PART 8

1250 Kata
"Papi sudah temui mereka, Denis. Besok Papi akan minta Mami untuk bertemu lagi dengan Saripah dan Ibunya, tapi kau harus berjanji untuk pindah ke Medan setelah menikah!" tegas Bimo Prasetyo saat mengunjungi putranya di rumah tahanan kota Kapolres Depok. "Terserah apa maunya Papi aja. Intinya Denis cepat bebas dari sini dan bisa menikah dengan Saripah secepatnya!" sahut Denis yang sudah tidak sabar ingin bebas dari tahanan, "Jadi kapan penangguhan penahanannya akan disetujui, Pi? Aku capek terus-terusan tidur pakai kardus doang!" "Papi sudah mengatur jadwal untuk bertemu dengan Kapolda Metro Jaya, Denis. Akan Papi ceritakan segala kronologis yang terjadi di sini, termasuk hasutan dari Kasat Reskrim sehingga surat penangguhan penahananmu di tolak oleh Kapolres sialan itu. Jadi diam lalu tunggu manuver yang akan Papi buat dengan Pak Firman, dan jangan sampai rencana ini bocor kemana-mana!" bisik Bimo Prasetyo, tepat di telinga sang putra. Satu seringai terbit dari sudut bibir Denis, lalu ia mengangguk sebagai jawaban atas bisikan yang masuk ke telinganya tadi, "Terus bagaimana kabar Saripah, Pi? Apa dokter bilang dia hamil?" dan bertanya setelahnya. Mendengar pertanyaan tersebut, tentu saja amarah Bimo Prasetyo meletup seketika. BRAKKK... "Sebenarnya apa yang kamu harapkan selain membuat Papi malu sejak dulu, Denis? Masih belum cukup kamu bekerja di Mall dan memerkosa anak orang? Astaga! Cukup, Denis! Setelah ini jangan buat masalah lagi dan turuti semua perkataan Papi! Camkan itu baik-baik!" Pria tua itu memukul meja kayu di depannya, memekik keras hingga melupakan norma kesopanan yang katanya selalu ia terapkan lalu bangkit dan pergi dari hadapan sang putra. Sayangnya Denis tak peduli dengan sikapnya yang blak-blakan tentang Saripah, karena memang pria gila itu sudah terobsesi dengan adik kandung sang mantan preman--Jimmy Waluyo. "Akan aku lakukan apa pun demi Saripah, Papiii...! Jangan lupakan tentang perjanjian ke Medan ituuu...!" teriak Denis, membuat seorang anggota polisi menghampirinya. "Jangan berteriak, Pak Denis! Ini kantor polisi!" tegas polisi itu sembari mengiring Denis kembali ke dalam sel. Sayangnya langkah keduanya harus terhenti, ketika seseorang bersuara dari arah belakang punggung mereka, "Tunggu dulu, Pak Seno. Ada seseorang lagi yang ingin bertemu dengan orang itu. Biarkan dia kembali duduk di sini." Tak ayal Denis dan bapak polisi bernama Seno itu pun berbalik, lalu menemukan seorang pria asing dari balik punggung polisi yang berbicara tadi. "Baik, Pak Tommy. Silahkan ditangani kalau begitu," ucap Pak Seno, kemudian berlalu dari hadapan ketiga pria tersebut. "Mari, Pak. Tahanan yang ingin Bapak temui sudah ada. Bapak bisa membesuknya di sini," ujar Pak Tommy menunjuk sebuah meja dan dua buah kursi di depannya, "Tapi Anda hanya memiliki waktu dua puluh menit saja," lalu kembali menjelaskan aturan yang berlaku tentang jam besuk tahanan. Setelahnya polisi berpangkat Ajun Brigadir Polisi Dua itu pun pergi dari sana, sehingga kini yang tersisa adalah Januar Arifin dan juga Denis Prasetyo. Sayangnya hanya sepuluh detik keheningan terjadi di antara mereka berdua, karena di detik kesebelas Denis segera menyerang Januar dengan kata-kata menusuk, "Mau apa lo ke sini, hah? Mau nyuruh gue nggak usah nikahin Saripah? Jangan mimpi, b******k! Gue yang harusnya memiliki Saripah, karena sedikit lagi dia pasti bakalan hamil. Ngerti lo?!" sampai Denis yang terbiasa sabar, seperti tak dapat lagi menahan rasa emosional dalam dirinya. BRUGH "Bajingannn...! Kenapa kamu lakukan ini ke dia, hah?! Apa pantas seorang laki-laki menggunakan cara kotor seperti ini untuk mendapatkan obsesinya?!" BRUGH BRUGH BRUGHHH... Sebuah aksi perkelahian  terjadi di sana dan polisi bernama Tommy tadi, kembali berlari untuk melerai. "Siapa yang menyuruh kalian berdua berkelahi di sini, hah?! Ini kantor polisi bukan ring tinju!" teriaknya di tengah usaha yang tak mudah, karena Januar terus saja memukuli wajah Denis. Namun tak lama kemudian Januar dapat diatasi, tentu saja setelah dua orang anggota polisi lain ikut membantu memisahkan. Denis pun kembali digiring menuju ke sel, dan Januar di bawa menuju ke arah meja depan untuk di interogasi. Januar terpaksa berbohong, dengan alasan Denis yang lebih dulu memulai api pertikaian, hingga akhirnya ia pun dibebaskan juga. "Benar-benar nggak ada gunanya aku ketemu sama si b******n itu di sini! Dia memang manusia gila, yang seharusnya dihindari!" kesal Januar, membuka pintu mobil yang biasa ia pakai untuk bekerja. Kendaraan roda empat tersebut melaju kembali di jalan raya, membawa setumpuk masalah yang semakin kusut di kepala Januar.  Bip bip bip bip bip bip bip bip Tapi baru saja lima ratus meter pergerakan mobil terjadi, ponsel milik sang sopir taksi online itu berbunyi dan dengan cepat ia menggeser ikon hijau yang tertera di layarnya.  "Halo, Jim?" sahut Januar, karena memang nama sang mantan preman itu tertera di sana tadi. "Elu datang ke Rumah Sakit sekarang bawa penghulu, bawa dua orang saksi, bawa bokap sama nyokap lo sama bawa juga seperangkat alat sholat karena hari ini juga gue mau elu nikah sama Ipah. Bisa, kan?!" tegas Jimmy dan ponsel pun terjatuh dari genggaman Januar. "Astaga! Apa nggak salah ini? Ya Allahhh... Ini serius?!" teriak Januar kegirangan, bersamaan dengan satu tangannya yang berusaha menggapai ponsel di bawah kakinya. Sayang sekali rasa bahagia itu ternyata hanya berlangsung sebentar saja, karena dari sebuah mini melaju dengan kecepatan kencang dan merubah segalanya. "Allahuakbarrr...! Arghhh...!" BLAMMM... Mobil yang dikendarai oleh Januar seketika terseret hingga ratusan meter ke arah belakang, bahkan kendaraan tersebut pun masuk ke dalam sebuah got besar demgan keadaan terbalik. Jangan tanyakan bagaimana keadaan Januar Arifin kini, sebab ia sempat membuka sabuk pengamannya saat hendak mengambil ponsel. Sementara di ujung telepon, Jimmy keras. Sehingga Jenny harus dibuat kesal dengan sikap suaminya itu. "Astagfirullah, Bang! Kenapa pake acara teriak-teriak segala sih?" tegur Jenny melipat kedua tangan di d**a. "Ck! Udah kamu diam aja deh, Sayang. Abang tuh lagi kesel sama si Januar. Masa teleponnya tiba-tiba putus kayak gini, yang bener aja dia? Harusnya 'kan dia girang, karena Abang udah berhasil bujuk Ipah biar mau terima lamaran dia. Egh, malah dimatikan aja. Mana Abang belum selesai ngomong lagi. Kampret nggak tuh namanya?!" sahut Jimmy menjelaskan, "Awas aja dia kalo udah ketemu nanti! Bakalan Abang piting lehernya sampai bengkok!" lalu kembali mengumpat. Alhasil Jenny kembali mencoba menenangkan sang suami, "Jaringannya lagi nggak baik kali, Bang. Coba telepon sekali lagi deh. Kali aja nyambung ke handphone Bang Jan--" Namun Jimmy lebih dulu meletakkan kedua tangan di pinggang dan membesarkan bola matanya, "Si Januar! Enak aja panggil dia Abang segala. Nggak boleh sebut nama dia sama kayak aku! Dia itu bakalan jadi Adik ipar kamu, bukan Kakak ipar apalagi calon Suami kayak dulu. Jadi mulai sekarang semua harus dirubah total! Ngerti?!" sebelum akhirnya ia memarahi sang istri dengan seabrek uneg-uneg dalam hatinya. Jenny yang kesal, memilih untuk menjawab ucapan suaminya, "Ya Allah, Banggg... Kenapa sih cemburuan terus? Lah emang dia lebih tua kan dari pada Jenny. Masa aku nggak ada sopannya sekali sampai harus panggil nama doang? Resek banget sih jadi laki, dasar egois!" kemudian beranjak dari kursi kantin menuju ke ruang rawat inap yang ditempati oleh Saripah. Anehnya kali ini Jimmy memilih untuk terus menekan nomor ponsel Januar secara berulang-ulang, karena memang perasaannya mulai tidak tenang. "Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jang--" Klik Akan tetapi nomor ponsel Januar sama sekali tidak dapat dihubungi, dan pada akhirnya Jimmy harus kembali mengumpat dalam hati, "Aduh ini bocah sialan bener deh ah! Kenapa malah mati terus handphonenya nih? Ya kali acara nikahan ini harus cepet-cepet terlaksana. Soalnya kalo sampai tunggu besok atau lusa, bisa-bisa si Saripah jadi berubah pikiran terus minta nikah sama si b******k itu lagi. Kan bego namanya! Sialannn... Arghhh...!" kemudian berlalu untuk mengejar Jenny yang kemungkinan sedang marah padanya. Jimmy mencoba menurunkan emosi dengan berpikir positif tentang daya di ponsel Januar yang habis tiba-tiba, dan berjanji akan menghubungi sopir taksi online itu sebentar lagi. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN