Kongkalikong

2060 Kata
JURNALIS ZRF MENJADI DALANG YANG INGIN MEMBONGKAR KASUS ABDI AGRO NEGORO GROUP ZRF DIKETAHUI MEMILIKI HUBUNGAN KHUSUS DENGAN TERSANGKA UTAMA ABDI AGRO NEGORO GROUP AKTIVIS SEKALIGUS JURNALIS MENDUKUNG TERSANGKA UTAMA UNTUK MEMBONGKAR KASUS ABDI AGRO NEGORO GROUP Zakiya geleng-geleng kepala membaca berbagai judul yang isinya hampir seragam di semua media. Entah ia memiliki hubungan khusus atau entah ia dipanggil pihak kepolisian untuk dimintai saksi tapi tak kunjung datang. Anehnya, tak satu pun wartawan mengejarnya. Mereka hanya mengejar pihak kepolisian. Zakiya geleng-geleng kepala. Ia tak mau ambil pusing lagi dan memilih untuk menyelesaikan urusan lain saja. Ia ke kampus tadi pagi untuk berbicara dengan dosen pembimbingnya terkait proposalnya. Perempuan itu sangat mendukung apalagi dengan kabar yang ia bawa. Ia perlu surat rekomendasi dan persetujuan dari kampus untuk penelitian ke Korsel kalau berhasil lolos nanti. Setelah itu, ia baru datang ke kantor LSM Rangga yang tentu saja sangat semarak dengan berbagai kasus tentangnya. "Kiya! Ada pemberitaan baru lagi!" "Tentang gue?" Lona mengangguk. Gadis itu memperlihatkan judul-judul artikel itu padanya. "Berubah lagi. Mereka mulai bawa-bawa bokap lo." Zakiya terkekeh. Keluarganya memang berkecukupan rapi usaha ayahnya tak setara konglomerat juga. Menurutnya, mereka masih kaya standar. Tapi kebetulan sekali, ayahnya hanya tak sengaja berurusan dengan salah satu orang terkaya di Indonesia itu. Ia yakin kalau ayahnya justru tertawa dengan berbagai pemberitaan ini. Semalam, mereka juga sudah membahas persoalan ini. Ayahnya lebih mengedepankan keselamatannya ketimbang urusan bisnis. Uang bisa dicari. Zakiya? Anak perempuan satu-satunya. Tak mungkin dilepas begitu saja kan? "Kalau dari semua pemberitaan, ini jelas ada yang nyuruh. Sistem mereka rapi banget. Kenalannya Mas Rangga yang punya tv nasional juga, males sama pemberitaan-pemberitaan murahan kayak gini. Karena udah jelas dalangnya juga dibayar sama yang punya perusahaan. Permainan kotor." Zakiya mengangguk-angguk. Ia juga sudah paham menilik situasinya begini. Ia sama sekali tak peduli Meksi dimaki-maki netizen. Kan gara-gara disebut sebagai selingkuhan, agama dan jilbabnya dibawa-bawa. Padahal mereka hanya makan hoaks. Tapi yang memfitnah, Zakiya akan pastikan azabnya. Lihat saja. Allah itu Maha Adil kok. Jadi tak perlu takut. "Direktur The Asean Post siapa?" tanya Revan. Cowok itu sepertinya belum pulang dari semalam. Zakiya sangat bersyukur karena Revan sudah membantu membersihkan ponselnya dari segala penyadapan bahkan dibuat pengamanan khusus. Karena ini jelas membahayakan. Sungguh-sungguh tidak mudah. "Andri Nababan. Itu masih saudaranya yang punya televisi nasional itu." Aaaah. Lona mengangguk-angguk. Ia baru tahu. Padahal mudah sekali melacak keanehan dalam setiap pemberitaan media massa lain. Lihat saja hubungan pemiliknya. Pasti ada titik temunya. Entah teman lama atau teman sosialita. "Tapi kan kata lo, Mas Rangga juga ikut. Kenapa cuma?" "Kayaknya karena gue yang lebih intens. Bahkan isi chat gue udah kesebar kan di antara jurnalis? Kita doang yang gak dapet. Dan lagi, yang bikin berita udah pasti dibayar. Buktinya, mereka gak repot-repot wawancarain gue sebagai tersangka juga. Malah hanya ngejar dari pihak kepolisian. Itu sangat ganjil." "Itu karena mereka takut. Lo itu jurnalis, Kiya. Mereka bisa habis juga kalo salah ngomong." Zakiya mengangguk-angguk. Benar juga kalau urusan ini. "Tapi rencana mereka busuk banget emang. Bikin nama gue jadi buruk tahu gak?" Lona terkekeh. "Tapi kan lo gak gitu. Bahkan mental lo gak down sama sekali dengan pemberitaan kayak gitu. Gue kalo jadi lo pasti stres deh." Zakiya terkekeh. "Ngapain dipikirin?" tukasnya. Benar juga. Lona tertawa. Ia terlambat menyadari hal itu. Bagi Zakiya, ini hanya akal-akalan media saja agar bisa membuat pemberitaan ini viral bahkan trending. Lantas apakah berhasil? Tidak begitu juga. Masih masuk ke dalam hot topic, demo mahasiswa yang menuai korban justru masih banjir. Apalagi banyaknya akun-akun mahasiswa yang merekam kejadian kala itu. Di mana Lucita, korban penembakan, roboh begitu saja di depan gedung DPR. Bahkan sampai sekarang, mahasiswa Salemba masih melakukan jalan kaki dari depan gedung DPR ke kampus. Sengaja untuk mengenang duka cita atau kejadian Lucita. Mereka dan masyarakat justru menanti-nanti hukuman kepada penembak Lucita yang sampai hari ini belum diketahui namanya karena seperti biasa, pihak kepolisian selalu menutupi. Kalaupun dibocorkan namanya ke publik, belum tentu benar-benar pelaku. Bisa saja ditumbalkan. Hal semacam ini sudah pernah terjadi di negara lain, seperti Korea Selatan pada tahun 1987. Bahkan dijadikan sebuah film. Bedanya bukan kasus penembakan mahasiswa melainkan k*******n pada saat mahasiswa ditahan lalu berujung kematian dikala diinterogasi. Itu jelas sangat parah. Ketika Maira ditampar, itu juga tak diusut lagi kan? Selain karena Rangga berdamai, pihak kepolisian juga tak benar-benar menghukum anggotanya. Yaa mereka memang hanya tegas kepada rakyat tidak ke sesama anggota apalagi atasan yang berbuat salah. Huuuh. Dunia? Mau sampai kapan begini? Bukan kah hidup itu benar-benar hanya sementara? Andai semua orang menganggap bahwa mereka akan bisa mati pada detik berikutnya, menit berikutnya, hari berikutnya, mungkin tak ada lagi kejahatan di bumi ini. Karena semua orang akan fokus untuk mengumpulkan amalan-amalannya. "Kiya!" Rangga muncul. Lelaki itu tentu sangat sibuk mengurus kasusnya. Karena bagaimanapun, itu adalah bagian dari tanggung jawab Rangga. Lelaki itu mengajaknya ke ruangannya. Ia sudah membawa beberapa orang dari LBH dan juga seniornya sesama jurnalis. Tak lupa, pengacara juga disiapkan. Mereka harus menyiapkan segalanya seolah-olah ini adalah situasi yang sangat darurat. @@@ Pemberitaan yang hangat kemarin mengatakan kalau Zakiya dipanggil oleh pihak kepolisian sebagai saksi. Tapi yang bersangkutan tak kunjung datang meski sudah dua kali pemanggilan. Anehnya, Zakiya malah tidak menerima surat panggilan apapun dari polisi. Bahkan sudah dipastikan oleh ibunya semalam. Lalu yang lebih aneh lagi adalah pagi tadi. Muncul lagi berita baru kalau Zakiya belum pernah dipanggil sebagai saksi oleh kepolisian. Alasannya, penangkapan Nando saja baru dilakukan tapi bagaimana bisa dipanggil? Kan itu lebih ganjil lagi. Namun tetap yang paling ganjil adalah surat panggilan dari kepolisian itu sudah tersebar luas di berbagai media massa. Bahkan masuk pemberitaan. Surat juga sudah ditandatangani oleh pejabat yang berkuasa, yaitu Munandar. Namanya tercantum jelas telah memberi cap dan juga tanda tangan. Tapi anehnya ketika ditanya hari ini oleh wartawan... "Yang bersangkutan belum kami panggil. Saya juga bingung kenapa suratnya sudah beredar luas." Begitu jawabannya dan dilengkapi dengan sorot wajah bingung. Kalau dari beberapa media massa yang memberitakan soal ini, Zakiya mendapatkan kalau media-media tersebut justru tahu soal surat panggilan terhadapnya dari Munandar secara langsung. Meski orang tersebut enggan mengakui. Ada juga yang menyatakan kalau sumber itu berasal dari salah satu penyidik di kepolisian. Pemberitaan yang simpang siur. Namun jelas, kredibilitasnya