bc

Bayi Gula

book_age16+
9
IKUTI
1K
BACA
teacherxstudent
self-improved
comedy
sweet
bxg
female lead
campus
city
like
intro-logo
Uraian

Di dunia ini, dua hal yang disukai banyak orang adalah bayi dan gula. Bayi, innocent, lucu, menggemaskan, dan effortless to be loved, sementara gula, manis, legit, bikin nagih, memberi energi dan bikin mood seneng. Jessi Kirana ngerasa dirinya adalah gadis perpaduan bayi dan gula, disukai banyak orang, banyak kisah cinta mampir dalam hidupnya, sayang tidak semua berjalan sekehendak hatinya. Lalu, berhasilkah si bayi gula menemukan cinta sejatinya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Demonstrasi
Matahari bersinar cukup terik siang itu, tapi nggak menyurutkan niat sejumlah mahasiswa yang melakukan demonstrasi di depan rektorat. Mereka menuntut agar kebijakan absensi tujuh puluh lima persen kehadiran sebagai syarat pengajuan skripsi dan kelulusan dibatalkan. Sebab, menurut mahasiswa, kehadiran di kelas bukanlah hal yang krusial dalam proses pembelajaran mahasiswa, tidak seperti pembelajaran siswa sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Mahasiswa dianggap memiliki pola pikir yang cukup maju, tanpa perlu rutin hadir di dalam kelas, mahasiswa tetap bisa memahami materi suatu mata kuliah, dan seharusnya poin dari pembelajaran mahasiswa adalah kemampuan mahasiswa memahami materi mata kuliah secara progresif, bukan sekedar pembelajaran konservatif. Semua mahasiswa pendemo nampak bersemangat dan militan, kecuali, Jessi dan Shelly. Mereka memilih berteduh, duduk di bawah pohon rindang, tidak jauh dari kelompok mahasiswa yang sedang berdemo dan berorasi. Di depan sana, dengan memegang toa dan dengan suara lantang, pacar Shelly, Tigra yang merupakan ketua BEM Fisip sedang berorasi dengan lantang. Shelly dan Jessi sebenernya bukan jenis mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan, atau aktif ikut aksi mahasiswa, tapi ya karena pacar Shelly ketua BEM, yang aktif dalam kegiatan macem-macem termasuk demo kritik ini itu, Shelly jadi ikutan. Nah, kalau Jessi, ikutan demo kayak gini karena nemenin Shelly sobatnya, dan juga biar nggak dikatain mahasiswa apatis, padahal sebenernya nggak ngerti juga sih apa yang lagi disuarakan di sini, meski menurut Shelly, demo ini tuh menyuarakan nasib mahasiswa yang terancam menjadi mahasiswa veteran, alias lulus lama, kayak Jessi, yang kebanyakan bolos. Makanya, karena sebenarnya Jessi dan Shelly adalah demonstran jadi-jadian, nggak heran kalau mereka emang terlihat kurang niat, cuma ikutan doang tapi nggak totalitas. Ketimbang panas-panas di bawah matahari dan bawa spanduk sambil teriak-teriak, mereka milih duduk di bawah pohon yang rindang, minum teh botol sambil kutekan, bener-bener syahdu bukan. "Duh lama bener sih ini demonya kapan selesai," keluh Shelly yang mulai bosan. Kesepuluh jarinya sudah penuh warna, teh botolnya sudah habis, tapi Tigra, cowok yang menuhin hatinya dengan perasaan jedak jeduk masih juga belum selesai berorasi. "Tanya aja sama cowok lo, tapi kayaknya masih lama sih, soalnya dia masih on fire tuh." Jessi ngomong sambil ngeliat Tigra yang masih teriak-teriak pake toa. Shelly menghembuskan nafas kasar. "Jadi enaknya kita ngapain yak." "Gibah." "Emang ya, lo tuh nggak jauh-jauh dari gibah." "Ya abisnya ngegibah adalah jalan ninjaku," bales Jessi cuek. "Tapi...mau gibahin siapa kita ya...." Shelly nampak mikir. "Gibahin cowok-cowok tampan aja yuk." "Cowok tampan siapa yang lo maksut?" "Ada cowok tampan yang gue suka, inisialnya J, anak teknik, setelah sekian lama, gue akhirnya kenalan sama dia." Shelly memutar tubuhnya ngadep langsung ke Jessi. "Inisial J, anak teknik siapa sih? Kok gue nggak tahu?!" "Ya gimana lo mau tahu, belakangan ini, dunia lo isinya Tigra mulu," cibir Jessi. "Eh wait, bukannya lo belakangan lagi jalan sama anak komunikasi? Si Biwan?" "Jalan doang sih, gue nggak jadian sama dia. But, ya...ini anak teknik bener-bener cute gemes tau!" "Jadi siapa sih?" Shelly penasaran. "Anak teknik, inisial J, gue dong ya?" Sebuah suara muncul bersamaan dengan hadirnya sosok cowok dengan t-shirt hitam, menyandang tas ransel hitam, dan jeans hitam, semua serba hitam, sampe mirip ninja. "Dih!" Jessi melengos. Di depannya, muncul Jlo, Jaka Lelono, nama panjangnya, anak teknik informatika, dan nih anak satu udah dari awal ospek naksir Jessi, tapi dicuekin sama Jessi. "Siapa lagi emang cowok inisial J, anak teknik, cute dan bikin gemes?" tanya Jlo dengan percaya diri. "Heh, teknik banyak, nggak cuma teknik jurusan lo doang, lagian nama J banyak banget, geer amat jadi orang!" kesal Jessi waktu Jlo nyamperin dan dengan pedenya ngaku bahwa cowok yang lagi diomongin Jessi adalah dirinya. "Kalau bukan gue siapa lagi?" "Ya adalah pokoknya." "Tuh kan nggak ngaku, pasti gue," balas Jlo dengan songongnya yang bikin Jessi pengen nyakar-nyakar wajahnya. "Gini aja deh Jess, daripada Jlo ini makin kepedean, mending lo spill aja, anak tekniknya itu siapa, biar jelas gitu," saran Shelly. Jessi mendengkus. "Heh, Jlo, anak tekniknya tuh teknik tambang, jelas bukan lo, yah!" "Hah? Anak tambang? Siapa sih?" Kali ini Shelly malah jadi kepo. "Anak tambang siapa yang ngerebut Queen gue?!" sentak Jlo ga mau kalah. "Halah kwan kwin kwan kwin!" sembur Jessi jutek, males banget dipanggilin queen sama Jlo. "Jadi siapa sih Jes, inisial J, anak tambang, cute gemesin?" "Ntar aja gue spill, males gue ada pihak yang nggak berkepentingan," sindir Jessi pada Jlo, yang ternyata, nggak ngerasa tersindir. "Ih, penasaran gueeeee!" rengek Shelly. "Gue juga penasaran, siapa sih anak tambang yang udah bikin queen gue menjauh kayak gini?" "Udah yuk, Shel, kita cabut aja!" Jessi udah empet banget ama kelakuan Jlo yang muka tembok. Tuh cowok, udah ditolak baik mentah maupun mateng tapi tetep aja nempel mulu kayak permen karet. "Queen, kok gue ditinggalin sih!" protes Jlo yang diabaikan sama Jessi. Jessi beranjak dari tempat duduknya, dan berjalan, sebenernya nggak tahu mau kemana, tapi yang pasti menghindar dari Jlo, si jamet yang selalu mengusik dirinya. "Eh Jess, lo mau kemana? Ini gue gimana dong kalau ntar Tigra nyariin?" tanya Shelly. "Ya lo di sini aja kalau gitu," kesal Jessi. Belum jauh Jessi melangkah, sebuah suara memanggil Jessi, dan membuat Jessi menghentikan langkahnya, karena yakin, itu bukan suara Shelly, apalagi suara Jlo yang nyebelin. Waktu Jessi membalikkan badannya, there, cowok inisial J, anak teknik, cute gemesin, berada. Jeffrey Gala Syailendra dengan senyum yang memamerkan lesung pipi yang membuat Jessi terpesona berdiri nggak jauh dari Jessi dan manggil namanya. "Y...yya?" balas Jessi gugup, nggak nyangka bahwa Jeffrey bakalan tiba-tiba muncul. "Lo mau kemana? Tadi gue liat lo dari jauh, gue ragu itu lo apa bukan? Pas gue mau samperin eh lo malah mau pergi." Jeffrey berjalan mendekat ke arah Jessi yang nampak agak salah tingkah, sementara Jlo ngeliatin dengan muka asem kayak jeruk yang dijual di lampu merah. "Oh...gue mau pulang soalnya capek." "Udah dari tadi ya?" "Ya mayan sih." "Nggak nyangka lo ternyata suka ikut aktifitas demo mahasiswa ya." "Nggak juga sih...ini ikutan karena diajakin, dia." Jessi nunjuk Shelly yang lalu senyum manis saat Jeffrey menoleh. "Halo, gue Jeffrey...." Jeffrey melambai dan tersenyum dengan lesung pipi yang ngebuat Shelly terpesona. "Lo ngapain Jeff di sini? Ikut demo juga?" Jessi buru-buru ngajak ngomong Jeffrey sebelum Shelly caper sama Jeffrey. "Nggak, gue lagi mau kumpulin tugas aja, terus pas gue lewat kok kayak ada yang mengalihkan duniaku gitu...." "Ah, demonya berisik banget ya sampe lo terusik?" "Bukan demonya, yang bikin gue teralihkan perhatiannya...." "Lah terus apaan?" "Senyum lo yang mengalihkan dunia gue." "Sa ae tusuk cimol!" celetuk Jlo kesel pas denger gombalan Jeffrey. "Dia siapa sih Jes?" tanya Jeffrey saat mendengar suara Jlo. "Nggak tahu, anggep aja dia siluman gagak." "Astaga my Queen tega bener ya, gue dibilang siluman gagak!" "Ya item-item gitu kayak gagak." "Gue hitam bukan sembarang hitam, cinta gue pada Jessi terlanjur dalam." Jessi memutar mata, males banget denger ocehan Jlo, sumpah! "Gue mau pulang Shel, lo gimana? Ikutan apa nungguin Tigra?" "Gue ikut aja deh, tar gue chat kasih tahu Tigra aja." "Sip, kalau gitu." "Mau gue anter Jes?" Jessi ngeliatin Shelly, soalnya, dia datang ke kampus sama Shelly, kan nggak enak mentang-mentang ada gebetan jadi pindah motor. Shelly yang tahu kalau Jessi lagi pedekate sama Jeffrey, ngasih kode bahwa  dia nggak apa-apa kalau Jessi cabut sama Jeffrey. "Tolong anterin Jessi ya Jeff," ucap Shelly memperjelas kode bahwa dia nggak keberatan ditinggal. "Lho, lo gimana?katanya mau pulang juga?" tanya Jeffrey, agak nggak enak sama Shelly. "Setelah gue pikir, gue, mau nungguin cowok gue aja, dia suka rempong kalau ditinggal." "Oh, okey kalau gitu, gue sama Jessi duluan." "Hoh, gue gimana?" seru Jlo. "Udah deh J, sini lo sama gue, ikutan demo!" Shelly menarik tas ransel yang disandang Jlo, dan berjalan menjauhi Jessi dan Jeffrey. "Queen! Don't throw me away, please! Queen Jessi, help!" Jlo teriak-teriak protes atas tindakan Shelly yang bar-bar narik ranselnya. Jessi nggak peduli sama Jlo, jelas, karena ada Jeffrey di sisinya, nggak ada Jeffrey aja Jlo nggak diwaro, apalagi ada Jeffrey, Jlo udah pasti jadi butiran debu. "Itu dia suka kamu ya?" tanya Jeffrey prihatin ngelihat Jlo yang setengah modar manggilin Jessi. Jessi mengedikkan bahu. "Nggak tahu deh, suka aneh gitu anaknya." "Lo kayaknya populer ya, banyak yang ngejar." "Nggak juga sih...." "Gue kayaknya banyak saingan nih." "...." Jantung Jessi mendadak berdebar lebih kencang saat mendengar kata-kata Jeffrey. Gimana enggak, barusan Jeffrey secara nggak langsung bilang kalau dia suka sama Jessi kan? Jeffrey dan Jessi sama-sama diem, dan Jeffrey nggak tahu mesti ngomong apa lagi, atau ngasih gombalan apa lagi, suasana jadi canggung. "Eng...gimana kalau kita pergi sekarang?" tanya Jeffrey memecah kecanggungan. "Em...boleh deh." Jessi ngangguk. "Motor gue parkir di departemen gue, lo nggak apa-apa kan jalan agak jauh?" "Santai aja, gue biasa kok jalan kaki, biasa berangkat ke kampus juga jalan kaki."  "Kos lo mayan jauh lho dari kampus," ucap Jeffrey, pasalnya Jeffrey sempat mengantar Jessi balik ke kost usai mereka bertemu di jasa print Yogi, tempat mereka kenalan dua hari yang lalu. "Sekalian olah raga sih, tapi seringnya nebeng Shelly." "Shelly tuh, yang tadi ya?" "Iya." "Kapan-kapan gue jemput kuliah boleh?" Demi apa? Jantung Jessi udah mau lompat dari tempatnya, cuma gara-gara Jeffrey bilang mau jemput kuliah doang, lengkap dengan senyum yang menghasilkan lesung pipi indah yang membuat terpesona. "Boleh banget," jawab Jessi lugas, nggak lupa membalas senyum penuh pesona Jeffrey dengan senyuman manis. "Besok pagi gue jemput ya?" "Eh? Besok?" tanya Jessi kaget, nggak nyangka Jeffrey ngegas banget, besok udah mau jemput, padahal mereka baru kenalan di jasa printer Yogi depan fakultas teknologi mineral, dua hari yang lalu. Kalau lihat Jeffrey dan mengagumi kegantengannya sih udah dari awal ospek universitas, kan Jeffrey jadi bagian komdis gitu pas Jessi maba, tapi berhubung kampus fisip itu beda blok sama kampus teknik, dan lagi ospek universitas cuma dua hari, lanjut ospek fakultas dan jurusan, Jessi jadi nggak bisa kenalan sama Jeffrey, lagian pas ospek, Jeffrey itu, meski cakep, tapi bener-bener ngeselin, udah galak, suka nyuruh ini itu lagi, songong pokoknya. Beberapa kali Jessi ketemu sama Jeffrey, soalnya beberapa laboratorium fakultas teknologi mineral nyempil di gedung fisip, tapi ya gitu doang, cuma saling ngeliatin, tapi nggak ada kemajuan berarti. Pucuk dicinta ulam tiba, waktu itu malem-malem hampir jam sepuluh, Jessi kelabakan nyari tempat ngeprint yang masih buka buat cetak tugas metodologi ilmu politik yang harus dikumpul besok pagi. Dia nggak mau ambil resiko ngeprint besok pagi sebelum berangkat kuliah, karena belum tentu tempat print udah buka pada jam setengah delapan, sebelum dia masuk kelas. Belum lagi, Jessi menderita penyakit dysania, susah bangun pagi, dan susah berpisah sama kasur, bisa kacau semua urusan kalau itu tugas nggak diprint malam. Semua ini terjadi karena print di kamar kosnya tiba-tiba ngadat, dan mendadak nggak bisa buat ngeprint, alhasil Jessi terpaksa pergi ke jasa print Yogi yang ada di depan fakultas teknik, karena menurut anak-anak kampus, tempat print depan teknik buka sampe jam satu pagi, atau bahkan lebih karena anak-anak teknik masih suka cetak tugas pake plotter sampai subuh. Sampai tempat print Yogi, Jessi sempet ragu, isinya cowok semua yang ada di situ, mana Jessi sendirian, meski Jessi kadang kepedeannya malu-maluin, tapi kalau situasi kayak gini mayan jiper juga, tapi inget metodologi ilmu politik yang harus dicetak plus ancaman ngulang bikin Jessi berniat menerobos halangan apapun. Terus terang, Jessi udah  bosen bolak balik ngulang mata kuliah, parahnya lagi, mata kuliah olah raga aja, dia ngulang, karena itu, dia harus berbekal tekad dan semangat biar nggak ngulang kuliah metodologi. Jessi memarkir motor matic di depan tempat print Yogi, dan otomatis sekira selusin cowok yang lagi nunggu cetakan tugas langsung nengok ke arah Jessi, dan Jessi nyesel nggak touch up dulu tadi, biar imagenya sebagai salah satu cewek cantik fisip nggak kelibas. Penampilannya sekarang tuh ya, pake hoodie kebesaran warna hitam, rambutnya dicepol asal, trus celana panjang baju tidur kuning, pokoknya padanan baju yang asal dan nggak stylish, meski itu baju umum yang dipakai sama anak kost kalau pergi ke mini market atau cari makan. Udah kepalang basah, Jessi di depan tempat print dengan semua mata tertuju padanya, ya udah Jessi masuk ke tempat print dengan wajah pura-pura cuek, padahal dalam hati agak gugup, sementara cowok-cowok di situ masih ngeliatin Jessi. Nggak, mereka ngeliatin bukan bermaksud kurang ajar sih, cuma refleks aja, secara, di teknik, perbandingan cewek dan cowok sangat timpang, misalnya dalam satu angkatakan, katakanlah ada dua ratus mahasiswa, yang cewek jumlahnya 20 orang, jadi jelas, keberadaan cewek di antara anak teknik sangat langka, makanya jikalau ada cewek di dekat mereka, apalagi bening, udah pasti dunia mereka teralihkan. Jessi berdiri di depan etalase alat tulis, dan nemuin kertas pesan dari pemilik tempat printer bahwa yang bersangkutan sedang keluar cari makan, jadi mau tidak mau, Jessi harus nunggu. Sungguh sial rasanya, mana nggak bawa hp buat pura-pura sibuk, alhasil Jessi cuma duduk bengong, nggak tau mesti ngapain, ada rasa pengen nggak jadi ngeprint, tapi kalau inget ipk dia yang ngenes dan suka pendalaman materi alias bolak balik ngulang mata kuliah, Jessi terpaksa bertahan. Waktu berjalan amat lambat rasanya, bener-bener Jessi ngerasa nggak nyaman nunggu pemilik printeran ini balik. "Hei, anak fisip ya?" Sebuah suara terdengar menyapa dan Jessi yang lagi ngeliatin jalanan dari jendela buat membuang waktu menoleh, saat itulah, jantungnya terasa mendadak copot, karena yang ada di depannya dan menyapa dia saat ini, tidak lain dan tidak bukan Jeffrey, yang Jessi taksir sejak jaman ospek. Tadi Jessi terlalu gugup karena harus ngadepin selusin cowok nungguin mesin plotter sampai nggak nyadar, di situ, ada Jeffrey Gala Syailendra. 

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.3K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.3K
bc

My Secret Little Wife

read
115.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
202.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook