marah

1083 Kata
                “Ratu!” Melinda menahan tangan Ratu tepat beberapa detik sebelum pintu lift terbuka, dengan cepat Ratu menepis tangan wanita itu. demi apapun Ratu terlalu jijik untuk bersentuhan dengan tangan ibu tirinya itu. beberapa detik setelahnya, Raja muncul dari balik lift, bersamaan dengan dua asisten pribadinya yang membawa bingkisan untuk ayah mertuanya, tentu Raja kaget melihat Ratu tengah berdiri di depan pintu lift bersama dengan Melinda, dengan wajah Melinda yang memerah, tanpa diberitahu pun Raja sudah tahu apa yang terjadi di antara mereka.                 “Aku bisa masuk jenguk papa?” Tanya Raja. Ratu menggeleng “Tidak usah, papa sedang tidur.” Balas Ratu.                 “Is He, good?” Tanya Raja lagi. ia bukan sedang mencari perhatian Ratu, melainkan ia benar-benar khawatir akan kesehatan mertuanya tersebut. Sudah di bilang bahwa Haratwan bukanlah tipikal pria tua penyakitan, dan maka dari itu Raja cukup khawatir begitu mendengar kabar bahwa Hartawan sampai di bawa ke rumah sakit dan mengosongkan satu lantai khusus untuk dirinya.                 “No, he’s not good, as you can see. Dia gak pernah se parah ini. tapi gara-gara jalang ini! papa sampai jatuh sakit. Andai saja dia tidak nekat untuk merombak aset milik ibu hingga rugi trilyunan, mungkin sekarang papa baik-baik aja.” Ratu menatap ibu tirinya lekat-lekat dengan tatapan penuh kebencian. Perempuan yang disebut jalang oleh Ratu itu diam saja, ia sudah tidak bisa berkutik jika Ratu menyinggung kesalahannya tersebut.                 Raja secara reflek mengelus pundak Ratu, berusaha meneangkan wanita itu. lagipula Raja tahu jelas bagaimana Ratu jika marah, maka dari itu ia tidak terlalu terkejut jika melihat seisi ruangan bungkam hanya karena kehadiran Ratu. Memang benar adanya, lebih baik tidak usah berurusan dengan Ratu sama sekali atau hanya mendapat sakit hatinya saja, wanita itu terlalu sulit untuk di baca, bahkan Hartawan sendiri pun terkadang tidak mau berurusan dengan putrinya sendiri. Raja tahu sberapa bencinya Ratu terhadap keluarganya sendiri, semenjak Hartawan membawa istri simpanannya muncul kehadapan mereka beberapa bulan setelah ibu Ratu meninggal, semenjak saat itu, hati yang hangat berubah menjadi hati yang dingin penuh kebencian, tidak seorang pun yang bisa membuat Ratu kembali seperti dulu lagi.                 “Ayo pergi.” Raja dan Ratu meninggalkan tempat itu, dengan emosi yang campur aduk. Ratu yang selama ini selalu terlihat kuat, kini nampak begitu lemah, ia hanya bertahan dari ekspresi datar dan tatapan yang dingin, padahal Raja bisa memastikan bahwa sekarang ini Ratu tengah rapuh-rapuhnya.                 “What’s wrong?” Tanya Raja di sela-sela keheningan mereka.                 “Kalau penasaran, kita bisa bicara di rumah. Don’t disturb me, I need my time.” Ratu berjalan mendahului Raja begitu pintu lift terbuka. Raja mengangguk, ia sudah tak lagi peduli dengan tatapan-tatapan tajam dari orang-orang yang seakan melucuti mereka berdua. Ratu pergi dengan mobilnya sendiri, di saat seperti ini ia tentu saja membutuhkan Rio, tidak ada tempat lain yang akan ia kunjungi selain tempat Rio, apapun itu ketika ia sedang lelah, Rio adalah obat nya.                 “Saya tidak usah di tunggu pak.” Ucap Ratu begitu ia sampai di depan lobby apartement milik Rio. Sopirnya mengangguk, kemudian pergi dari tempat itu setelah menurunkan Ratu di sana. Ratu berjalan santai menuju tempat Rio, berharap pria itu ada di sana, ia benar-benar sudah lelah dan hanya membutuhkan pelukan Rio saat ini agar energy nya bisa terisi kembali. Namun sayang ketika ia sampai di sana, apartemennya sedang kosong, Rio tidak ada. Ratu bahkan semakin pusing begitu melihat bagaimana berantakannya tempat tinggal kekasihnya itu saat ini.                 “Gosh!” Ratu meninggalkan tempat itu dengan perasaan kesal, padahal ia ingin menenangkan dirinya di sana, namun malah berakhir sebaliknya. *****                 “Terus Raina gimana?” Kaisar berdiri di depan meja kerja kakak nya itu. Raja datang dan membuat Kaisar bingung dengan apa yang ia katakan, andai saja Raja tidak berperan penting dalam keluarga mereka mungkin sekarang Kaisar sudah menghabisi kakaknya itu.                 “Ya gak gimana-gimana.” Balas Raja.                 “Maksud gua ya bukannya lo demen sama dia? Masa anak orang di anggurin anjir. Bang lo tau kan kalau gara-gara lo gua jadi kejebak sama Raina buat ikutan lomba yang hadiahnya gak jelas gitu. Mau lo apaan sih?” Tanya kaisar, kesal.                 “Gua juga bingung. Di satu sisi gua udah give up sama Ratu tapi di sisi lain gua selalu gak bisa ngeliat dia sendirian. Mungkin lo gak ngerti tapi emang benar adanya kayak gitu Kai. Di saat orang lain nganggap Ratu seram atau bahkan seperti diktator, di mata gua nggak kayak gitu, Ratu kayak gitu karena ada alasannya, dan gua tau jelas alasannya apa.”                 “It means lo kasihan kan sama dia? Atau lo emang ada perasaan sama dia?” Kalimat yang baru saja terucap oleh kaisar sukses membungkam Raja. Raja terdiam cukup lama, bahkan sangat lama hingga Kaisar berdiri dari tempatnya.                 “Lo yang ngejalanin rumah tangga kayak setan gitu, tapi gua yang capek bang. Udahlah, kalau ngomongin pengganti dia, masih banyak kok di luar sana, yang lebih manusiawi daripada Ratu, selama ini lo selalu di perlakukan seenaknya sama dia, seakan-akan lo adalah orang yang paling bergantung sama dia, padahal faktanya kan enggak, lo berdua kan hidup seperti lajang bahkan setelah menikah.” Raja mengangguk “Gua juga capek, tapi ternyata ngelepasin Ratu jauh lebih susah dari yang gua kira.”                 “Lo berhak sama siapapun itu, kecuali sama dia. You deserve better.” Kaisar berdiri meninggalkan kakaknya sendirian di sana. Akhir-akhir ini mereka lebih sering bertemu di kediaman orang tua mereka, entah apa yang membuat Raja lebih sering pulang kesana akhir-akhir ini.                 Raja menyambar jas dan juga tas kerjanya yang tergeletak di sofa, pikirannya kemana-mana, ia harus bertemu Ratu membicarakan apa yang terjadi pada wanita itu akhir-akhir ini. Raja senang sebab akhir-akhir ini ia dan Ratu sudah hampir tak pernah bertengkar lagi, namun karena hal itu lah Raja jadi bertanya-tanya sendiri, pasti ada yang mengganggu pikiran wanita itu sehingga Ratu sama sekali tidak b*******h untuk mencari masalah pada Raja. Pikiran Raja tentang bagaimana caranya agar ia bisa berpisah dengan Ratu, agar ia bisa membalaskan amarahnya kepada wanita itu seketika sirna, melihat kekacauan di rumah sakit tadi justru membuat Raja merasa kasihan kepada istrinya itu, Raja tahu pasti Ratu sedang terpukul saat ini.                 “Ratu ada di dalam?” Tanya Raja begitu ia menginjakan kaki di rumahnya.                 “Ada di kamarnya tuan.” Balas pelayan tersebut. Raja berlari menyusuri satu per satu anak tangga hingga ia sampai di depan kamar Ratu. Ia mengetuk pintu itu berulang kali, namun tak ada jawaban, hening sekali, keheningan itu lah yang semakin membuat Raja merasa khawatir, jangan sampai Ratu melakukan hal-hal konyol yang dapat membahayakan dirinya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN