Chapter 8 ~ Keterpurukan Ji Eun perjuangan Daniel

1003 Kata
Masih di kantin rumah sakit, Titania menguatkan diri untuk mengakhiri semua nya. "Ada apa, Hem?" Jung terkekeh gemas melihat mimik wajah Titania, "Tau gak, muka kamu itu gak cocok banget buat serius kayak gini." memainkan pucuk hidung gadisnya. "Hei, sayangku ada—" Maria berdiri mengalihkan atensi keduanya. "Gue pamit pulang duluan. Kak, bilangin mama ya," "Lu pucet gitu, gapapa 'kan?" Sejahat apapun Maria, Titania tetap menyayangi adiknya. "Gue cuma— " "Udah sayang, palingan dia cuma bosan disini. Adikmu ini 'kan suka nya di mall bukan di rumah sakit. Ya walaupun dia harus kesini terus karena— " "Ya lu bener. Dah kak, gue pergi." Maria melenggak meninggalkan Jung dan Titania. Plak!! "Auh, sayang sakit ih!" "Lagian kamu gitu mulu sama dia, jodoh baru tau — " Jung memeluk Titania, "Jodoh aku tuh kamu sayang, bukan yang lain. Jangan buat aku marah, ngerti!" Mengusap pelan rambut hitam lurus Titania. Titania diam, entah mengapa dia merasa Jung mulai memperlihatkan tabiat buruk nya. Sambil memeluk Titania, Jung mengirim pesan pada pada Maria agar tak merajuk. [Love you by, jangan merajuk entar cantik nya hilang. Hehe.] [Urusan aja sana calon istri lu.] [Yakin? Padahal aku pengen ngabisin waktu berdua sama kamu.] [Iihh… kamu mah gitu(〃゚3゚〃).] [Tunggu di apartemen ya, malam ini kita pesta.] [Oke by. Love you to.] "Kenapa?" Titania melepaskan pelukan nya mendengar suara kekehan dari Jung. "Oh bukan apa-apa, hehe." Jung berdiri mengulurkan tangan, "Ayo, aku belum jengukin Ji Eun. Mama ada disana 'kan?" Ia tersenyum saat Titania menerima uluran nya. Seperti nya lagi-lagi Titania terjerat untuk tetap diam. Dan bodohnya dia, mulutnya terasa terkunci dengan rapat. 'stupid? Yes I'm stupid!! Apa... apa yang mesti aku lakukan agar bisa lepas darinya. Apa!! Aku lelah, benar-benar lelah harus berpura-pura di hadapan mereka. Sedangkan mereka bersenang-senang di belakang sana tanpa merasa bersalah.' Langkah Titania terasa berat mendatangi ruangan Ji Eun bersama Jung. Bayangan dirinya tengah berjalan di atas altar dengan para tamu tersenyum lebar bertepuk tangan, namun mereka semua terlihat menertawakan nya. Dua tahun, dua tahun sudah Titania mengetahui perbuatan Jung dan Maria di belakang. Namun memilih diam berharap mereka melakukan itu hanya sekedar bermain-main. Iya itu benar, mereka mempermainkan kepolosan dan kebodohan Titania. Sekali dua kali mereka bermain, bahkan melakukan hubungan terlarang dan lagi-lagi Ia diam dengan alasan sangat mencintai Jung. Setiap ucapan manis yang Jung katakan pada nya seakan menghipnotis Titania agar tetap bersama, sampai lelaki itu berani melamar nya di hadapan orang tua mereka dan sekali lagi ia kembali terjerat di dalam nya. Menerima lamaran Jung berharap hubungan nya dengan sang adik akan berakhir. Tapi ternyata salah, karena kebodohannya menyimpan kebenaran itu, hubungan mereka pun berjalan hingga sekarang dan mungkin akan terus berlanjut setelah dia dan Jung menikah nanti. "Sayang, kamu kenapa kok pucet gini." Langkah Titania terhenti sebelum memasuki ruangan Ji Eun. Ia menatap Jung sejenak terhenyak. "Sayang, kamu sakit. Jangan diem aja dong, aku khawatir tau gak." Terlihat guratan kekhawatiran di wajah Jung. Tapi mengapa itu semua terasa asing bagi Titania. Yang berada di dalam ruangan memalingkan wajah mereka menatap ke arah Titania. Begitu juga Ji Eun melempar tatapan dingin. "Itu akibatnya kalau lu masih bertahan sama cowok gila kayak dia." gumam nya terdengar oleh Daniel. "Ji Eun-ssi, jangan bilang— " omongan Daniel terhenti melihat Ji Eun memejamkan mata. "Nak, kamu kenapa? Ada yang sakit, Hem." tanya Layla khawatir. "Ti-titan baik-baik kok ma." ucap nya berusaha tersenyum. Tiba-tiba… Bruukk!! Ia malah jatuh pingsan membuat mereka menjerit tertahan. "Titan!!" Jung dengan cepat membopong Titania keruangan perawatan. "Niel, jagain Ji Eun disini." Pesan Layla sebelum menyusul Jung dan Nyonya Nam. Daniel menoleh ke arah Ji Eun, ia menarik selimut gadis itu. "Lu, apa lu juga tau keadaan kakak? Yakh, jawab sialan!" Ji Eun menurunkan lengan nya, menatap Daniel tajam. "Sialan?" Beo nya. "Maaf, bukan itu maksud— " "Keluar." "Ji Eun-ssi bukan itu maksud gue. Gue cuma— " "KELUARLAH b******k!!" "Gak akan. Please jangan kayak gini, gue beneran gak maksud ngomong itu. Gue cuma— " "PERAWAT! PERAWAT!" "Ji Eun, apa-apaan sih lu. Jangan kayak anak kecil gini, bisa gak." Ji Eun semakin kesal dan melempar apapun yang berada di dekat nya. "KELUAR SIALAN, KELUAR!!" Daniel berdecak mengelak dari lemparan Ji Eun, ia mendekati gadis itu dan menarik nya untuk di peluk. Sayangnya entah dari mana kekuatan Ji Eun, ia mendorong Daniel bahkan dirinya sampai terjatuh dari tempat tidur bersamaan dengan tersungkur nya Daniel. Dengan merangkak, ia terus memunguti barang-barang di sana dan kembali melempari Daniel. Pemuda itu lagi-lagi hanya bisa diam ikut merangkak ke arah Ji Eun. Ia menahan tangan gadis itu, "SHIN JI EUN DIAM!!" Bentak nya. Dengan lelehan air mata, Ji Eun menaikkan pandangan nya. "Keluar, gue gak butuh siapapun disini. Gue bisa sendiri, ngerti lu. Gue gak butuh perasaan kasihan lu itu, jadi lah seperti sebelum nya Jeon Daniel-ssi." Kembali mendorong Daniel. Dan tak lama perawat pun datang sedikit terkejut melihat keadaan di dalam sana. Sang perawat ingin memanggil perawat lain nya, tapi ditahan oleh Daniel yang kini membopong Ji Eun walau mendapat pukulan bahkan makian dari gadis itu. Daniel tetap diam sampai dia selesai menyelimuti Ji Eun. "Perawat, tolong usir dia jangan biarkan siapapun masuk kesini. Siapapun gak boleh masuk." Mendengar itu, sang perawat melihat ke arah Daniel yang tengah memunguti kekacauan yang dibuat Ji Eun. "Saya akan keluar setelah semua ini." Ujar Daniel tetap mengerjakan apa yang dia mulai. Ji Eun pun kembali menutupi dirinya dengan selimut. Sedangkan sang perawat ikut membantu Daniel. 'Gue tau lu cuma terpuruk dengan keadaan sekarang. Please biarin gue tetap di samping lu, Ji. Perasaan ini bukan kasihan, tapi gue tulus buat jagain lu.' Daniel meremas benda yang ia pungut, mata nya menatap Ji Eun sendu. "Ji Eun-ssi, gue tau ini terlambat buat ngomong kalau gue… sayang lu." Perawat di sana tersenyum menepuk pelan lengan Daniel dan memberinya semangat. "Apa saya bisa," Perawat tersebut tersenyum, "Berjuang dong, dek. Saya yakin, Nona Ji Eun cuma ngerasa terpuruk sekarang." Bisik nya tak ingin gadis yang tengah menutup diri itu mendengar. Daniel kembali menatap Ji Eun, kemudian mengangguk yakin. "Pasti."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN