Cari papa

1091 Kata
Ratu menulusuri rumahnya dengan langkah cepat, sudah berhari-hari semenjak papa nya membuat perjanjian konyol dengan Raja, Ratu tidak pernah datang untuk menjenguk orang tua nya itu. Rasanya ia marah dan merasa di permainkan, ia merasa papanya tidak menghargai kerja kerasnya selama ini. Cih jangankan satu lantai, menyewa satu gedung rumah sakit saja Ratu masih mampu, ia tidak membutuhkan sama sekali bantuan dari Raja. “Tuan sedang tidur nona.” Ucap salah seorang pelayan yang bertugas untuk menjaga papa nya. Ratu mau tidak mau harus menunggu papa nya sampai bangun, ia tidak mau datang secara Cuma-Cuma tanpa berbicara dengan papa nya terlebih dahulu sebelum pulang. Daripada bosan, Ratu berkeliling rumah saja, rumah yang terlalu luas itu membuat Ratu merasa lelah sendiri bahkan sebelum mengitarinya, rumah yang selalu membuat dirinya rindu akan sosok sang ibu karena di setiap sudut rumah itu ada kenangan bersama ibu nya. Salah satu spot kesukaan ibunda Ratu di rumah itu adalah mini lapangan golf yang terletak di belakang rumah dengan view danau buatan yang sengaja papa dan ibu nya buat agar mereka dapat bersantai setiap weekend jika sedang malas datang ke lapangan golf secara langsung. Dahulu Ratu seringkali melihat keduanya bermesraan di sana dari pagi hingga sore, menikmati hasil kerja keras mereka berdua, sampai akhirnya Melinda datang mengacaukan kehidupan bahagia mereka. Ratu berdecih kesil ketika melihat Melinda tengah memakai lapangan golf itu. Setelannya yang nampak cukup terbuka tidak membantu membuatnya terihat lebih muda, kulitnya yang sudah keriput tetap saja akan tetap terlihat keriput walau setengah mati di rawat. Ratu mendekat, tak lupa ia menyambar stik golf di tangan Caddy Golf, Melinda yang terkejut melihat kehadiran Ratu lantas mundur takut Ratu akan berbuat macam-macam kepadanya, mengingat wanita itu tidak punya rasa takut sama sekali. “Bahkan main golf aja kamu masih gak bisa, cih dasar bodoh.” Ucap Ratu sembari memukul bola nya hingga terpental jauh dan tak terlihat. Ratu kemudian memandang remeh ibu tirinya itu, pandangan yang tak pernah berubah dari dulu hingga sekarang. “Kamu ngapain sih kesini lagi? Kamu sengaja kan datang untuk mengganggu saya? Ratu, saya ini tidak mengganggu kamu ya, saya tenang-tenang saja selama beberapa hari ini, kamu ngapain datang? Tempat kamu itu bukan di sini lagi ya.” Ucap Melinda dengan penuh rasa kesal. Ratu tidak menjawab, ia malah mengayungkan stick golf nya ke sembarang arah hanya untuk menakut-nakuti Melinda yang ia anggap menyebalkan. Rasanya menyenangkan untuk Ratu kalau melihat Melinda tersiksa seperti itu, bagi Ratu wajah ketakutan Melinda adalah hiburan yang paling menyenangkan untuk dirinya. “Dih gitu aja takut. Cupu lo.” Ratu melempar stick golf nya ke sembarang arah, ia sudah puas bermain-main dengan Melinda, kemudian ia kembali menyambar tas nya dan beranjak dari sana, ia tidak peduli dengan sumpah serapah yang melinda ucapkan untuknya, toh menurut Ratu sumpah itu tidak akan berlaku kepadanya karena ia bukan anak kandung dari Melinda. Setelah itu, Ratu kembali ke kamar papa nya berharap papa nya sudah bangun karena berhubung hari semakin sore. “Papa sudah bangun?” Tanya Ratu, lagi. Pelayan itu mengangguk “Sudah non. Baru saja bangun.” Tanpa basa-basi Ratu langsung masuk saja, ia menyimpan tas nya di atas meja samping tempat tidur papa nya, ia kemudian memasang wajah kesalnya kepada pria tua itu, sepertinya melihat keadaan lemah papanya tidak sukses membuat rasa kasihan Ratu timbul begitu saja. “Papa udah gak apa-apa.” Ucap Hartawan. Ratu menghela napas kesal “Aku tahu papa gak kenapa-kenapa.” “Terus ngapain kamu kesini kalau kamu gak mau tahu keadaan papa?” Balas Hartawan tak mau kalah. Benar-benar seperti pinang di belah dua, keduanya sama-sama memiliki gengsi yang tinggi. Pertanyaan konyol, tentu saja Ratu khawatir Hartawan kenapa-kenapa, ia hanya tidak bisa mengekspresikan rasa khawatirnya, dan rasa gengsinya juga mengalahkan rasa kemanusiaan wanita itu. “Lah emang kenapa? Orang aku pengen datang aja, emang papa gak suka aku di sini? Yaudah aku pulang aaj, lagian aku juga kesini bukan karena mau jenguk papa, aku Cuma pengen dateng, terus kebetulan main ke lantai sini yaudah sekalian aja masuk.” Balasnya penuh rasa gengsi, Ratu bahkan tidak menyentuh suguhan minuman yang di sajikan oleh pelayan papa nya untuknya, benar-benar perempuan dengan gengsi selangit. “Yasudah kalau begitu kamu pulang saja.” Sambung Hartawan. Tidak, ia tidak benar-benar mengusir putrinya, ia hanya ingin tahu seberapa besar rasa gengsi Ratu. “Yaudah.” Tanpa menunggu waktu lama, Ratu kemudian berdiri, ia mengambil tas nya namun tangannya di cegat oleh Hartawan. “Tapi papa belum makan, ayo temani papa makan sebelum kamu pulang.” Ratu memandang papa nya dengan tatapan remeh “Tuh kan, siapa disini yang butuh siapa, udah ketahuan juga.” Tapi walaupun begitu, Ratu tetap menuruti permintaan papa nya, Hartawan kemudian duduk di atas kursi roda lalu Ratu yang memabantu untuk mendorong kursi itu, dengan santai Ratu menekan tombol lift, keduanya sama-sama canggung saat itu, Ratu dengan gengsi nya begitu juga dengan Hartawan. “Kamu juga ikut makan kan?” ucap Hartawan. Ratu mengangguk “Iya lah, kan udah bilang tadi.” “Raja kenapa gak ikut ke sini?” Tanya Hartawan. “Ngapain? Kan dia kerja, biarin aja sih. Nanti kalau mau dateng juga paling dateng sendiri, udahlah gak apa-apa, dia juga gak ada kepentingan mau kesini.” Jawab Ratu seadanya. Ia kesal karena setiap kali ia muncul di hadapan papa nya, pasti papa nya tidak lupa akan Raja, cih dia pikir ia dan Raja se bahagaia itu? Andai saja papa nya tahu kehidupan rumah tangga mereka berdua papa nya pasti akan kecewa berat. “Papa Cuma bertanya.” Balasnya. Setelah itu keduanya diam hingga mereka berdua sama-sama duduk di ruang makan, dengan telaten Ratu menyiapkan makanan untuk papa nya lalu kemudian baru lah ia menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri. Sebenarnya Hartawan tidak lah lapar, ia hanya ingin lebih lama lagi dengan Ratu tanpa mengutarakan niatnya yang sebenarnya. “Sudah dari tadi kamu di sini?” Ratu mengangguk “Sejam kali ada.” “Kenapa gak bangunin papa?” “Lah kan kesini gak nyariin papa.” Jawabnya dengan masih penuh rasa gengsi yang tak terkalahkan. “Lain kali kalau papa lagi tidur kamu bisa bangunkan papa.” Mendengar hal itu Ratu jadi diam seribu bahasa, ia tidak mau papa nya berpikir kalau ia datang untuk mencari papa nya, Ratu tidak suka apabila ia terlihat perhatian kepada orang lain bahkan papa nya sendiri. “Papa ini, benar-benar kepedean sendiri ya? Orang Ratu gak datang nyariin papa.” “Yasudah kalau begitu, apa saja tujuan kamu kesini, kalau papa tidur silahkan bangunkan papa, kalau papa di luar silahkan telfon papa supaya papa cepat pulang.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN