"Bulan, tunggu apa lagi pergilah pulang." ucapan Surya membuat Bulan kembali ke dunia nyata. Sontak gadis itu berusaha melepaskan diri akan tetapi genggaman Surya tak kian melonggar.
"Mm ... Tuan bagaimana saya bisa pergi dari sini? Anda saja memegang tangan saya dengan erat." Surya lantas menjatuhkan pandangan pada tangannya yang masih menggenggam hangat tangan Rembulan.
Dalam hati dia merutuk pada dirinya sendiri kenapa bisa dia tak sadar sedang menggenggam tangan milik pelayan pribadinya? Apa mungkin karena tangannya sangat lembut?
Setelah diteliti dengan baik, Surya menyadari tangan Bulan halus persis seperti pipi sang gadis misterius. "Tuan!" panggilan dari Bulan membuat Surya sadar kemudian melepaskan tangan secara perlahan.
"Kalau begitu saya undur diri Tuan." Bulan pun masuk kembali ke dalam mobil sedang Surya berdebat dengan Galaksi.
Pria itu tampak kecewa saat melihat mobil yang ditumpangi Bulan pergi. "Hei jangan pasang raut wajah kecewa begitu. Aku harap ini adalah pertama kali sekaligus terakhir kalinya kau bertemu dengan Bulan."
Galaksi tentu saja terkejut. "Kau keterlaluan sekali! Aku bahkan tak bisa menyapa gadis itu karena kau!"
"Terserah apa katamu. Pergilah, jangan buang waktuku."
"Apa kau sadar? Kau yang membuang waktumu sendiri dasar b*****h tampan!" ejek Galaksi kesal.
"Terima kasih atas pujiannya." Setelahnya Surya melenggang pergi dari tempat itu membuat Galaksi makin kesal saja.
Baiklah untuk kali ini Surya bisa menang tapi hanya sementara. Galaksi akan mendatangi kediamannya untuk bertemu lagi dengan Bulan sebab dia masih penasaran dengan gadis itu.
Sekilas dia mengingat Bulan dari indera penglihatannya dan mengira-ngira. Memiliki wajah oriental, kulit kuning langsat dan tidak terlihat kusam. Rambut di tata rapi, tubuh yang bagus. Mendadak Galaksi tertawa sendiri membuat beberapa orang yang berada di tempat parkiran menatapnya aneh.
"Ternyata Surya tahu bibit unggul."
❤❤❤❤
Sampai di rumah, Bulan menegak minuman dingin yang dia dapat di kulkas. "Ahh ...." leguhnya setelah merasakan segarnya air dingin di kerongkongannya yang kering.
Bulan kembali teringat dengan genggaman hangat dari Surya dan entah kenapa Bulan masih bisa merasakannya seakan membekas di tangan miliknya.
Semburat merah muncul begitu saja namun segera ditepis oleh Bulan. "Tidak boleh Bulan, jangan memikirkan Tuan Surya. Ingat kau di sini bekerja, jangan sampai kau punya perasaan terhadap pria itu." monolog Bulan pada dirinya sendiri.
"Bulan, kenapa kau termenung di situ?" Suara Dona mengejutkan Bulan. Dia pun memutar tubuh untuk memandang wanita paruh baya tersebut.
"Apa kau sudah memberikan dokumen yang disuruh Tuan Surya?" tanya Dona menyelidik.
"Sudah Ibu Dona."
"Bagus. Kau cekatan dan pandai menyelesaikan pekerjaanmu, kau boleh beristirahat sejenak."
"Terima kasih Ibu Dona." jawab Bulan dengan nada sopan meski dalam hati dia senang. Tampak seorang pelayan mendekat mereka untuk memanggil Kepala Pelayan.
"Ibu Kepala, ada seorang tamu."
"Siapa?"
"Tuan Galaksi. Dia bilang ada urusan penting dengan Bulan." Dona menoleh lagi pada Bulan. Tatapannya masih sama yaitu datar.
"Kau punya masalah dengan Tuan Galaksi?"
"Tidak Ibu Kepala." Dona sebenarnya tak percaya. Dia berusaha
"Kalau begitu temuilah dia." Bulan mengangguk dan berlalu pergi dari tempat itu sedang Dona membuang napas.
"Aku harus memberitahukan Tuan Surya."
Bulan akhirnya sampai di ruang kerja milik Surya di mana Galaksi menunggu. Tak lupa dia membawa kopi bersama cemilan untuk Paman Surya itu.
Begitu pintu terbuka, Galaksi langsung memusatkan perhatian pada Bulan sedang yang ditatap merasa terintimidasi.
Namun Bulan berhasil menguasai diri sehingga kegugupan tak bisa terlihat. "Silakan nikmati teh dan cemilannya."
"Hmm ... terima kasih." Bulan hendak menjauh dari Galaksi dan dengan langkahnya yang mundur, dia melirik sedikit pada Galaksi.
Jika dilihat Galaksi sama seperti Surya. Ganteng sekali! Jangan-jangan semua anggota keluarga yang pria di keluarga Surya tampan semua.
Mendadak mata Bulan membulat saat tatapannya ditangkap oleh Galaksi. "Kena kau!" desisnya seraya menyeringai.
Bulan terperanjat kala Galaksi menangkap pergelangan tangannya. Sembari menarik Bulan mendekat, Galaksi berdiri. Pria itu dengan sigap mengambil kacamata milik Bulan.
"Rembulan ... kau bisa membodohi Surya tapi tidak denganku. Aku sadar dengan fisikmu yang sempurna itu jadi mana mungkin seseorang sepertimu memiliki wajah jelek." ucap Galaksi dengan mengarahkan wajah Bulan agar menatapnya.
Pria itu menorehkan senyuman saat mata mereka bertemu dan mendecak kagum memuji kecantikan Bulan. "Jadi Tuan mau apa?" tanya Bulan ketakutan.
Sedang itu Surya memacu mobilnya di jalan raya dengan kecepatan yang agak tinggi tapi tetap mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Dia terkejut sekali saat tahu kalau Galaksi datang ke rumah untuk bertemu Bulan.
Dia pun menjadi cemas entah karena apa. Surya sendiri tak tahu kenapa dia selalu berusaha melindungi Bulan padahal mereka belum lama bertemu.
Begitu dia sampai ke rumah, Surya langsung bergegas menuju ruang kerja di mana Galaksi dan Bulan berada.
Brakk!!
Baik Galaksi serta Bulan mereka menoleh ke arah pintu. Keduanya duduk berhadapan sementara Bulan telah memakai kacamatanya.
"Loh Surya sudah pulang?"
"Kenapa kau ada di sini?! Bukannya aku menyuruhmu jangan bertemu lagi dengan Bulan!" balas Surya memakai amarah. Dia lalu menggeser posisi duduk Bulan agar bisa ditempati.
"Aku hanya ingin mengobrol dengan dia, tak lebih. Bulan gadis yang baik dan pandai mengobrol, aku suka sama Bulan." Mata Surya sontak membulat sedang tangannya otomatis menggenggam tangan si pelayan pribadi.
"Hei jangan cemburu begitu! Aku cuma mengobrol kok sama Bulan!"
"Aku tak cemburu. Pergi sana! Pulang ke rumahmu. Awas saja kalau kau seperti ini lagi, akan aku suruh penjaga tak mengizinkanmu masuk." Ancaman Surya bukannya ditanggapi serius malah Galaksi tertawa.
Jelas sekali dia cemburu. Kenapa sih harus pura-pura?