Deru motor-motor yang melaju di jalanan, mengaum keras hingga sampai ke telinga orang-orang di sekitar, salah satunya Eros, pemuda 17 tahun yang saat ini mengenakan setelan seragam putih abu-abu khas anak SMA dengan sangat rapi.
Rambut lembut nan pendek sesuai aturan sekolah langsung berkibas sedikit saat Eros menggelengkan kepalanya pelan, karena merasakan telinganya yang cukup pengang mendengar suara deru motor bak petasan itu.
Mata Eros mengintip ke arah jalanan lewat jendela bus yang ia tumpangi pagi ini. Ia melihat ada tiga laki-laki berseragam SMA _sama seperti dirinya_ tengah menaiki motor butut yang sudah di modif dengan segala perintilan mengganggu seperti knalpot yang sengaja di ubah menjadi suara keras dan ban kecil-kecil seperti ban sepeda bocil.
Eros menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan orang-orang itu. Harusnya mereka sadar diri kalau suara knalpot-nya sangat-sangat mengganggu pendengaran orang sekitar.
Ah, terserahlah. Lagi pula itu bukan urusan Eros juga kan. Yang penting bukan dirinya yang membuat keributan seperti itu.
Eros pun mengeluarkan suatu benda berwarna putih dari satu celananya, ternyata itu sebuah earbuds yang mana akan ia gunakan agar setidaknya suara deru mengganggu di luar tak menusuk-nusuk telinganya, atau bisa di katakan earbuds bisa mengurangi k*******n suara deru motor.
Sepasang earbuds itu di pasangkan pada kedua sisi telinga kanan dan kiri Eros, hanya saja saat ia hendak menekan tombol play di layar ponselnya ia malah tidak sengaja mendengar gerutuan ibu-ibu yang duduk di depannya.
"Anak jaman sekarang, motor bagus-bagus malah di bikin kayak terompet sangkakala kayak gitu."
Awalnya Eros ingin tertawa mendengarnya, tapi ia sebisa mungkin menahan. Lagi pula apa yang di katakan wanita ber badan besar yang kira-kira berusia 50 tahunnya itu ada benarnya.
"Iya buk, anak sekarang mah gitu. Nggak bisa di atur, masih SMA tapi penampilan urakan kayak preman pasar, rambut udah persis sarang burung belom lagi celananya pada ketat-ketat tinggal nunggu sobek aja pas di buat jongkok itu, duh."
Eros hanya bisa mengamati percakapan asyik ibu-ibu di depannya. Kenapa kata-kata mereka seolah mengatakan jika semua anak muda itu nakal dan urakan ya. Padahal kalau ibu itu sudah lihat ke belakang, lebih tepatnya ke arah dirinya, pasti ibu itu akan sadar jika tidak semua anak seperti ini. Lihat penampilan Eros yang rapi, rambutnya juga sesuai, bajunya memenuhi syarat aturan pendidikan tidak ketat dan di masukkan, sangat-sangat mencerminkan siswa baik dan teladan.
Tapi, terserah lah, ibu-ibu itu memang sedang mengutarakan kekesalannya terhadap remaja-remaja di luar tadi bukan.
Eros melanjutkan aktifitasnya yang tertunda tadi, yakni memutar lagu di layar ponselnya.
Alunan musik dari penyanyi lawas yang mendunia itu langsung memenuhi pendengaran Eros. Sejujurnya selera musik Eros terbilang sedikit kuno, tapi Eros tidak peduli karena itulah yang malah membuatnya langsung tenang ketika mendengarkan perpaduan suara dan musik yang menurutnya sangat pas.
Lagu yang ia putar sudah berganti judul tiga kali, jadi kemungkinan besar Eros sudah hampir sampai di tempat yang ia tuju, yakni SMA Andara.
SMA Andara adalah salah satu sekolah menengah atas swasta yang bergengsi, karena berisikan murid-murid pintar, good-looking, dan ber-uang tentunya. Dan Eros sendiri baru pindah ke sekolah itu kurang dari 2 bulan yang lalu.
Eros adalah murid yang lumayan pintar, dan dari kepintarannya itulah ia bisa mendapat beasiswa penuh hingga akhir pendidikannya di SMA, dengan syarat Eros harus mempertahankan semua prestasinya.
Kadang Eros sedikit ragu, ia adalah murid baru di awal kelas 11 ini, tapi kenapa guru-guru mempercayai semua prestasinya, padahal jelas belum ada uji coba dan lain sebagainya, beasiswanya ada hanya dengan mengajukan raport SMA-nya yang lama, apa memang sistem di sekolah ini begini ya?
Eros tiba-tiba tersadar dari lamunannya, saat merasakan bus yang ia naiki ini terhenti. Dan benar bukan seperti dugaan Eros tadi, kalau bus memang sudah hampir sampai.
Bus ini berhenti di salah satu halte yang berjarak 30 meter dari sekolah SMA Andara. Dan Eros pun segera turun dari sana, sebelum Bus ini melaju lagi melanjutkan perjalanan.
Hanya dirinya saja yang turun, sedangkan penumpang lain masih setia duduk di kursi masing-masing. Ya mungkin karena di halte ini rata-rata para pelajar saja yang turun atau naik.
Eros berhasil turun dari dalam bus setelah mengucapkan terimakasih kepada sang supir.
Ia menghirup udara pagi ini dalam-dalam sejenak. Matanya melirik jam tangan hitam yang ia pakai, hm, waktu masih menunjukkan kurang dari setengah 7 pagi. Jadi ia benar-benar akan bersantai saat berjalan menuju kelas _tidak perlu terburu-buru_.
Jika kalian penasaran mengapa Eros berangkat sepagi ini, sedangkan kegiatan belajar mengajar baru akan di mulai pukul 7.30, alasannya hanya satu, Eros malas jika bertemu dengan murid-murid lain. Ia lebih suka berangkat lebih cepat, dan pulang lebih lambat dari yang lain. Hanya agar tak bertemu orang-orang sekitar.
Eros membenarkan letak tas punggungnya, earbuds nya masih terpasang sebelah _di telinga kanannya_. Ia pun melangkah pelan menuju sekolah. Nikmat sekali pagi ini, cuaca cerah namun tidak panas, sejuk dan sedikit berangin.
Eros memasuki gerbang sekolah, dan ia langsung menganggukkan kepala menyapa bapak Ahmad, si penjaga gerbang yang terkenal tegas tapi juga baik itu. Pak Ahmad sampai hafal dengan Eros, anak baru ganteng yang selalu berangkat pagi-pagi.
Meski Eros cenderung anak yang pendiam, tapi sebenarnya ia tidak sombong, dan saat bertemu dengan orang-orang yang di kenal, Eros selalu menyapa meski tanpa mengeluarkan kata.
Kawasan sekolah benar-benar sangat sepi, persis seperti hari-hari sebelumnya selama hampir 2 bulan ini.
Eros terus melangkah berjalan menuju kelasnya, tepatnya ke arah 11 IPA 2, yang terletak di lantai dua. Dan ia harus melewati kawasan kelas 12 yang benar-benar sangat sepi itu. Ia berpikir mungkin anak-anak kelas 12 jarang yang rajin berangkat pagi karena sudah malas cepat-cepat berada di sekolah. Sedangkan kalau masih kelas 10 atau kelas 11, masih dalam fase rajin-rajinnya.
Langkah Eros tiba-tiba terhenti, ketika ia melewati depan kelas 12 IPS, ia mendengar suara percakapan. Ah, ternyata Eros salah besar, ada anak kelas 12 yang sudah berangkat sepagi ini toh. Tapi selama hampir 2 bulan lamanya Eros berangkat pagi, inilah kali pertama ia melihat kakak kelas sudah ada yang tiba.
Tunggu,
Mata Eros sontak membulat, ia tidak sengaja menangkap sosok laki-laki dan perempuan _berseragam sama seperti dirinya_ berada di pojok ruangan.
Melihat hal itu pun langsung membuat pikiran Eros kemana-mana, tapi sebisa mungkin ia menghalaunya. Bagaimana tidak berfikiran kotor, kalau saat ini si perempuan tegah di himpit di pojokan oleh si laki-laki. Tidak mungkin bukan mereka hanya berbicara normal dengan posisi seperti intim seperti itu, pasti mereka melakukan hal tabu, pasti.
Sudahlah, ini bukan urusan Eros juga. Malah-malah ia yang akan mendapat masalah jika terus berada di sini.
Brakkk...
Tapi tiba-tiba saat ia hendak melangkah maju, telinga Eros mendengar suara keras dari dalam kelas 12 IPS 3, seperti sebuah benda besar telah berhasil menabrak meja.
Dan benar saja saat ia menoleh, ia melihat si laki-laki tadi tengah terjengkang dengan bangku-bangku yang sudah berserakan ke belakang, sepertinya benar meja tadi sempat di tubruk oleh si pria. Dan pelaku dari terkaparnya si laki-laki mungkin ...
Gadis itu?
Tapi bagaimana bisa?
"Aku nggak mau putus!" Laki-laki yang masih setia terkapar di lantai itu berucap dengan pelan. Jelas jika dia tengah menahan kesakitan.
Eros sendiri sampai membulatkan matanya mendengar ucapan itu, ternyata soal percintaan. Tapi kenapa sampai seperti ini. Dan siapa perempuan itu? Eros ingin melihat wajahnya tapi perempuan itu berdiri memunggunginya.
"Terserah. Lo udah tau konsekuensi sejak awal. Jadi harus terima lah." Perempuan itu berjongkok tanpa rasa bersalah, dan mulai berbicara sesuatu pada si laki-laki, hanya saja Eros tak dapat mendengarnya.
Eros berdecak pelan, merutuki kebodohannya sendiri, karena rela membuang waktunya hanya demi menonton drama tidak berguna seperti ini. Harusnya ia pergi dan duduk manis di kelas sambil membaca buku, bukan malah berdiri melongo di sini.
Setelah sadar akan kesalahannya, Eros pun segera melanjutkan langkahnya menuju kelas.
Sampai tanpa sadar perempuan yang tadi memunggungi Eros, tengah menatap kepergian Eros dengan mata memicing.