Part 4. Job Undercover

1825 Kata
Malam harinya... Sania sudah selesai bersiap. Ia memakai pakaian serba hitam. Jeans hitam, line T-shirt hitam putih, jaket kulit hitam, sepatu ankle boots hitam dan coker hitam menghias lehernya. Rambutnya ia gulung asal. Menciptakan kesan berantakan yang seksi. Ia keluar dari kamar. Kamarnya langsung terkunci otomatis setelah pintunya tertutup, dan hanya Sania yang bisa membukanya. Ia menuruni tangga dengan membawa ponsel dan kunci mobil di tangannya. "Kau sudah mau berangkat sekarang?" "Hmm...,” ucap Sania menjawab pertanyaan Kevan saat ia sudah sampai di tangga terakhir. "Kau tidak mau makan malam dulu?" Sania menatap malas ke arah Kevan yang sedang bermesraan dengan Karen. "Tidak. Aku akan makan di luar saja. Aku sedang ingin steik. Apa Christian sudah mengirim pesan padamu?" "Belum,” ucap Kevan sambil memainkan rambut kekasih sejatinya di sana yang tentu saja membuat Sania merasa kesal melihatnya. "Dia mengirim alamatnya padaku. Nanti kukirimkan padamu. Aku pergi,” ucap Sania singkat lalu ia langsung berjalan menuju pintu utama dan keluar menuju garasi untuk mengambil mobilnya. "Hai, Sweety. Saatnya kita bekerja sekarang,” ucap Sania setelah membuka penutup mobilnya. Mobil anti peluru buatan Eropa yang ia beri modifikasi tambahan agar tidak ada yang bisa menyentuh mobilnya selain dirinya sendiri. "Ayo kita berangkat,” ucap Sania setelah ia berada di dalam mobil dan memanasi mobilnya sebentar. Sania melajukan mobilnya keluar dari garasi menuju gerbang. Saat sudah keluar, wanita cantik itu tidak sengaja melihat mobil yang tadi siang mengikutinya dan Kevan, terparkir tidak jauh dari rumahnya. "Kita lihat, apa yang dia inginkan. Kenapa dia terus mengikutiku?" ucap Sania saat melihat mobil itu kembali mengikutinya dari kaca spion, Sania menyetir santai menuju restoran terdekat. Sesekali ia melirik mobil yang mengikutinya dari kaca spion. Sania berhenti di depan restoran. Ia memarkirkan mobilnya dipinggir jalan bersama 2 mobil lainnya. Ia mencabut kunci mobil dan mengambil ponsel yang tadi ditaruhnya di dashboardnya. Ia lalu keluar dan masuk ke dalam restoran, tanpa menghiraukan mobil yang mengikutinya tadi. Sania mengambil tempat duduk terdekat dengan pintu. tidak lama seorang pelayan menghampirinya. "Beef steak dan lemon squash,” ucap Sania ramah. Sementara menunggu, Sania mengirimkan pesan berisi alamat Christian pada kakaknya. Sania juga membalas pesan singkat dari Christian. From : Christ Can't wait to meet you. Sania mengangkat sebelah alisnya saat membacanya. Christ. Sania menduga Christian-lah yang menulis nama itu di ponselnya saat berada di kantor tadi pagi. To : Christ Kata-kata tadi seperti bukan dirimu yang kutemui tadi siang. From : Christ Wow! Kau bisa mengenalku secepat itu. To : Christ Tidak. Aku hanya berpikir orang yang dingin dan punya tatapan tajam sepertimu, tidak mungkin berkata manis seperti itu. From : Christ Ah.. seharusnya aku tahu kau pasti berpikir begitu. Kapan kau akan datang kesini? To : Christ Entahlah. Mungkin 2 sampai 3 jam lagi. Apa pestanya sudah dimulai? From : Christ Sudah. To : Christ Baiklah. Nikmati saja pestanya. Mungkin Kevan dan wanita penyihir itu akan datang sebentar lagi. Bye. Sania meletakkan ponselnya di atas meja. Ia beralih pada pesanannya yang sudah datang beberapa menit yang lalu. Sania makan dengan cepat dan membayar dengan uang yang sengaja ia siapkan di saku jeans belakangnya untuk keadaan darurat. Ia keluar dan mendapati mobil yang mengikutinya tadi masih di sana. 'Aku tidak bisa membiarkan mereka terus mengikutiku sampai nanti. Aku akan ke sana langsung dan tanyakan apa mau mereka,’ batin Sania dalam hati. Sania berjalan ke arah mobil yang mengikutinya tadi. Mobil tadi seperti ingin kabur, tapi Sania berhasil menghadang mobil itu dengan berdiri dan merentangkan kedua tangannya. Sania mengetuk kaca mobil si pengemudi. tidak lama pengemudi itu membuka kacanya. "Kau? Bukankah kau salah satu orang yang ada di ruangan Christian tadi pagi?" ucap Sania saat melihat orang yang ada di dalam mobil itu. "Ya, Nona,” ucapnya gugup. "Mau apa kau terus mengikutiku,” ucap Sania marah. "Saya hanya mengikuti perintah Tuan Christian, Nona,” "Siapa namamu?" "Seth, Nona" "Kemarikan ponselmu" Seth langsung memberikan ponselnya pada Sania dengan tangan gemetar takut. Sania mengotak-atik ponsel Seth. Terdengar nada sambung dari ponsel Seth dengan mode speaker. "Halo Seth ada apa? Apa terjadi sesuatu dengan Sania?" Mendengar itu Seth menjadi semakin takut. "Christ... apa yang kau lakukan? Kenapa kau menyuruh orang untuk memata-mataiku?" "Sayang.. kau kah itu. Jadi sudah ketahuan ya,” "Christ... aku tidak suka kau mengirim orang untuk memata-mataiku seperti ini. Apa pun alasannya itu. Tarik dia kembali. Dan jangan punya pemikiran sedikit pun untuk melukai Seth. Atau aku akan marah padamu,” "Baiklah.. aku akan melakukan apa pun yang kau minta. Berikan ponselnya pada Seth. Setidaknya aku ingin memakinya,” "Kau tidak boleh melakukan itu. Sudahlah aku jadi terlambat. Aku pergi dulu. Dah..,” ucap Sania lalu mematikan sambungan teleponnya. Sania mengembalikan ponselnya pada Seth. "Sudahlah jangan takut. Jika dia marah atau melukaimu, bilang saja padaku. Tapi aku yakin dia tidak akan berbuat macam-macam padamu. Bukankah ada pesta di rumah Bosmu itu. Pulanglah dan nikmati pestanya,” ucap Sania lalu berjalan menuju mobilnya. Saat Sania membuka pintu mobilnya, ia terkejut saat Seth sudah berada di dekatnya. "Terima kasih, Nona. Terima kasih. Belum ada yang menjamin keselamatan saya selama ini. Terima kasih. Saya akan melakukan apa pun untuk Anda,” ucap Seth berkali-kali membungkuk dengan menyatukan tangannya. Sania tidak nyaman dengan hal itu. "Sudahlah. Tidak usah berlebihan. Tapi sepertinya ada satu hal yang bisa kau lakukan untukku,” ucap Sania dengan smirk evil yang menghiasi bibirnya. • • • • • Sania sudah sampai. Gedung tua tempat transaksi targetnya berada. Targetnya adalah seorang produsen video p***o. Entah apa alasan kliennya menginginkan kematian orang itu. Sania sama sekali tidak peduli. Ia hanya akan melakukan pekerjaan dan menerima bayaran. Itu saja. Pembunuh bayaran. Itulah pekerjaannya. Ia sudah lama melakoni pekerjaan itu. Kurang lebih 4 tahun. Keahliannya dalam menembak ia manfaatkan untuk ini. Ya.. sebenarnya itu karena Kevan yang terus saja mengejeknya dan bilang 'untuk apa punya keahlian tapi tidak menghasilkan uang' begitulah. Dan akhirnya Sania termotivasi untuk menjadikan keahliannya sebagai pekerjaan. Sejauh ini semuanya baik-baik saja. Ia tidak pernah tertangkap atau memang semua orang-orang yang dibunuhnya memang orang kotor sehingga keluarganya menutupi kejadian ini. Entahlah. Awalnya Kevan menentangnya karena menurutnya pekerjaan Sania cukup berbahaya. Tapi karena Sania bilang 'kau yang mengajarkan pekerjaan kotor seperti ini. Pekerjaanmu juga tidak lebih baik dari pekerjaanku'. Akhirnya Kevan hanya bisa pasrah. Dan pekerjaan itu hanya di ketahui oleh keduanya. tidak ada orang lain yang tahu. Hanya antara Sania dan Kevan. Sania turun dari mobil dan berjalan menuju bagasi. Ia membuka bagasi dan menyiapkan pistol yang akan digunakannya. Ia mengantongi beberapa peluru serum dan beberapa peluru buatannya sendiri. Ia memasang peredam pada pistolnya. Ia juga menyelipkan pistol cadangan tanpa peredam di pinggang belakangnya. Ia menaruh pistol dengan peredam dan sudah diisi peluru itu di dalam jaket. Resleting jaketnya ia naikkan ke atas. Yang terakhir. Ia memakai topi hitam untuk menutupi wajahnya. Tapi saat ia melangkah ia menyadari sepatu yang digunakannya tidak nyaman. Jadi ia mengganti ankle boots-nya dengan sneakers hitam. "Sudah. Semoga saja aku tidak terlambat,” Sania berjalan hati-hati memasuki gedung tua itu. Ia mendengar suara percakapan seseorang di dalam. Targetnya ada di sana. Berdiri ditengah-tengah gedung dan sedang berbicara di telepon. Sepertinya itu telepon dari konsumennya. Sania mengambil pistol yang ada dibalik jaketnya. Samar-samar Sania mendengar kalau konsumen pria itu akan terlambat 20 menit. Saat targetnya menyudahi acara teleponnya. Sania mulai mengarahkan pistolnya ke arah pria itu. Tepat di kepalanya. Shhhhooot... 'Berhasil. Kini satu tugas lagi,’ ucap Sania dalam hati. Klien Sania meminta untuk memusnahkan barang-barang yang dibawa oleh pria itu. Termasuk dvd dan cd video yang dibawanya. Sania masukkan kembali pistolnya. Ia lalu memakai sarung tangan dan berjalan mendekat menuju pria yang sekarang tergeletak dengan darah yang mulai keluar dari kepalanya. "Kau__ si__ap__akhhh___" Dan selanjutnya pria itu mati. Peluru yang digunakan Sania berisi cairan yang dapat mematikan saraf dalam waktu singkat. Bersyukurlah karena dulu ia mengambil jurusan Sains. Sania membuka tas yang ada di dekat pria itu. Ia melihat banyak sekali dvd dan cd di sana ada juga beberapa flashdisk dan hardisk di sana. "Apa ini??? Apa ini di beri judul sesuai dengan nama wanita yang ada di videonya,” Sania membaca satu persatu judul di sana. "Jessica West, Miranda Eeller.. banyak sekal____ apa ini?? Karen Clorin? Apa ini benar berisi tentang wanita penyihir itu. Wahhh... ini pasti hari keberuntunganku,” Sania tersenyum lebar saat melihat beberapa dvd dan 1 hardisk berjudul Karen Clorin. Ia membawa tas itu keluar dari Gedung tua yang gelap itu. • • • • • Di tepi sungai yang sepi.. Sania mengeluarkan semua benda-benda yang ada di tas. Termasuk hardisk dan flashdisk. Ia langsung menyiram benda-benda itu dengan bahan bakar. Ia membakar barang-barang itu dengan korek api, langsung tercipta api besar dan beberapa kali menimbulkan suara letusan kecil. Entah sudah berapa lama Sania di sana. Ia tidak tahu. Lagi pula ia menikmati suasana sepi di sana. Hanya ada suara air mengalir dengan cahaya dari api yang ia ciptakan untuk membakar barang-barang tadi. "Apa benar nama penyihir itu Karen Clorin? Nama Karen kan banyak dan pasaran,” "Sudahlah ku bawa saja. Siapa tahu ini memang punyanya. Aku akan berikan ini pada Kevan,” Sania duduk di kursi pengemudi mobil yang pintunya dibiarkan terbuka. Ponselnya sengaja ia matikan setelah ia menghubungi kliennya untuk segera mengirimkan uangnya. "Sepertinya ini sudah tengah malam. Sebaiknya aku hidup kan ponselku lagi" Sania mengambil ponsel yang ada di dashboard, tepat di depannya. Ia menghidupkan ponsel itu dan ditaruhnya kembali ke tempatnya lagi. Ia berjalan menuju bagasi mobil. Ia menaruh peluru dan pistol yang diambilnya kembali ke sana, tapi tidak yang ada di pinggangnya ia membiarkan pistol itu di sana. Ia juga menaruh topinya di sana dan mengganti sneakersnya dengan ankle boots yang sebelumnya dipakainya. "Siapa yang menelepon malam-malam begini?” ucap Sania saat mendengar ponselnya berbunyi. Sania menutup bagasinya kesal lalu berjalan ke arah kursi kemudi yang memang pintunya terbuka. Ia duduk di sana dan mengambil ponselnya. "Seth.,” gumam Sania saat melihat ID caller yang tertera dilayar ponselnya. Sania langsung menerima telepon itu. “Halo.. Nona. Cepatlah kemari. Di sini sedang kacau. Aku tidak bisa menjelaskannya di telepon. Cepatlah, Nona,” Sambungan langsung terputus. Sania langsung meletakkan ponselnya kembali lalu duduk dengan benar di belakang kemudi dan menutup pintu. Ia kemudian bergegas melajukan mobilnya pergi menuju rumah Christian. "Semoga tidak terjadi hal buruk di sana,” Sania langsung menambah kecepatan begitu ia sudah berada di jalan aspal. "Ayo Sweety.. bantu aku agar bisa lebih cepat sampai di sana,” Sania melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimum. Yang ada di kepalanya sekarang hanya ia harus cepat sampai dengan cepat di rumah Christian. • • • • • Sania membanting pintu mobilnya dan berlari masuk ke dalam rumah Christian. Mulanya ia kebingungan saat sudah berada di dalam. Tapi beruntung ia mendengar suara gaduh, jadi ia tahu dimana orang-orang berada. Ia memutuskan mengikuti suara gaduh itu. Ia berjalan menuruni tangga panjang di depannya dengan sedikit berlari. Saat di pertengahan tangga, ia terbelalak terkejut dengan apa yang terjadi di bawah sana. Ia tidak percaya telah melihat itu semua. "APA YANG TELAH TERJADI DI SINI!!!" Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN