Rosmalina kini tertegun dengan berita kehamilannya yang sama sekali tak pernah disangka-sangka itu. Terdiam dengan terus berpikir tanpa henti. Janin yang kini dikandungnya pastilah hasil hubungan dengan Roy. Suaminya terdahulu.
Namun Rosmalina dalam kebimbangan. Dia kini sudah menikah dengan Hendra. Namun di lubuk hatinya yang terdalam. Rosmalina masih sangat ingin untuk kembali dalam pelukan Roy. Cinta pertamanya itu.
Di depan dokter yang memeriksa kandungannya. Rosmalina seakan tak bisa menerima kabar kehamilan itu dengan begitu saja.
“Dokter, mungkin bisa diperiksa ulang?”
“Saya pastikan pemeriksaan ini tidak salah.”
***
Kondisi Nirmala sedikit mengalami kemajuan. Dia sudah tidak mengalami demam. Meski begitu Nirmala harus tetap berjuang untuk cepat menanggalkan bintik-bintik di tubuhnya. Juga batuk-batuk yang masih mengiringi harinya.
Nirmala selama berada di rumah sakit. Dirinya tengah membawa sebuah buku bersampul biru. Catatan tentng isi hatinya itu menjadi sebuah penghibut sekaligus terapi untuk menjadikan perasaannya tak gampang tercambuk emosi.
Berada di rumah sakit benar-benar membuat Nirmala seakan jatuh tersungkur dengan apa yang dialaminya. Nirmala membuka buku berwarna biru. Lalu dia pun menggoreskan kata perkata untuk memenuhi lembar demi lembar yang masih kosong.
Tetesn air mata membuatnya tak berhenti dengan apa yang ditulisnya. Justru Nirmala terus saja merangkai kalimat indah. Seindah catatan seorang pujangga. Semangat untuk sembuh selalu disematkan di hatinya dalam-dalam.
Nirmala ingin kembali bertemu dengan Asila.harapannya itu di gantungkan sangat tinggi. Setinggi langit dengan awan cerah penuh harapan.
***
“Nirmala ke mana, ya.”
Rafi pagi itu telah bertandang ke rumah keluarga Hendra. Dia tak sendiri. Melainkan dia bertugas untuk mengantarkan mamanya bertemu dengan mama Rose. Mata Rafi terus menelisik, ada hal yang terbesit dalam hatinya.
Adalah sosok wanita yang masih membuat hatinya menyebut namanya. Adalah penghunung rindu dalam nestapa yang dirsa. Adalah kisah yang masih diukur untuk menjadi kenangan.
Rafi pulang ke Indonesia, karena seminggu lagi adik kandungnya akan menikah. Mamanya pun menyuruhnya untuk pulang dan meminta izin agar seminggu dia berada di Indonesia dan meninggalkan belajarnya untuk sementara waktu.
“Rose, aku butuh bantuanmu, kamu besok bisa ya ke rumah,” ucap mama Rafi dengan senyum yang mengembang pada mama Rose.
“Apa yang perlu kubantu? Apa semua acaranya tidak diurus wedding organizer?”
“Kamu kan tahu, jika kasih yang sering mengurus pernikahan-pernikah besar seperti pernikahan selebritis pun sudah ditanganinya dengan baik. Jadi untuk pernikahannya sendiri dia pun berusaha untuk tetap menyiapkan pernikahannya sendiri.”
“Anakmu itu meski anak terakhir, tapi dia sungguh mandiri dan pantang menyerah.”
“Iya, terlebih dirinya tidak may merepotkan orang tuanya.”
Rafi yang masih menemani sang mama duduk di sofa ruang tamu. Namun hatinya mengalir berkelana di setiap isi rumah.
“Kok sepi, te. Semua ke mana?”
“Asila seharusnya sudah jam pulang sekolah, sepertinya masih di jalan. Hendra biasa sedang kerjaan membuatnya buta.”
Tak lama terlihat Asila dan Rosmalina memasuki rumah. Asila yang berhias senyum menawan itu pun segera menyalami satu persatu tamu yang sedang berada di ruang tamu.
“Om Rafi, Asila rindu.”
“Om juga rindu sama Asila, bagaimana hari ini di sekolah?”
“Asila tadi belajar mendongeng om.”
“Oh, ya, Asila bisa mendongeng?”
“Bisa dong, tiap malam kan bunda selalu dongengin aku?”
“Bunda?”
“Iya bunda.”
Mata Rafi tiba-tiba beralih pada wanita yang masih berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. Rafi merasa terkejut. Sosok wanita itu bukan Nirmala. Bahkan dirinya tak pernah menyangka bila wanita itu kembali datang di kehidupan Asila.
Matanya menyorot dengan tajam. Rosmalina kembali mengajak Asila untuk cepat masuk ke dalam kamar. Agar bisa segera berganti baju dan juga istirahat. Mereka berdua pun segera hilang dari ruang tamu.
“Tante, dia kembali lagi?”
“Iya, ceritanya panjang.”
“Lalu bagaimana dengan Nirmala.”
“Statusnya tak berubah, tetap menjadi seorang istri dari Hendra.”
“Nirmala ke mana sekarang?”
“Nirmala sedang menjalani isolasi, dia terkena penyakit campak. Hendra menyuruhnya untuk berada di rumah sakit saja. Tak mau bila Asila tertular penyakit itu.”
“Di rumah sakit mana, Te.”
“Jakarta medika.”
Rafi menghentikan setiap pertanyaan yang ditujukan kepada keluarga Mahendra. Lalu kini Rafi mengambil ponselnya, memainkan beberapa aplikasi dengan lihat jemarinya. Dan tak lama sang mama mengajak untuk kembali pulang, masih banyak hal yang akan diselesaikan.
***
Rosmalina terus mencoba untuk menelepon sang mantan suami, Roy. Dia ingin memberitahukan keadaannya kini. Namun sayangnya nomor Roy sudah tidak akif dan sangat sulit untuk dihubungi. Rosma segera membuka media sosialnya.
Mencari nama Roy di pencarian. Namun sayangnya dia tak menemukan apa yang sedang dicarinya itu. sepertinya Roy juga telah menonaktifkan sosial medianya. Rosmalina tak bisa hanya diam dengan permasalahan yang semakin lama akan meledak hebat dalam hidupnya.
Rosmalina harus segera menemukan cara agar suaminya tak curiga dengan kandungannya. Rosmalina mengambil teleponnya.
“Boo, aku boleh minta izin ke Swiss.”
“Untuk apa?”
“Aku ingin jadi wanita karir, dan kebetulan aku bersama temanku ingin buka bisnis di sana.”
“Tidak perlu.”
Hendra mematikan ponselnya. Pembicaraan pun terpaksa terhenti. Rosmalina merasa sangat terpukul dan geram dengan kata-kata yang keluar terlalu pedas itu, dari mulut sang suami. Menjerit dalam nestapa.
Rosmalina pun kembali berpikir, bagaimana dirinya bisa ke Swiss tanpa harus dimarahi oleh suaminya sendiri. jalan mondar mandir pun menjadi salah satu cara untuk menemukan sebuah ide dari kepalanya.
***
Nirmala mendapatkan sebuah paket dari suster. Dia membuka paket itu. Berisi banyak sekali makanan. Dan juga ada secuil kartu ucapan. Sebelum Nirmala membuka paket itu. dia sangat yakin bila Hendra yang telah mengirimkan makanan-makanan lezat itu untuk dirinya.
Setiap sakit pasti ada obat
Sabar ya
Kamu kuat
Kamu pilihan Tuhan
R
Inisial R menjadikan Nirmala seolah bergidik dalam hatinya. Pikirannya tiba-tiba saja tertuju pada Rafi. Dia begitu yakin bila paket yang diterimanya itu memang dari Rafi. Seorang lelaki yang memiliki hati mulia, memperlakukannya pun dengan sangat baik. Beda sekali dengan suaminya sendiri.
Ponsel Nirmala berdering. Dia melihat nomor baru yang kini tertangkap di layar ponselnya itu. Nirmala pun tak banyak berpikir. Dia segera mengangkat telepon itu.
“Kamu sudah terima paketnya?”
“Sudah.”
“Jangan takut dengan penyakit, kamu pasti bisa melaluinya.”
“Iya.”
“Kondisi kamu bagimana?”
“Lumayan baik.”
Tiba-tiba saja pembicaraan itu terputus. Baterai ponsel Nirma habis. Dia pun hanya bisa menyelami dasar hatinya sendiri. laki-laki yang tadi meneleponnya benar-benar suara Rafi. Kini ada perasaan mengalir dalam diri Nirmala.
Laki-laki yang bukan suaminya itu memperlakukannya dengan sangat baik. Dulu dia mengisi sedikit ruang hatinya untuk Rafi. Namun keputusan untuk berlabuh pada hati yang lain pun tak terelakkan. Nirmala dalam diam yang panjang serta penuh dengan pikiran.