Pardon?

1240 Kata
Satu hal yang menyakitkan dari hidup Raina adalah, ia tidak pernah merasa benar-benar di cintai oleh seseorang, sebelum bertemu dengan Raja. Jauh sebelum bertemu dengan Raja, ia hanya mengandalkan dirinya sendiri, semuanya ia lakukan sendiri, namun ketika dengan Raja ia merasa istimewa, ia seperti menemukan sosok yang mampu melindunginya dari apapun. Hangatnya Raja, bagaimana Raja bersikap dewasa, Raina sangat tertarik akan sosok pria itu, sebelum tahu bahwa Raja ternyata sudah beristri, Raina sudah benar-benar meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia tidak akan melepaskan Raja apapun yang terjadi, bahkan kasarnya jika ia diminta pindah agama pun ia mau. Namun, cinta mereka bukan terhalang keyakinan, melainkan sebuah status sosial dan status hubungan yang membuat Raina masih bertanya-tanya, apakah ia benar-benar bisa bersatu dengan pria itu? kergauannya semakin menjadi tatkala Kaisar juga enggan memberinya penjelasan mengenai bagaimana dengan status sosial yang di miliki oleh Raina, ya memang benar adanya bahwa di jaman sekarang semua serba sama rata di mata umum, namun, setiap keluarga punya aturannya masing-masing bukan? Apalagi keluarga Raja adalah bukan keluarga sembarangan, mereka begitu terpandang, bukankah aneh jika Raja menceraikan Ratu yang berasal dari golongan yang sama dengannya, lalu menikahi Raina yang… asal usulnya saja tidak jelas dari mana? “Uang rumah kenapa kamu bayar?” Baru saja Raja menginjakan kaki di rumah, ia sudah di hadang oleh istrinya sendiri, Ratu bahkan menunggunya di depan pintu selama berjam-jam hanya karena persoalan uang rumah yang di bayar duluan oleh Raja. Ya begitulah mereka setiap bulan, mereka berdua akan berlomba-lomba membayar kebutuhan rumah, sebenarnya bukan mereka berdua, melainkan Ratu yang selalu marah jika Raja membayar uang rumah, termasuk gaji pembantu beserta sopir dan juga satpam mereka, sementara Raja juga gengsi kalau Ratu yang harus membayar semuanya, padahal ia juga mampu membayar kebutuhan rumah mereka. “Ini udah tanggal 3, aku udah bayar pas tanggal 1.” Balas Raja, cuek. Ia berjalan melewati Ratu sementara wanita itu mengekorinya di belakang. “Kan aku udah bilang, aku bulan ini mau bayar uang rumah. Kan kamu udah bulan lalu, gimana sih?! masa gitu aja kamu lupa?” Ucap Ratu dengan suara tinggi yang terkesan membentak. “Aku suami kamu loh, Queen, aku yang bertanggung jawab atas kamu, atas hidup kamu selagi kamu masih berstatus sebagai istri aku.” Raja yang sejak tadi sudah kelelahan kini hampir kehilangan kesabaran, setiap bulan memang mereka akan menghadapi siklus bertengkar hanya karena siapa yang duluan membayar gaji-gaji pekerja di rumah mereka, namun kali ini Raja sedang berada di mode tidak ingin di ganggu, ia betul-betul ingin beristirahat setelah seharian bekerja, tujuannya pulang ke rumah ini memang karena ia tidak ingin di ganggu, tahu begini Raja pulang ke Raina saja tadi. “Aku gak peduli, aku gak mau di biayai sama siapa-siapa, kita ini hidup berdua loh Jaaa di rumah ini, gak kamu doang yang harus menanggung semuanya. kamu kayak gitu pasti gara-gara kamu mikir aku gak punya uang kan? Aku punya! Aku punya bahkan aku gak kerja juga aku masih punya uang, kamu gak usah mengasihani aku!” Ucap Ratu yang terdengar semakin menggila di telinga Raja. Tidak ada yang merendahkannya, tidak ada yang mengasihaninya, Raja hanya menjalankan tugasnya sebagai seorang suami. “kamu sadar gak? kamu ini terlalu drama.” Ucap Raja, dengan penuh emosi sebelum ia benar-benar meninggalkan Ratu. “AKU GAK BAKAL DRAMA KALAU KAMU GAK NGESELIN DULUAN!” Teriak Ratu di belakang Raja namun pria itu tidak menggubrisnya sama sekali. Ratu kembali ke kamarnya, tempat dimana ada Sarah dan juga Fero di sana, ya anak kecil itu kembali lagi ke rumah Ratu di saat orang tuanya pergi entah kemana, Ratu sempat menggerutu kesal menyumpahi ayah dan ibu Fero karena menitipkan anak mereka sembarangan, ya sebenarnya andai saja salah satu dari mereka, yaitu Ratu dan Sarah suka anak kecil, ya tidak apa-apa, namun keduanya sama saja, mereka sama-sama benci anak kecil. “Ngapain kamu di sini?!” Bentak Ratu kepada Fero begitu ia masuk ke dalam kamarnya. Fero yang saat itu tengah mengerjakan tugasnya di lantai seketika mendongkakan kepalanya takut. “Ratu, maaf ya, aku menginap di sini lagi, Cuma sebentar kata ibu aku. aku janji aku gak bakal nakal, aku gak bakal bikin kamar kamu kotor, aku pipisnya di kamar mandi luar kok, aku juga tidurnya di lantai.” Ucap Fero, matanya menatap Ratu penuh dengan tatapan penuh harap, ia benar-benar takut kalau Ratu harus mengusirnya keluar. Ratu menatap Fero dengan tatapan penuh kebencian “Aku juga gak mau lihat kamu tidur di kamar aku! kamu mending tidur di luar, terserah kek di mana, aku gak mau kamu tidur di sini!” tidak, Fero tidaklah salah, Ratu hanya meluapkan kekesalannya kepada Fero, ia tidak bisa meluapkan kekesalan itu kepada Raja hingga Fero lah yang harus menanggung semuanya. “Aku tidur di luar aja ya Ratu, di depan kamar kamu gak apa-apa ya?” Tanya anak itu dengan mata berkaca-kaca, ia berkali-kali menarik napasnya berusaha menahan dirinya agar tidak menangis sebab terakhir kali ia menangis, harga dirinya terasa di injak-injak oleh Ratu yang menyebutnya pengecut , Jahat memang, padahal Fero hanyalah seorang anak kecil yang tidak tahu apa-apa. setelahnya, Fero membereskan buku-bukunya di atas matras kecil yang juga menjadi tempat tidurnya itu, ia merapihkannya sedikit kemudian membawanya keluar hingga ke depan kamar Ratu. “Ratu aku tidur di luar ya.” Ucapnya dengan penuh rasa sopan. Ratu tidak menjawab, ia masih merasa kesal dengan apa yang Raja lakukan. Satu jam setelahnya, Ratu merasa haus, ia melirik meja di samping kiri dan kanan kasurnya, namun tidak ada apa-apa, Sarah pasti lupa mengambil air minum sebelum tidur. Dengan langkah gontai, Ratu turun dari kasurnya, begitu ia membuka pintu ia mendapati Fero tengah terduduk dengan keadaan mata yang sembab sembari bersandar di tembok. “Ngapain?” Tanya Ratu. “Ratu…” ucapnya dengan suara bergetar. Sama seperti anak kecil pada umumnya Fero tentu saja takut untuk tidur sendirian, apalagi di rumah Ratu yang begitu besar, semakin malam semakin sepi, dan Fero juga semakin takut. “Minum yuk.” Ucap wanita itu tanpa rasa bersalah, ia menggandeng tangan Fero, menuruni satu per satu anak tangga hingga akhirnya mereka tiba di dapur, setelah minum, sebagai tanda rasa bersalahnya membuat anak itu ketakutan, Ratu membawa Fero menuju salah satu kamar tamu di rumah itu. “Ratu aku gak mau tidur di sini, gak apa-apa aku tidur di depan kamar kamu aja, aku gak bisa tidur sendirian.” Ucapnya penuh ketakutan. “Apaan sih, tidur aja kali, aku juga mau overthinking di sini.” Ratu merebahkan duluan badannya, kemudian Fero menyusul di sebelahnya. “Harusnya dia minta maaf gak sih Fer? Raja ngeinjak-injak harga diri aku. dia pikir Cuma dia yang punya uang? Gosh, aku juga punya lagi, ya walaupun banyakan dia, ya tetap aja.” Ucap Ratu dengan emosi yang masih meledak-meledak. “Suami kamu yang ganteng itu?” Tanya Fero, memastikan. Ratu mengangguk. “Dia jahatin kamu? Harusnya dia minta maaf.” Titah Fero, entah kenapa ia merasa emosi mendengar seseorang enggan mengucapkan kata maaf padahal ia salah. “Iya, aneh banget kan? Harusnya dia minta maaf. Dia udah injak-injak harga diri aku, bukannya ngerasa bersalah malah ngerasa benar banget, apa coba? Jaman sekarang cewek cowok kalau udah menyinggung uang gak ada bedanya lagi.” “Iya dia aneh Ratu.” “IYA KAN?! Kamu ajak jelek-jelek gini, pinter juga, besok aku traktir pizza.” Ucap Ratu kepada Fero, anak kecil itu nampak kegirangan, berkali-kali ia menunjukan rasa senangnya yang berlebihan di depan Ratu. “Freak.” Desis Ratu lalu ia memunggungi Fero.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN