Chapter 9 ~ Kebenaran

1170 Kata
Disisi lain, dokter keluar dari ruang perawatan Titania. "Bagaimana dokter? Putri saya baik-baik saja 'kan?" Tanpa ingin mendengar penjelasan dokter, Jung menerobos masuk melihat keadaan Titania. Mereka hanya bisa memaklumi kekhawatiran Jung, dan dokter pun mulai menjelaskan keadaan Titania. "Nona Titan hanya kelelahan. Emmm… Sebaiknya jangan membuat pasien tertekan apalagi sampai stress yang akan membuat dirinya terpuruk." Nyonya Nam dan Nyonya Jeon saling memandang bingung. Bingung apa yang membuat putri dan calon menantu mereka sampai tertekan. Jika hanya pernikahan yang lima hari lagi terlaksana, itu tidak mungkin. Mereka tau, Jung dan Titania tidak pernah ada pertengkaran yang besar sampai sekarang. "Baiklah, saya permisi." "Terima kasih, dokter." Ucap mereka kemudian masuk dan melihat keadaan Titania. Terlihat Jung tengah mengusap lembut pipi pucat Titania. "Sayang, kamu mikirin Ji Eun sampai segini nya. Selalu, selalu aja kamu mikirin orang lain tanpa mikirin diri sendiri." Lirih nya mengecup punggung tangan Titania. "Jung, ikut mama sebentar." terlihat Nyonya Nam menatap Jung dingin. "Tapi ma," "Ikut sekarang!" Tekan Nyonya Nam dan mau tak mau, Jung mengikuti sang mama keluar tidak lupa mengecup kening Titania. Layla duduk di samping Titania, "Mama belum pernah melihat kamu seperti ini, nak. Mama tau, kamu lagi menyembunyikan sesuatu. Mama mohon nak, jangan lagi-lagi kamu menyakiti diri sendiri hanya demi kebahagiaan orang lain, jangan nak Mama mohon jangan lakukan itu." Ia mulai terisak memegang tangan Titania. Wanita paruh baya itu pasti akan dimarahi jika menangisi nya. "Mama sayang sama Titan, mama gak mau Titan terus-terusan memendam semuanya sendiri. Mama merasa tidak berguna— " ucapan Nyonya Jeon terpotong saat Titania membuka mata nya. "Ma-mama jangan ngomong gitu hiks…" Titania mengusap air mata sang mama,"Titan pernah bilang, jangan nangis apalagi karena Titan hiks… Titan gak suka, Titan bakalan berdosa membuat air mata seorang ibu menetes. Titan... Titan..." Titania duduk dan memeluk sang mama. Ini, ini yang Titania tak suka. Melihat air mata seorang ibu menetes, itu sudah membuat hati nya hancur apalagi karena nya. Bagi Titania, seorang ibu meneteskan air mata karena anak mereka itu dosa bagi nya. "Mam, maaf kalau selama ini Titan gak pernah mau membagi masalah ataupun kesedihan Titan. Mama tau 'kan, Titan benar-benar benci kalau mama nangis. Setetes air mata saja itu bagaikan seribu jarum bagi Titan. Yang Titan pengen, mama nangis di saat bahagia aja, bukan dengan melihat kesedihan anak-anak mama." Titania mengeratkan pelukan nya, benar-benar mengeluarkan semua kesedihan nya dalam dekapan sang mama. Ia memejamkan mata mendapat usapan lembut dari sang Mama, sesekali kecupan pun ia dapatkan. PLAK!! Jung berpaling setelah mendapat tamparan dari Nyonya Nam. "Mama, apaan sih." "Kamu yang apa-apaan, hah!" Bentak Nyonya Nam. "Aku kenapa emangnya, jangan main tampar aja dong. Jelasin dulu kenapa— " "Apa yang kamu lakuin sampai Titan tertekan, apa bodoh!" "Apa! Apa maksud mama? Titan ter-tertekan. Tapi… " Jung berdecak kesal berlari meninggalkan Nyonya Nam yang mengeram kesal. Pelukan kedua ibu dan anak itu terlepas dengan Jung membuka pintu sedikit keras. "Nak, ada apa?" Tanya Nyonya Jeon sedangkan Titania mengusap pipi nya. "Mama, boleh gak Jung ngomong berdua sama Titan." Nyonya Jeon melihat Titania yang mengangguk tersenyum. Ia pun beranjak dari sana, lalu keluar tak lupa mengusap lengan calon menantu nya. Melihat Jung menutup pintu dengan rapat membuat jantung Titania berdetak tak karuan. Perasaan mengatakan jika ini saat nya dia menyudahi kepura-puraan bodoh itu di depan semua nya. Ia menatap tangan nya ketika Jung meraih nya, "Jung, aku— " "Ssst… aku gak akan pernah mau dengar apapun itu." Air mata Titania kembali menetes, "Jung aku capek hiks… aku udah gak bisa jalanin semua ini, gak bisa Jung." Akhir nya, Titania mengutarakan isi hati nya. "Hei, kamu capek kenapa Hem? Aku punya salah sama kamu, sampe kamu tertekan begini. Titan ingat, tinggal lima hari lagi kita— " "Jung lihat aku," Titania menangkup wajah Jung, "Apa aku yang mesti ngomong kesalahan kamu dimana? Jung please tolong jujur sekarang, aku mohon jangan siksa aku— " "Ja-jangan bilang kamu… " Jung dengan cepat memeluk Titania melihat gadis itu mengangguk terisak. "Maaf hiks… maafin aku. Aku salah please jangan tinggalin aku sayang, jangan pernah tinggalin aku." Ia semakin mengeratkan pelukan nya ketika mendapat penolakan dari Titania. "Jung hiks… dua tahun aku ngasih kamu kesempatan, tapi sekarang kamu harus tanggung jawab sama adik aku. Please jangan kayak gini, tapi Jung kenapa harus adik aku hiks… kenapa harus dia, kenapa!!" "Jangan nangis hiks… aku gak suka liat kamu nangis, please maafin aku. Dia, dia yang duluan godain aku. Sumpah sayang, dia yang— " Titania mendorong Jung dengan keras dan mendaratkan tamparan di pipi Jung. "Titan! Oke kalau mau nampar aku gapapa kok. Ayo tampar lagi, tapi jangan pernah berharap lepas dari aku sayang." Titania menatap Jung tak percaya, "Kamu egois, Jung. Gimana kalau adikku hamil Jung, JAWAB!!" Teriak nya. "Hei, sayang." memegang lengan Titania, "Kamu gak usah khawatir, banyak rumah sakit— " "Dasar Saiko!" Titania merinding melihat senyum menyeringai dari Jung. "Ju-jung, kamu— " "Tetap berjalan di atas altar atau nasib adik kesayangan kamu berakhir seperti Ji Eun!" "Apa! Ja-jadi kamu— " "Ya, karena dia udah berani ngintip apa yang aku lakuin. Jadi, dia harus lenyap." Titania menutup mulut nya berkaca-kaca tak percaya, tubuhnya terasa kaku. "Kamu tau, aku udah nyuruh orang buat ngabisin dia. Tapi apa, dia masih selamat. Dan semalam dengan tangan aku sendiri, dia hampir nyusul keluarga nya namun sialnya lagi, cewek sialan itu lagi-lagi selamat. Jadi… " Titania sedikit menjauh menyingkirkan tangan Jung yang tengah tersenyum, "Jangan berharap lepas dari ku kalau masih ingin adik jalangmu itu terlihat." Ujar nya. "YAKH, NAM KI JUNG!!" Jung meletakkan telunjuknya di bibir, meminta Titania untuk tetap diam. "Kamu tau dimana jalang kecil itu sekarang, dia di apartemen aku sayang di apartemen menunggu calon suami kakak nya." "Jung hiks… jangan kayak gini hiks… aku takut Jung hiks… " "Maka dari itu," Titania bergetar saat Jung menarik nya untuk mendekat agar bisa memeluk nya, "Jangan berani lari dari aku sayang, aku janji bakalan lupain dia. Kalaupun dia hamil, aku bakalan tanggung jawab karena dia gak bisa lepas sebagai pemuas nafsu ku." Deg!! Isakan Titania semakin keras sedangkan Jung hanya mengusap punggung nya. "Kamu ingat kan omongan aku kemarin, aku bakalan egois supaya apa, biar kamu gak bisa menjauh dari aku walau selangkah." Titania meremas pinggiran baju nya erat mendapat kecupan di kening, "Jodoh aku itu kamu, bukan orang lain apalagi jalang seperti Maria. Kamu bagaikan permata dan seorang permata tetap harus dijaga sampai tiba waktu nya. Maka dari itu, aku gak pernah mau nyentuh kamu. Tapi liat, adik kamu sendiri yang datang dan nawarin diri. Jadi jangan cuma salahin aku, mengerti sayang." Penjelasan itu benar-benar menghancurkan hati dan perasaan Titania. "Kamu benar-benar jahat Jung." Hanya itu, hanya itu yang keluar dari mulut Titania. "I know, but I'll just love you and "it will last forever." "I hate you, Jung." "It's okay. As long as you are in my arms alone." Aku hancur lebih keras dari bom Semua rasa sakit itu mengalir keluar Dari yang aku tau Ekspresi yang kau tunjukkan bukanlah ekspresi yang sesungguhnya Aku hancur lebih keras dari bom. BTS : Louther than bombs
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN