lainnya

1666 Kata
"Dia masih tidur? “ “Masih, Mbah. Kayaknya obat tidur semalam masih belum hilang,” jawab Selly. Sarah diam-diam mendengar percakapan itu dari dalam sebuah gubuk bambu. Sarah tidak meminum obat tidur yang mamanya berikan. Sarah hanya berpura-pura meminum obat itu. Sejak semalam Sarah berusaha kabur, melepaskan tali dari tangan dan kakinya. Sarah benar-benar tidak tahu di mana mereka sekarang, tempat ini seolah berada di tengah hutan, sejauh mata memandang hanya terlihat pohon-pohon yang menjulang tinggi. Tidak jauh dari gubuk bambu ada sebuah batu besar yang menjelang tinggi seperti berdiri. Sarah tahu batu apa itu. Itu batu pemujaan untuk mengikat binatang yang akan dijadikan sesembahan. Bulu kuduk Sarah terasa remang, tempat ini sangat menyeramkan. “Sebentar lagi ritual akan dimulai, pastikan Sarah tidak akan kabur lagi sekarang.” Selly mengangguk kecil. “Suruh Kerly pakai kain ini untuk ritual.” Selly menatap Sarah. Ia mengelus pucuk kepala Sarah yang masih tertutup hijab. “Mama sayang Sarah...,” gumam Selly, pakan. Hati Sarah terenyuh, ia tidak bisa membenci mamanya. Apa yang mamanya lakukan ini memang salah, Sarah akui itu. Tapi ia tidak berhak membenci mamanya, mamanya melakukan semua ini karena minimnya ajaran agama yang ia miliki. Tangan Selly bergerak membuka tali pada tangan Sarah. “Mama sangat takut kehilangan kamu, mama melakukan ini agar mama tidak jauh dari kamu.” Sudah Sarah duga. Mamanya terlalu takut kehilangan dirinya. Tangan Selly kembali bergerak hendak melepas sehelai kain yang menutupi kepala Sarah. Sarah refleks langsung menahan tangan mamanya. Sarah menatap Selly dengan tatapan permohonan. “Ma, bukan agama yang membuat kita jauh, kitalah yang egois, Ma. Kita saling menjauhkan diri,”lirih Sarah. “Kamu tidak tidur dari tadi? “ “Ma, ayo kita pulang dari tempat ini.” “Tidak! Kamu harus melakukan ritual itu dulu sebelum pulang.” “Ma! Ini gak benar! “ “Kebenaran apa yang kamu tahu, Sar! Papa kamu meninggalkan saat kau bahkan belum lahir, di mana letak kasih sayang Tuhan untuk kita? Mama banting tulang untuk membesarkan kamu, dan sekarang Tuhan malah berusaha ingin merebut kamu dari mama. Mama tidak akan biarkan itu.” Selly berusaha menarik jilbab Sarah. Sarah memberontak dan mendorong Selly menjauh darinya. Sarah buru-buru membuka tali yang mengikat kakinya. “Ma, maaf, Sarah. Tapi Sarah tidak mau kita melakukan ini,” ucap Zarah sebelum ia lari dari sana. “Sarah! “pekik Selly. Sarah berlari tunggang langgang, ke sembarangan arah, Sarah hanya berharap ia bisa segera keluar dari tempat ini. “Mau lari ke mana? “ Sarah tersentak kaget. Sosok berjubah hitam berdiri di hadapannya. “S-siapa kamu? “ Sarah mundur ke belakang. “Kenapa kamu suka sekali kabur?! Kenapa kamu membuat mamamu kerepotan dengan ulahmu?“ Suara berat itu menyapa indra pendengar Sarah. Sarah merasa ada hawa berbeda di sekitarnya. “Apa susahnya mengikuti ritual itu?” Terdengar suara tawa berat. “S-siapa kamu ?”tanya Sarah lagi. Sarah berusaha mencari celah untuk kabur dari sana. “Kamu mau tahu siapa saya? “Sosok itu berjalan mendekati Sarah. Sarah langsung mundur menjauh. “J-jangan dekati saya! “ “Bukannya kamu mau melihat siapa saya ?” Dia semakin mendekat, mengikis jarak antarnya dan Sarah. Sarah terus mencari ide. Sosok berjubah hitam itu makin mendekat. Sarah sengaja menjatuhkan dirinya di tanah, sosok itu tertawa mengira Sarah jatuh karena kecerobohannya. “Ternyata kamu sama bodohnya dengan yang lain.” Senyum miring terlihat dari balik tudung hitam itu. Sarah bangkit dan langsung melempar pasir tepat di wajah sosok itu. “Kamu pikir, pasir bisa mempengaruhi saya? “ Sarah terperanjat. Pasir-pasir itu malah mengapung di udara. “BODOH! “ murkanya menatap Sarah yang berlari. Sarah berlari secepatnya. Sosok itu mengejar Sarah, ia tidak berlari, tapi gerak langkahnya lebih cepat dari Sarah. “Ya Allah, tolong hamba,” lirih Sarah. ** “Kau tidak akan bisa lari dari saya!” Teriakan itu menggema keseluruhan penjuru, tapi tidak mampu membuat harapan Sarah untuk selamat menjadi hilang. Tidak peduli seberapa kecil kemungkinan ia selamat. Selama Allah ada, maka Sarah tidak akan khawatir. Sarah terus berlari meski tidak tahu ke mana langkahnya pergi, Sarah hanya tahu jika ia berusaha maka Allah akan mengubah nasibnya. Ia terus berlari sebagai bentuk usahanya, tapi bukan usahanya yang menjadi penyebab keselamatannya melainkan karena usahanya membuat Allah meridhoinya, sehingga keselamatan bisa hadir atas kuasa Ilahi. Jangan salah paham atas keselamatan, kesuksesan yang diraih, semua itu di dapat bukan karena usaha kita, melainkan berkat usaha yang mengantarkan ridho Allah atas apa yang kita inginkan. Berusaha itu penting tapi ingat, kita hanya manusia, punya banyak keterbatasan dan keterbatasan itu bisa kita lalui jika Allah meridhoi. Orang-orang yang sombong atas usahanya, mengira ia bisa meraih semuanya di atas kakinya sendiri, sungguhnya dia sudah lupa, bahkan apa yang ada pada dirinya bahkan bukan miliknya melainkan miliki Allah. Kun Fayakun, bahkan dalam hitungan satu detik bahkan kurang dari itu, ia tidak akan bisa lari berdiri di atas kakinya sendiri. “Ada suara mobil? “ Secercah harapan muncul di benak Sarah. Sarah berlari menuju suara itu, ia berharap menemukan jalan raya. “Sarah! “ Suara itu sangat dekat Sarah rasakan, Sarah menoleh dan benar saja sosok itu sangat dekat jaraknya. Sarah mempercepat larinya, adrenalinnya memacu kuat untuk menyelamatkan diri, mulut Sarah tidak henti-hentinya memohon perlindungan. “Allah....” “Allah....” Sarah mengulang terus-menerus, nafasnya putus-putus sudah mulai merasa kesulitan bernafas. Sarah menoleh ke belakang, sosok itu sudah berhenti mengejarnya. Sosok itu diam menatap Sarah yang terus berlari, seolah membiarkan Sarah lari. Tunggu, sosok itu tidak benar-benar menatap Sarah, atau membiarkan Sarah kabur, sosok itu berhenti karena ada sesuatu di depan Sarah. Sarah menoleh, sorot lampu mobil langsung mengisi penuh pupil mata Sarah. “Aaaaaahhhhhhhh! “ ** “Assalamualaikum, Bi.” “Eh, neng Zahra. Ada apa yang Neng?” “Bi, apa Sarah ada? “ “Oh non Sarah gak ada di rumah, lagi pergi sama nyonya.” “Keluar kota ya, Bi? “ “Duh, bibi kurang tahu, Neng. Pas mereka pergi, bibi izin besuk saudara sakit di daerah Tanggerang.” “Oh.” Zahra mencoba menepis perasaan buruk di hatinya. “Kira-kira Sarah kapan pulang, Bi? “ “Bibi juga gak tahu sih, Neng, kapan non sama nyonya pulang. Ada yang mau di sampaikan ke non Sarah? Barangkali kalo nanti malam non Sarah pulang.” “Gak ada sih, Bi. Cuman bingung aja, kenapa ponsel Sarah mati terus dari kemarin, Bi.” “Oh itu, bibi baru ingat. Kemarin bibi gak sengaja nemuin ponsel non Sarah di ruang tengah pas beres-beres.” Zahra mengangguk pelan, sepertinya ia terlalu berpikir macam-macam mengenai Sarah. Mungkin saja karena ini perjalanan mendadak, Sarah sampai tidak sengaja meninggalkan ponselnya di rumah, seharusnya Zahra berpikir itu, bukannya berpikir ada hal buruk yang menimpa Sarah. Tin! Tin! Tin! “Kayaknya itu suara mobil nyonya deh, neng,” kata wanita berusia sekitar setengah abad. “Bibi, bukain gerbang dulu ya, Neng.” “Bi, biar saya aja yang buka gerbangnya.” Zahra menyusul langkah bibi. Bibi berdiri di sebelah gerbang, Zahra yang membuka gerbang. “Lama banget sih, Bi! “bentak Selly begitu membuka kaca mobil. “Maaf, Nyonya.” Bibi tersentak kaget, tidak biasanya Selly membentaknya meskipun statusnya dia hanyalah seorang pembantu. “Sudahlah! “ Selly kembali melajukan mobilnya, masuk ke dalam gerbang. “Bi, tolong siapkan saya minuman hangat.” “Teh atau s**u, Nyonya?” “Banyak tanya ya! “ Sentak Selly. “Jangan banyak tanya bisa gak sih! “ “Baik nyonya.” Bibi undur pergi. Selly hendak melangkah masuk ke dalam, namun terhenti saat dia sadar ada Zahra di sana. Selly menatap Zahra tajam, tidak biasanya. Biasanya Selly selalu menyambut rama Zahra dan Kerly. “Ngapain kamu di sini? “ Zahra tersentak kaget, ia terlalu asik dengan pikiran yang ada di kepalanya. “Assalamualaikum, tante.” Zahra hendak menyalimi tangan Selly. Selly langsung menepisnya. “Mau apa kamu ke sini ?” “Maaf sebelumnya te mau—“ “Maaf, maaf! “ potong Selly. “Sarah tidak ada di rumah.” “Ha? “ “Kamu ke sini, cari Sarah kan!? “ Zahra mengangguk kaku. “Tidak ada.” Kening Zahra berkerut. “Ngapain masih di sini?! “ “Hem, apa besok Sarah sekolah te? Besok ada ulangan harian.” Selly menghela nafas kasar. “Tidak ada! Anak itu entah pergi ke mana.” “Maksud tante? Bukannya Sarah pergi sama tante?“ Selly menatap tajam Zahra. “Apa hak kamu mempertanyakan itu pada saya? “ Zahra tersentak, ia seharusnya tidak selancang itu. “Oh...seharusnya dari awal saya sadar, Sarah jadi seperti ini pasti karena kamu! Kamu yang sudah memengaruhi Sarah kan!” “Maaf tante saya tidak mengerti.” “Semenjak Sarah mulai berjilbab, dia jadi berubah! Kalian berniat menjauhkan Sarah dari saya kan! Iyakan! “ “Pergi kamu dari rumah saya!” Zahra takut dan segera pergi dari sana. “Ke mana Sarah? “ gumam Zahra begitu sudah jauh dari rumah Selly. Pikiran-pikiran buruk yang sebelumnya Zahra tepis datang kembali, menghantui kepala Zahra. “Apa aku harus beritahu Kerly? “gumam Zahra, bimbang. “Zahra..” “Kamu ada di sini Kelvin?“ Kelvin membuka tudung jaket hitam. miliknya . “Hem, saya mau memberikan buku catatan milik Sarah.” “Sepertinya kamu sedang sedih, ada apa? Apa ada hal serius? “ “Saya hanya bingung.” “Karena Sarah menghilang? “ “Ha? Kamu tahu? “ “Hem..” Kelvin tersenyum kecil. “Jangan sedih. Semua akan baik-baik saja. Bukannya ada Allah yang akan melindungi Sarah? “ “Kamu benar. Terima Kasih telah menghibur saya.” “Mau pulang? “ “Iya. Kenapa? “ “Ada yang ingin saya tanyakan.” “Hem, tanyakan saja.” “Tapi di jalan ini terlalu sepi, itu tidak baik bukan, Zahr ? Lebih baik kita berbicara di dekat masjid itu saja.” “Iya kamu benar.” “Saya jalan duluan.” “Iya.” Zahra berjalan di belakang Kelvin. Mereka duduk di teras masjid dengan berjarak. Zahra berjalan di belakang Kelvin. Mereka duduk di bahwa pohon yang kebetulan di sediakan tempat duduk semen, yang memang sengaja dibuat untuk bersantai, ngumpul-ngumpul setelah pulang dari masjid atau sekedar duduk menikmati angin sepoi-sepoi. Kevin dan Zahra duduk dengan jarak sejauh satu meter. “Mau tanya apa? “tanya Zahra to the point. Kelvin nampak merangkai apa yang hendak ia tanyakan, belum sempat berkata, suara azan terdengar dari speaker masjid. Keduanya sama-sama hening, mendengarkan suara azan hingga selesai. “Sudah azan ashar,” kata Kelvin. “Iya.” Zahra mengangguk. “Salat dulu, Zahr.” “Kamu gak jadi tanya? “ “Pertanyaan saya tidak sepenting kewajibanmu melaksanakan salat. Bukannya kamu yang bilang, hal pertama yang duluan di hisab kelak adalah salat ? Jadi apa yang lebih penting dari salat.” Zahra tersenyum kecil. Bagamana bisa ia berniat untuk menundah salat, padahal suara azan sudah terdengar. Allah sudah menyeru untuk datang tapi ia malah berpura-pura tidak tahu. “Kamu benar.” Zahra bangkit. “Terima kasih telah mengingatkan saya.” “Saya pergi salat dulu ya, Assalamualaikum.” Zahra melangkah pergi. Kelvin memperhatikan langkah Zahra yang menjauh. Kelvin kembali memasang tudung di kepalanya. “Satu jalan telah terbuka,” gumam Kelvin sebelum pergi dari sana. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN