Lalu bagaimana dengan kisah cintaku?
Pletak..!!
Mendadak di otakku yang suka halu ini, terdengar suara aku ditampar seseorang, eeh ssesuatu lebih tepatnya.
Cinta? Kisah cinta? Gak salah neng? Kisah cinta sama siapa? Zayn Malik? In your dream neng. Banguuun woy, wake up! Terima aja itu lamaran, kuras hartanya, bikin istana megah di kampung. Aku tahu itu pasti Si Hitam yang menamparku pertama kali, biasanya kan Si Putih yang hobi menampar.
Enak aja, bukan Zayn Malik lah tapi Zain Abu Kautsar, hafidz idola Rein. Jangan dengarkan Si Hitam itu Rein, kalau kamu mau terima ya terima tapi bukan karena kamu mau morotin harta benda Ibu Peri di depanmu ini. Nah ini pasti Si Putih, kenapa pula mereka bertengkar di saat seperti ini sih?
Entah kenapa aku bisa mendengar keributan dua sosok yang selalu bersamaku itu. Si Hitam, aku menyebutnya begitu, seperti kalian tahu tentu saja, bertanduk warna merah, bertaring, berekor dengan warna merah di ujung, dan memegang trisula, memakai jubah di dalam warna merah di luar warna hitam. - Si Hitam langsung mencari cermin dan tertawa senang karena penggambaranku mirip. Kenapa juga dia tertawa senang sih? Dibandingkan Si Putih kan jauh banget.
Si Putih, aku sebut dia sebagai malaikat penjagaku. Karena terlalu silau dengan cahaya yang ada di sekitarnya, membuatku tidak mampu menggambarkan sosoknya. Yang aku tahu dia berwarna putih, dan selalu membisikkan di telinga kananku, selalu mencegahku melakukan hal-hal bodoh, berbahaya dan berdosa. Dan keduanya selalu berebut mencuri perhatianku. Seperti saat ini, mereka berdua bahkan sudah hampir bertarung. Seperti sudah terlihat kilat di antara keduanya.
“Rein, bagaimana? Ah ya, saya ingin memperlihatkan foto putra saya kepadamu, siapa tahu kamu langsung bilang iya kan?” Ibu peri di depanku ini tersenyum sungguh manis. Coba deh ada sayap, bawa tongkat, cocok banget kan jadi ibu peri. Aku tersenyum simpul, dan langsung kuhilangkan senyumku saat ibu peri itu mengeluarkan ponsel seri terbaru yang aku harganya duuh duuh membuat jiwa missqueenku memberontak.
“Nah ini, Rein.” Ibu peri itu menyodorkan ponselnya dan terlihat sebuat foto keluarga. Hmm… sepertinya keluarga yang sangat harmonis. Sebentar sebentar, kok ada yang aneh di foto ini? Hmm apa ya? Aku mengerutkan keningku, coba berpikir apa yang kurang.
“Itu foto setahun yang lalu. Saya menjanda sudah sebelas tahun. Papa saya, eyang kakung meninggal dua tahun lalu. Foto ini diambil setahun lalu saat hari Lebaran.” Jelas ibu peri itu.
Aah ya, pantas saja, tidak ada kepala keluarga. Tapi ini terlihat sosok laki-laki yang ganteng banget. Masya Allah gantengnya, tapi kenapa mimiknya kecut gitu sih? Gak senyum? Sok misterius banget. Terus ini ada satu lagi cowok cakep, naah ini sepertinya lebih ramah nih, senyum manis gitu. Duh, bikin adek diabetes ini mah…
“Anak saya tiga, Rein. Yang perempuan itu anak tertua sebenarnya keponakan, tapi waktu itu karena sepupu meninggal saat melahirkan, jadi saya yang merawatnya. Yang di tengah itu, yang lelaki lebih dewasa, itu yang namanya Zayn, yang akan saya jodohkan denganmu. Sedangkan yang lebih muda, namanya Kevin.”
Yah, kenapa pula bukan yang Kevin sih yang dijodohin ke aku? Sepertinya dia lebih ramah dan perhatian, gak sok misterius gitu.
“Kamu memang saya jodohkan dengan Zayn karena sepertinya kamu cocok untuknya, Rein.” Kata ibu peri cantik itu. Sepertinya dia benar-benar peri, kenapa bisa tahu sih kalau aku lebih suka sama Kevin dibanding kakaknya itu?
“Kamu perempuan tangguh Rein. Kuat, jujur dan bisa ilmu bela diri.”
Kenapa aku terdengar seperti Kapten Marvel atau Wonder Woman ya?
“Zayn keras kepala, dia butuh seseorang yang sebanding dengannya.”
Maksud ibu peri, saya tuh juga keras kepala ya? Stubborn? Ini kenapa pula aku jadi ngomong sendiri sih?
“Kamu bisa diandalkan, saya tahu itu. Tempaan keras bapakmu mendarah daging di tubuhmu kan? Kamu tidak mudah menyerah dan mandiri. Tolong, saya butuh bantuanmu agar mama saya bahagia di masa tuanya dan anak saya bisa terbebas dari Medusa itu.”
Medusa??
“Itu, pacarnya Zayn, Clara.” Hmm, lagi-lagi ibu peri kok bisa tahu kalau aku sedang memikirkan siapa yang dia panggil Medusa.
“Kamu hanya perlu membahagiakan mama saya, Rein.”
Terus yang bahagia-in saya siapa dong bu? Mengingat sepertinya putra ibu ini layaknya tokoh CEO di cerita roman yang banyak banget di platform baca online. Dingin, ganteng pakai banget cem dewa Yunani nyasar ke Indonesia, misterius, kaya, dan menyebalkan. Ya iya saya harus bahagia-in mamanya ibu, lah saya sendiri gimana? Iya kalau hubungan ini berhasil, lah kalau tidak gimana?
“Tidak perlu jatuh cinta pada Zayn, jangan jatuh hati padanya.”
Haa… ini gimana sih? Aku suruh nikah sama anaknya tapi gak boleh jatuh hati sama anaknya gitu? Kok aku jadi bingung?
“Maaf bu, maksud ibu peri gimana? Kok saya gak jelas?”
“Ibu peri?”
“Eeh maaf bu… habis ibu cantik banget sih, jadi saya panggilnya ibu peri deh sangking cantiknya.” Jawabku kalem. Ibu peri itu kembali tersenyum. Pantas saja anak-anaknya ganteng maksimal gitu, mamanya aja cakep gini.
“Iya Rein, kamu memang akan menikahi Zayn, tapi jangan berikan hatimu padanya. Jadi jika kamu memutuskan pergi, kamu tidak akan tersakiti.”
***
Pernikahan tanpa cinta, dusta, air mata tersia dan orang ketiga. Itu yang Rein tidak pernah bayangkan akan akrab dengannya selama bersama Zayn. Kelak, dia akan merasakan empat hal itu.
Air mata menetes tersia, menyakiti hatinya. Akan se-rollercoaster apakah hidupnya?