pun perlu dipertanyakan. Zakiya sudah hapal persoalan semacam ini karena pemberitaan yang saat ini muncul memang bukan hanya sekali-dua kali. Tapi sudah terlampau sering. Zakiya tak mau memikirkan hal yang benar-benar tidak jelas semacam ini. Ketika ia hendak turun ke lantai pertama, ia justru bertemu dengan Humaira. Gadis itu mengintip ke ruangan Rangga tapi sepertinya Rangga sedang tak di sana. "Cari Mas Rangga, Mai?" Gadis itu nyengir. "Iya, Mbak. Mas mana sih?" Zakiya tersenyum kecil. "Ada di ruangan situ," ia menunjuk ruangan yang ada di pojok. "Tapi lagi rapat penting gitu deh." Maira mengangguk-angguk. "Berarti gak boleh diganggu?" "Kamu ada urusan apa memangnya?" "Mai mau ke Bandung nanti. Mas minta tolong buat ambil sampel gitu biar Mai yang analisa di laboratorium kampus. Sekalian buat ujian praktikumnya Mai." Aaaaah. Zakiya mengangguk-angguk. Paham dengan apa yang dimaksud. "Ya udah. Naik yuk," ajaknya. Tapi gadis itu menoleh ke belakang. Ternyata Maira tak sendiri. "Hanaf mau naik atau nunggu di sana?" Hanafi tampak berpikir lantas ikut menyusul. Zakiya membawa keduanya ke ruangan di mana Kang Syamsul berada. "Kang, ini ada Maira. Katanya Maa Rangga--" "Ah ya," sahut Kang Syamsul. Lelaki itu berterima kasih pada Zakiya karena sudah membawa Humaira kepadanya. Lalu lelaki itu mendiskusikan lokasinya kepada Humaira sementara Zakiya turun. Ia hendak ke kafe seberang untuk membeli makanan. Perutnya lapar tapi ponselnya malah berdering. Begitu mengangkat, terdengar suara Ferril. Bisa dibilang kalau suara Ferril dan Farrel itu sama persis. Namun logat playboy Ferril itu sama sekali tak bisa disembunyikan. Lagi pual, Farrel lebih terdengar kaku. Ditambah lagi, Farrel tak mungkin menghubunginya. "Kenapa?" "Gue mau ngomong sama lo soal kasus lo." Zakiya tampak berpikir. Lelaki ini tentu saja sudah tahu. Lingkup permasalahan semacam ini sangat kecil bagi Ferril. "Lo tahu tentang kasus gue?" "Kecil tapi impact-nya besar buat usaha bokap lo." Zakiya mengangguk-angguk. "Lo kapan punya waktu?" "Nanti gue kabarin secepatnya." Zakiya mengiyakan. Ia tahh kalau tingkatan kesibukan Ferril jelas jauh berbeda dibandingkan dengannya. Zakiya menyeberangi jalan dengan hati-hati. Kemudian mauk ke dalam sebuah kafe dan memesan minuman di sana. Ia duduk sembari menunggu pesanan. Ia juga sibuk melihat bagaimana perkembangan pemberitaan tentangnya. Ia tersenyum tipis ketika membaca banyak judul yang merekam berita terkait pernyataan pihak kepolisian yang terkesan plin-plan. Zakiya tahu kalau mereka tentu saja sudah dibayar. Rasanya aneh kalau ujuk-ujuk langsung menyeretnya. Zakiya juga sudah bertanya pada beberapa rekan sesama jurnalis dari beberapa media massa yang mengenalnya. Apa kata mereka? Duh. Itu sih perkara gampang, Kiya. Biasa lah proyek pesanan. Kayaknya saking tajirnya nih orang sampe bayar hampir semua media tuh. Kecuali The Minutes tuh. Yang masih lurus dan enggan angkat masalah murahan kayak gini. Lagi pula, siapapun udah tahu pelaku dibaliknya dan juga apa yang sedang dicoba untuk ditutup-tutupi. Yeah, Zakiya juga sudah hapal kok polanya. Ia sudah terlalu lama bergelut di dunia semacam ini. Bukan hal asing kalau pengusaha atau konglomerat membeli media massa untuk membuat citra mereka baik atau untuk menjatuhkan pesaing. Kali ini sepertinya, perusahaan ayahnya juga menjadi sasaran empuk lantaran berhasil membeli sebuah perkebunan kelapa sawit dari hasil lelang bank. Tapi dipermasalahkan oleh pihak tersebut. @@@ Pagi-pagi Zakiya sudah menyiapkan diri. Ia hendak mengambil surat rekomendasi dan persetujuan dari pifak departemen terakit penelitiannya. Mungkin akan seminar proposal juga dalam waktu dekat. Anehnya dikala seperti ini, proses penelitiannya dipercepat. Padahal pikirannya tetap terbagi-bagi dengan banyaknya kesibukan. Ia membawa mobil Andra pagi ini. Kemarin, ia sudah mengantar abangnya itu ke bandara. Katanya sih hanya seminggu di Amerika. Tapi tak tahu lah. Biasanya suka pergi ke mana-mana dulu sebelum pulang. Yeah mumpung ada kesempatan jalan-jalan gratis, kenapa harus disia-siakan? Yang jelas, dengan kepergian Andra, ia merasa mendapat keuntungan. Hahaha. Tentu saja karena bisa mengendarai mobil mahal milik Andra yang setiap pagi harus dicas dulu baru bisa dibawa pergi. Mobil listrik sekarang sudah sangat banyak. Bahkan konsumsi bahan bakar untuk kendaraan mulai menurun. Tapi yang menikmati mobil listrik masih kalangan atas. Karena harganya masih sangat mahal dan perawatannya juga mahal. Meski penilaian dari sisi pengeluaran untuk bahan bakar tergolong lebih murah. Zakiya tiba di kampus dan tentu saja berdiskusi dengan dosen pembimbingnya. Ada beberapa hal yang harus ia perbaiki lalu diminta mencari dosen penguji pula. Ia bertanya kepada dosen pembimbingnya yang sekiranya bisa menjadi masukan. Lalu disebutlah beberapa nama dan Zakiya mengantongi informasi itu. Nanti ia akan menghubunginya. Tapi ia harus segera mengirimkan berkas-berkas yang sangat ia perlukan secara online. Jadi ia nongkrong dulu di dekat perpustakaan. Usai mengirim semua dokumen, ia bergegas pergi menuju kantor Rangga. Mungkin sekitar 1,5 jam perjalanan hingga akhirnya ia tiba di kantor Rangga. Perjalanan sebetulnya tak begitu macet. Namun beberapa jalan ditutup. Jadi ia kembali berputar-putar hanya untuk menemukan jalan yang benar. Hingga akhirnya tiba dan sudah diledek rekan-rekan di kantornya. Yeah, gara-gara mobil mahal milik abangnya. "Bukan punya gue. Mobil Abang nih!" tuturnya sembari naik ke atas. Tak akan ada yang percaya dengan kata-katanya. Hahaha. Karena mereka juga tahu Zakiya itu anak pengusaha. Punya mobil semahal itu tentu saja menjadi sebuah kewajaran. "Kiya!" Mas Rangga memanggilnya. Lelaki itu berdiskusi soal surat panggilan dari kepolisian yang mungkin akan benar-benar datang. "Nanti Kiya jangan pernah datang ke sana. Biar Mas yang kirimin mereka surat." Begitu kata Rangga. Zakiya mengangguk-angguk. Yang mana yang menjadi tanggung jawab Rangga yaa memang akan dipegang Rangga. "Lona bilang kalau kamu ke kampus dulu. Udah beres urusannya?" tanyanya ketika Zakiya hendak pamit dari ruangannya. Ia hendak ke ruang lain, bertemu dengan teman-temannya. "Iya, Mas. Setidaknya ada titik terang lah." Rangga terkekeh mendengar itu. Baru hendak bicara lagi, terdengar kegaduhan dari bawah. Indra datang membawa kabar yang cukup mengejutkan. "Katanya ada salah satu wartawan senior yang bikin forum diskusi etika pers!" Rangga ikut keluar. Berdiri di samping Zakiya. "Siapa yang mau bikin?" Dalangnya perlu diketahui. Indra menjentikan jari. "Bener-bener jiwanya investigator, Mas!" Rangga terkekeh. "Itu gak penting, Dra. Yang penting, siapa yang mau bikin itu?" "Nah itu, Mas. Saya dengar-dengar sih Pak Sukiman. Itu loh salah satu mantan direksi The Asean Post. Sekarang kan udah enggak. Kayaknya lagi butuh cuan tuh. Makanya mau bikin forum diskusi begini seolah-olah mau membela Zakiya padahal pesanan!" Yang lain langsung tertawa. Mereka juga sudah mengira. Ini terasa ganjil sekali. Mulai dari pemberitaan, pihak kepolisian bahkan ingin mengadakan diskusi segala, itu adalah sesuatu yang menunjukan kalau pola-pola itu memiliki hubungan yang disebut dengan kongkalikong. @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN