Part 13

1097 Kata
“Kembali, Lita!” Suara menggelegar Leo menghentikan langkah Lita, tapi hanya sejenak. Setelahnya, wanita itu tetap melanjutkan langkahnya. Dan Leo yang sudah kehilangan kesabaran, mengejar Lita dengan langkah yang lebih besar dan lebih cepat. Menyambar tangan Lita hingga keduanya menjadi tontonan orang-orang di tempat parkir. “Masuk ke mobil.” “Lepaskan, Leo.” Leo langsung melepaskan, tapi tubuh besar pria itu menghadang jalan Lita. “Kauingin aku menggendongmu masuk ke dalam mobil?” “Aku bisa pulang sendiri.” “Aku tak mengijinkanmu.” “Aku tak butuh ijinmu.” Leo mendesah keras. “Masuk sekarang juga!” “Kenapa aku harus menurutimu?” “Karena aku yang memerintahmu. Dengan kakimu sendiri atau dalam gendonganmu? Pilihan ada di tanganmu.” Lita memasang ekspresi lebih dingin dari Leo, tapi ia sendiri tahu ancaman di mata Leo penuh keseriusan. Dengan sudut matanya, ia melirik beberapa orang yang sempat menghentikan langkah untuk menjulurkan leher penuh ingin tahu ke arah mereka. Tak ingin membuat pertunjukan tang lebih menarik lagi, karena tampaknya Leo pun benar-benar akan menggendongnya masuk ke dalam mobil jika ia tidak berjalan sendiri. Lita pun memilih berjalan dengan kakinya kembali menuju mobil. Sepanjang perjalanan, pria itu tak lagi mengungkit tentang permasalahan hubungan suami istri lagi. Dan Lita menatap jendela mobil memunggungi Leo. Setelah memarkir mobil di carport, keduanya berjalan bersama menuju paviliun, masih tanpa sepatah kata pun terucap. Di depan paviliun, sudah berdiri Olivia yang tampaknya sedang menunggu kedatangan mereka. Hanya Leo. “Kenapa kau mengabaikan panggilanku? Dan ke mana saja kalian? Kalian pulang terlambat,” cecar Olivia begitu melihat Leo dan Lita muncul. “Aku mengabaikan panggilanmu, karena aku tak suka kau menghubungiku. Dan ke mana kami pergi hingga terlambat pulang, itu juga bukan urusanmu. Sebaiknya enyah saja kau dari hadapanku.” Leo mendorong tubuh Olivia ke samping karena menghalangi jalannya. Olivia tak menyerah, ia mengekori punggung Leo. Menahan lengan pria itu dan menunjukkan lembaran panjang berwarna coklat dan putih ke hadapan pria itu. “Tadi siang aku pergi ke rumah sakit. Dan ini gambar anak kita.” “Lalu?” “Aku meminta pada dokter untuk mencetaknya dua lembar. Satu untukmu dan satu untukku.” “Aku tak memintanya.” “Apa kau tak ingin melihatnya? Ini anak kita, Leo.” “Sebaiknya begitu. Demi dirimu sendiri.” Wajah Olivia memucat. Leo menarik lengan Lita yang hanya berdiri diam di samping Olivia. Membawa wanita itu masuk dan membanting pintu tepat di depan wajah Olivia sebelum menguncinya. “Kau benar-benar keterlaluan, Leo.” Lita mengempaskan tangan Leo darinya. Mulutnya masih membuka, seakan ada ribuan kata yang hendak ia lepaskan tapi tak ada sepatah kata pun yang berhasil keluar dari mulutnya. Rasanya ia sudah kehilangan kata-kata dengan sikap dingin Leo terhadap anak kandung pria itu sendiri. “Aku tidak menyukai anak darinya.” Leo melepas jas serta dasinya dan melemparnya ke sofa. Menyusul kancing kemeja dari atas. “Lepas pakaianmu di dalam kamar mandi,” peringat Lita ketika Leo nyaris menyentuh kancing terakhir yang otomatis menampilkan kulit d**a dan perut pria itu di hadapan Lita. “Sebaiknya kau mulai terbiasa, Lita.” Leo melepas kemejanya. Dengan pandangan masih melekat di wajah Lita yang berpaling darinya, ia melepas sabuk dan celananya di depan Lita. Kemudian melenggang masuk ke kamar mandi dengan langkah penuh ketenangan. Tak memedulikan wajah merah pada Lita.   ***   Penolakan Lita yang terus menerus setiap Leo mengungkit-ungkit hubungan mereka, akhirnya membuat Leo tak tahan lagi. Saat Leo mencoba mencium wanita itu di kamar mandi, Lita malah menamparnya dan mengatainya kurang ajar. Malam itu, Leo belum pulang hingga nyaris jam 12 malam. Lita sendiri yang masih sangat marah pada Leo, tak peduli pria itu pergi ke mana. Sekalipun jika Leo pergi ke hotel bersama wanita sewaan untuk mencari kesenangan di sana. Suara pintu dibanting dan benda pecah dari arah ruang depan membangunkan Lita. Ia turun dari tempat tidur, menyalakan lampu di nakas dan berjalan keluar. Sempat melihat sisi tempat tidur Leo yang masih rapi. Lita melihat guci di meja kecil yang dijadikan hiasan di samping set sofa sudah berhamburan di lantai. Kemudian pandangannya beralih ke arah Leo yang berdiri di samping meja kecil. Dengan jas di tangan, dasi yang sudah dilonggarkan, dan kemeja yang sudah keluar dari celana. Pria itu setengah bersandar di dinding, dengan kepala tertunduk dan rambut yang berantakan. “Leo?” panggil Lita seraya mendekat. Merasa ada yang tak beres dengan pria itu. Benar saja, bau alkohol yang sangat tajam menguar dari tubuh Leo ketika Lita berada di depan pria itu. Leo sedikit mengangkat wajahnya. Seringai tertambat di ujung bibir pria itu ketika tatapannya bertemu dengan Lita. “Istriku.” Lita meringis ketika bau alkohol yang lebih tajam keluar dari mulut Leo. Membuat Lita memundurkan kepalanya menjauh. Tetapi tiba-tiba tubuh Leo menghambur ke arahnya, nyaris membuat Lita kehilangan keseimbangan. Lengan Leo melingkari leher Lita dan wajah pria itu tenggelam di cekungan leher Lita. “Sadarlah, Leo.” Lita memukul punggung Leo, berusaha menyadarkan pria itu. Tetapi lengan Leo yang lain malah ikut melilit tubuh Lita. Memeluknya sangat erat hingga ia kesulitan bernapas. “Aku ... menginginkanmu ...” Bisikan yang dalam dan berat itu menerpa telinga Lita. Tubuh Lita seketika membeku dan wajahnya memucat. Kemudian merasakan tangan Leo yang sudah menyentuh ujung pakaian tidurnya di belakang. Lita tersentak kaget dengan tangan Leo yang sudah berhasil menyentuh kulit di bawah punggungnya. Ia menggeliat. Berusaha lepas dari kedua lengan Leo yang menjerat tubuhnya. “Lepaskan, Leo!” bentaknya marah. Leo tak mendengar, kedua tangannya malah semakin ketat memeluk tubuh mungil Lita. Dengan pengaruh alkohol yang masih memenuhi akal sehat dan keseimbangan tubuhnya, pada akhirnya Lita berhasil terlepas dari kungkungan kedua lengan Leo. Namun, hal itu tak berlangsung lama, Leo menggeram marah. Pria itu melompat ke arah Lita. Menyambar pinggang wanita itu sebelum mengangkatnya masuk ke kamar mereka. Lita sendiri yang sudah kewalahan menghadapi gabungan kekuatan pria dan pengaruh alkohol yang masih melenyapkan akal sehat Leo, hanya mampu meronta tanpa memberi perlawanan. Tubuhnya dibanting ke tempat tidur dan terpantul satu kali. Lita merangkak turun, tapi lagi-lagi pinggangnya ditangkap oleh Leo dan kedua kakinya ditindih oleh tubuh pria itu. Kedua tangannya dikunci di atas kepala, piyama tidurnya dirobek hanya dalam sekali sentakan yang kuat. “Jangan, Leo,” mohon Lita setengah menangis. Kepalanya menggeleng-geleng putus asa dengan tatapan panas Leo yang menelanjangi dadanya. Pria itu jelas dalam keadaan mabuk melihat tatap kehausan pria itu yang setengah kosong. Mengabaikan permohonannya. Dalam tangisan tanpa suaranya, Lita memejamkan mata. Merasakan satu-persatu pakaiannya ditanggalkan dari tubuhnya dan hal terakhir yang ia ingat setelah semua cumbuan pria itu ditubuhnya adalah rasa nyeri yang teramat menusuk pangkal pahanya. Sebelum kemudian tubuhnya dihentak dengan kuat. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN