Ujung jarum pendek sudah tertuju tepat ke arah angka satu. Iringan suara jangkrik dan burung hantu benar-benar menambah aura malam mencekam yang sebenarnya.
Dan laki-laki yang saat ini berbaring di ranjang ukuran 160 x 200 itu baru saja memejamkan matanya beberapa menit yang lalu.
Hanya saja sekarang remaja laki-laki dengan wajah yang babak belur itu nampak mengucurkan keringat dingin dari sekujur tubuhnya.
Tubuh yang bisa di bilang cukup kekar di banding usianya saat ini, juga sudah di penuhi lebam-lebam biru ke ungu-an. Jangan lupakan bercak-bercak darah kering yang belum di bersihkan sepanjang wajah dan tangannya, membuat seprai putih di sana terlihat sangat kotor karena noda darah.
"Eng-enggak."
Laki-laki itu berbicara dengan rintihan, tapi kedua matanya masih setia terpejam erat. Bibir yang awalnya sempat sobek di tiga bagian, akhirnya kembali mengeluarkan darah setelah di buat berbicara.
"Enggak."
Kepalanya mulai bergerak gelisah ke kanan ke kiri, dengan kedua tangan yang terkepal kuat.
"Kenapa ... Shh." Rintihannya makin menjadi-jadi. Dia bahkan sampai menggigit bibir bawahnya yang masih mengeluarkan darah itu, hingga makin memperlancar darah dalam keluar.
Dan tiba-tiba, dia mulai terisak menangis dalam tidurnya.
Lima menit.
Hanya lima menit. Karena setelahnya. Tangis laki-laki itu berhenti seiring dengan matanya yang mulai terbuka lebar.
Laki-laki itu hanya terdiam tak dapat bergerak, karena memang tubuhnya terasa sangat sakit untuk sekedar di gerakkan, jadi ia hanya bisa memejamkan mata sambil merasakan dadanya yang benar-benar sangat sesak.
"Si iblis itu ..."
Sial!