Membayar

812 Kata
Dengan santai Surya -- pria asing itu meletakkan kakinya di pundak Pak Bejo. Dia menorehkan senyuman miring saat pria tua itu mendongak menatapnya. "Bagaimana? Apa kau setuju dengan penawaranku atau kau mau aku mematahkan tanganmu yang satu lagi?" Pak Bejo berkeringat dingin. Giginya bergemertak sedang tubuhnya bergetar hebat. "Ti--tidak. To-tolong ampuni saya." Para warga yang memandang peristiwa itu ikut juga ketakutan. Bayangkan saja, Pak Bejo adalah seorang pria angkuh dan tak ada yang bisa lepas dari cengkramannya karena sikapnya namun semua itu mendadak luntur berkat pria yang tak tahu dari mana asalnya. Jelasnya ... dia lebih kejam dari Pak Bejo. "Bagus, sekarang tanda tangan itu lalu urusanku di sini selesai aku pun tak ingin berlama-lama di sini." Pak Bejo cepat-cepat meraih polpen dan menandatangani cek tersebut. Beruntung yang dipatahkan bukanlah tangan kanannya. Setelahnya Surya mengambil cek tersebut agar melihat baik-baik kemudian mengarahkan pandangan pada Bulan. "180 juta." Surya lantas mengembalikkan cek tersebut lalu mendekat pada kedua orang tua Bulan. "Kalian tak perlu lagi meminta Rembulan untuk menikah dengan Kakek tua ini, aku sudah membayar utang kalian dan otomatis kalian berhutang padaku." "Jadi aku minta izin ya membawa putri kalian. Dia akan bekerja di tempatku sesuai dengan kesepakatan yang kami buat. Ini akan memakan waktu yang lama tapi aku jamin Rembulan akan baik-baik saja." Setelah itu Surya kembali pada Bulan dan sopirnya. Tanpa mengatakan apa pun Surya menarik Bulan untuk masuk ke dalam mobil. Mobil itu pun pergi meninggalkan desa. Surya membuang napas panjang dan melihat pada Bulan yang termangu. Dia sepertinya belum sadar. "Sebaiknya usahaku ini tak sia-sia." Perkataan Surya membuat Bulan terkejut dan menoleh pada pria tampan itu. Meski Bulan mengakui Surya pria tampan, melihat kejadian tadi membuat Bulan merasa pria yang di depannya ini adalah seorang tiran. Tentu saja membuat Bulan merasa waswas. "Kenapa melihatku seperti aku ini hantu? Apa kau merasa takut karena kejadian dari tadi?" Dengan pelan Rembulan mengangguk. Surya mengerjapkan matanya dan tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak. "Jangan takut aku bukan orang yang seperti kau pikirkan. Santai saja dan aku ingin membahas kesepakatan kita. Sesuai dengan yang kau katakan, kau akan melayaniku bukan?" Entah kenapa jika Surya yang mengatakannya kata melayani jadi memiliki makna berbeda. Otomatis Bulan melindungi tubuhnya dengan memeluk tubuhnya sendiri. "K-kau ingin dilayani seperti apa?" "Kau akan menjadi pelayan pribadiku mulai sekarang. Segala yang aku kerjakan kau yang atur itulah bayaran yang aku inginkan." Surya kemudian mengusap bibirnya sebagai tanda dia berpikir keras. "Gaji pelayan pribadiku adalah lima juta dalam per bulan itu tak termasuk bonus jika bekerja dengan baik. Jadi lima kali 12 sama dengan 60 juta jika 180 dibagi dengan 60 maka sama dengan tiga." "Tiga?" "Iya, kau akan bekerja menjadi pelayanku selama tiga tahun." Bulan termangu. "Maksudmu aku harus melayanimu selama tiga tahun, tanpa bayaran?!" "Kau sudah menggunakan uangku 180 juta untuk membayar hutang." Gadis itu terdiam. Dari balik kaca matanya dia menoleh pada Surya dengan tatapan mengiba. "Apa tak ada cara lain?" "Tidak ada. Kau sendiri yang mengatakan kalau kau mau jadi pelayanku. Apa kau ingin aku mengembalikkanmu ke sana dan menikah dengan lelaki tua bangka itu?" Sontak Bulan menggeleng. "Maka lakukan perintahku." Pembicaraan selesai. Bulan baru sadar jika mereka telah memasuki perkotaan. Pemandangan bangunan tinggi menjulang di malam hari dan lampu kerlap-kerlip menyita perhatian Bulan. Dia sangat merindukan pemandangan seperti ini setelah menyelesaikan pendidikannya beberapa bulan yang lalu. Makin tambah lagi keinginan Bulan pergi menuju kota besar setelah mengetahui bahwa dia akan menikah dengan Pak Bejo. Sekarang Bulan telah berada di kota kembali dan akan menjalani kehidupan barunya sebagai pelayan seseorang yang sudah menyelamatkannya. Ketika dipikir kembali keputusannya untuk menjadi seorang pelayan bukanlah hal yang buruk. "Oh iya kau masih belum tahu namaku siapa? Namaku Alexandra Surya dan mulai sekarang panggil aku Tuan." "Mengerti Tuan Surya." "Bagus." 30 menit kemudian, mereka tiba di sebuah rumah modern milik keluarga Alexandra. Dia segera keluar dari mobil saat majikannya itu mengisyaratkan agar mengikutinya. "Selamat malam Tuan Surya." "Malam Ibu Dona. Perkenalkan ini Bulan, dia akan bekerja sebagai pelayan pribadiku sekarang dan aku ingin kau mengajarkan segala sesuatu yang kau ketahui tentang menjadi seorang pelayan pribadi yang baik." Dona -- wanita paruh baya berkacamata menatap Bulan dengan tatapan mengintimidasi. Dia menatap penampilan Bulan dari ujung rambut hingga ujung kaki yang menciptakan rasa tak nyaman bagi Bulan. "Meski akan sulit tapi saya akan mencoba sebaik mungkin." Surya tak merespon lalu pergi dari tempat itu meninggalkan Dona dan Bulan berdua saja. "Silakan lewat sini." Bulan kemudian mengekori jalan Dona menuju belakang rumah dan tiba di sebuah kamar. "Ini kamarmu sekarang. Pelajaran akan dimulai jam lima pagi, aku tak mau kau terlambat. Apa kau mengerti Bulan?" "Iya." jawab Bulan takut-takut. "Kalau begitu selamat malam." Sepeninggal Dona, Bulan menanggalkan kaca mata yang dia pakai. Sanggul dilepas begitu juga dengan kebaya yang dia pakai dia ubah menjadi pakaian biasa. Dari jendela Bulan bisa memandang bulan sabit menghiasi langit malam. Semoga kehidupannya ini tak akan terusik sebab wajahnya yang cantik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN