Lilian terkekeh mendengar kakak seniornya di panti yang langsung merasa curiga. Menurutnya memang tidak salah juga, sebab berhasil mendapatkan uang puluhan juta dalam satu hari, itu rasanya mustahil. Dan Lilian sangat beruntung. Dia sendiri bahkan tidak percaya ada uang segitu banyaknya di saldo rekeningnya. Selama ini uang gajinya saja hanya numpang lewat, karena harus dipakai untuk kebutuhan rumah yang tidak tercukupi dengan uang belanja bulanan sebesar satu juta saja dari Edwyn.
“Tenang saja Kak Wina, uang ini halal kok.”
“Hmm tapi nanti kamu harus tetap cerita ya, darimana dapat uang itu!”
“Iya. Iya, Kak Wina.”
Mungkin karena terganggu suara Lilian, atau karena sudah haus kembali, Naomi terlihat menggeliat dan mencoba membuka kedua matanya. Lilian melihat itu.
“Kak Wina, sudah dulu, ya. Aku ada pekerjaan. Pokoknya nanti sepulang kerja aku akan langsung ke panti. Dadah Kak Wina.”
“Dahh, Sayang.”
Sambungan telepon ditutup. Lilian meletakkan handphone di atas meja di depan sofa. Kemudian perlahan dia mendekati tempat tidur berukuran king di tengah ruang kamar. Naomi terlihat begitu mungil di tengah-tengah tempat tidur.
Lilian masih hanya memperhatikan sampai akhirnya Naomi benar-benar menangis. Lilian tersenyum, lalu perlahan dia naik ke tempat tidur lalu membelainya lembut sambil mengajak ngobrol.
Mendengar suara Lilian, Naomi sontak mencondongkan tubuh mungilnya ke arah Lilian, sambil berusaha menjulurkan leher, mulutnya juga terbuka dan seperti sedang menghisap.
“Hmm sudah haus lagi ya, Naomi.” Perlahan Lilian mengangkat Naomi lalu mulai menyusuinya dalam posisi duduk. Naomi mulai menghisap dengan sangat lahap, dan perlahan kedua matanya terlihat berat kembali. Rupanya Naomi memang masih mengantuk.
Setelah Lilian yakin Naomi sudah terlelap kembali, perlahan dibaringkannya kembali tubuh Naomi di atas kasur. Namun baru saja kedua tangan Lilian dilepaskan dari tubuh mungilnya, Naomi kembali menggeliat dengan raut wajah kesal.
Segera Lilian berbaring di samping Naomi lalu menyusuinya kembali, kali ini dalam posisi berbaring. Maksudnya supaya Naomi cepat tertidur kembali dan tidak terganggu karena harus diangkat ke pangkuan.
Namun ternyata tidak seperti harapan Lilian, Naomi justru masih terus menghisap dan seperti tidak mau lepas. Sehingga akhirnya Lilian ikut mengantuk. Tanpa sadar dia ikut tertidur di samping Naomi.
Di ruang kerjanya, Axel sudah akan mentrasfer uang tiga puluh juta pada Lilian, tapi dia teringat tadi belum menanyakan nomor rekeningnya. Sebab jika di kantor tentu saja p********n gaji karyawan bukan urusannya.
“Huffttt! Aku tanya saja sekarang,” desisnya kemudian berjalan keluar dari ruang kerja. Axel langsung menuju kamar Naomi, dia yakin Lilian masih di sana.
Axel mengetuk pintu kamar beberapa kali, tapi tidak ada suara dari dalam. Akhirnya Axel memutuskan langsung membuka pintu saja. Keningnya mengernyit ketika melihat ke arah tempat tidur. Dari kejauhan terlihat tangan Lilian sedang memeluk tubuh Naomi. Axel tersenyum tipis melihat itu. Dia jadi membayangkan Naomi sedang dipeluk mamanya.
Setelah menutup pintu kamar kembali, Axel berjalan mendekati tempat tidur. Namun begitu dia telah di sisi tempat tidur, sontak senyuman tipis di wajahnya memudar. Raut wajah Axel menjadi tegang seketika. Kedua bola matanya membulat sempurna dengan kedua alis terangkat.
Axel sampai menahan napasnya ketika sorot matanya terus memperhatikan pemandangan indah yang terbentang di atas tempat tidur.
Naomi tampak sesekali masih menghisap putting p******a kanan milik Lilian. Sedangkan yang sebelah kiri terekspos hampir setengahnya. Bagaikan ingin menyeruak keluar dari bra yang tampak kesempitan. Begitu bulat menantang, membuat sisi kelelakian Axel bangkit seketika.
Namun detik kemudian Axel seperti melihat sesuatu yang janggal. Keningnya mengernyit. Axel memicingkan mata untuk mempertajam penglihatan. Dari bagian p******a yang tertutup bra, seperti menyembul warna kebiruan yang pekat.
Axel sedikit membungkuk supaya wajahnya bisa semakin dekat. Benar saja, begitu penglihatannya sudah semakin jelas, Axel yakin itu adalah lebam pada kulit p******a Lilian yang putih mulus.
“Ah! Bapak lagi lihat apa?!”
Axel terkejut. Dia langsung menegakkan badan. Ternyata Lilian sudah bangun dan melihat Axel sedang menatap payudaranya dengan begitu intens. Segera dia menutup bagian dadanya yang terpampang nyata itu dengan bantal. Lilian menatap sang bos penuh curiga.
“Ohh Lilian, jangan salah paham! Oke?! Saya bukan sedang memperhatikan payudaramu! Eh maksud saya—”
“Tuh, kan! Pak Axel, kenapa begitu? Tega sekali, padahal saya seadng bekerja sebagai ibu s**u anak Bapak!” Lilian sedang marah, tapi nada suaranya tetap dia taham supaya jangan sampai berteriak. Dia menjaga Naomi supaya tidak merasa terganggu dengan suaranya.
Axel menggeleng beberapa kali. “Percayalah, Lilian. Saya nggak bermaksud sama sekali. Tadi itu saya masuk kesini karena ingin tanya nomor rekeningmu. Lalu saya lihat kamu sedang tidur bersama Naomi. Itu nggak masalah. Tapi yang menjadi masalah adalah, saya melihat lebam cukup besar di payudaramu. Apa itu perbuatan suamimu, Lilian?!”
Maksud dari pertanyaan Axel adalah, tentu saja itu perbuatan suaminya, tidak mungkin dia menyakiti p******a sendiri, lalu kenapa suaminya berbuat seperti itu?
“Kenapa dia berbuat seperti itu padamu, Lilian?” Akhirnya pertanyaan sesungguhnya keluar sebab Lilian hanya diam.
“Maaf, Pak. Tapi itu bukan urusan Bapak.”
“Ohh … jadi benar itu adalah perbuatan suamimu?!”
“Saya nggak bilang begitu, Pak Axel.”
“Jadi itu bukan perbuatan suamimu, Lilian?!”
Lilian diam. Dia bingung harus menjawab jujur atau tidak menjawab sama sekali. Karena Axel terus mendesaknya. Sedangkan dia tidak terbiasa berbohong.
“Oke! Itu adalah perbuatan suamimu.” Axel tahu persis, jika wanita hanya diam tidak menjawab, itu berarti jawabannya adalah iya.
“Tapi Pak, apa hubungannya dengan Bapak? Maksud saya, bisakah kita nggak membahas ini?” Naomi sudah duduk dan mengancingkan kemejanya. Sebab Naomi sudah benar-benar terlelap sekarang.
“Lilian, kamu adalah ibu s**u anakku, dan itu!” Axel menatap pada sepasang p******a montok milik Lilian yang tersembunyi di balik kemeja seragam kerjanya yang tampak ketat.
Sontak Lilian menyilangkan kedua tangan di depan dadanya.
Axel beralih menatap ke dalam netra Lilian yang tersirat kesedihan. “Dan itu adalah aset milikmu yang harus dijaga dengan ketat sebab otomatis juga menjadi milik Naomi.”
“Hah?! Saya nggak mengerti apa maksud Bapak.”
Axel mendengkus malas seraya mengibaskan tangannya di depan wajah. “Ya sudahlah kalau kamu nggak paham, nanti saya kasih surat kontraknya saja. Sekarang, berapa nomor rekeningmu? Mau saya transfer tiga puluh juta.”
Sontak kedua bola mata Lilian membulat sempurna. Dia terlihat senang sekali.