Seorang preman yang memegang Kasawan pasar tersebut, tanpa sengaja melihat seorang gadis berseragam SMA, yang masih dia kenali. Dia adalah gadis yang waktu itu ada di markas.
Tangannya langsung meraih benda pipih di sakunya. Dia mencoba menghubungi nomor seseorang. Melaporkan apa yang baru saja dilihatnya.
"Hallo, bos. Aku jingok gadis kecik yang waktu itu di markas. Samo b***k lanang!" lapor preman tersebut, yang artinya dia melihat gadis kecil yang waktu itu di markas, dia sedang bersama seorang laki-laki.
Orang di seberang telepon tidak langsung menjawabnya. Dia menunggu jawaban bos-nya. Hingga terdengar perintah untuk membawanya ke markas.
"Siap, Bos!"
Belva menghabiskan satu mangkuk soto. Dia sangat menyukai makanan itu. Meskipun berminyak, rasanya sangat enak. Belva ingin memakannya lagi suatu hari nanti.
"Suka ya?" ledek Aldo yang sudah selesai makan sedari tadi.
"He'em. Enak banget. Aku awalnya ragu, karena kuahnya berminyak. Tapi malah jadi nagih!" Belva mengusap bibirnya dengan tissue yang tersedia di sana.
Dia excited dengan rasanya. Tidak rugi dia ikut Aldo ke sini. Karena Aldo mengajaknya mencicipi makanan asing yang pertama kali dia rasakan, dan rasanya sangat enak di lidahnya.
"Kamu belum pernah makan ini, emangnya?" Aldo jadi berpikir, orang macam apa yang begitu berlebihan saat makan semangkuk soto.
"Belum. Dan aku gak nyesel nyoba ini!" Belva tersenyum malu, dia terdengar sangat berlebihan.
Aldo reflek mengusap puncak kepala Belva. Dan saat dia menyadari apa yang baru saja dilakukannya, keduanya jadi tersenyum canggung.
Padahal, Aldo bukan tipe pemalu. Dia sangat pandai mendekati banyak teman perempuannya. Seorang Fuckboy yang jadi gugup saat berhadapan dengan Belva.
"Udah? Yuk aku anterin balik!" Aldo mengeluarkan selembar uang seratus ribuan, tapi Belva juga melakukan hal yang sama.
"Kau bercanda? Aku punya uang untuk membayarnya!" kesal Aldo mencubit hidung Belva.
Belva mengusap hidungnya, tidak tahu kenapa, para laki-laki asing selalu suka melakukan kontak fisik dengannya. Seperti Virgo, Bian, Lian, juga kali ini Aldo.
Menunggu Aldo membayar makanan mereka. Belva duduk diam mengamati para pelanggan lain yang juga terlihat sangat menikmati soto sama sepertinya tadi. Tapi tanpa sengaja matanya bertemu tatap dengan laki-laki bertato yang baru saja masuk dari pelataran depan.
"Woi, Bang. Mau makan? Sini bang!" panggil seseorang terlihat Akrab, tapi laki-laki bertato itu hanya melambaikan tangannya, tersenyum sinis menghampiri Belva.
Belva ketakutan. Dia masih trauma dengan laki-laki bertato. Meskipun serumah dengan Virgo yang juga sering memamerkan tatonya, tapi Virgo memiliki tubuh yang agak ramping, tidak tinggi besar seperti orang di depannya itu.
"Ayo ikut!" Orang itu memegang tangan Belva kuat, memaksanya agar berdiri dan mengikutinya.
Belva mencoba menarik tangannya, berteriak "Aldo!"
Aldo yang baru saja menerima kembaliannya langsung menoleh, dia panik dan segera mencoba menolong Belva. Dia pernah melihat laki-laki bertato yang mencoba menarik Belva, dia adalah preman sini.
Tidak ada yang berusaha menolong Belva, karena mereka tidak mau berurusan dengan preman tersebut. Aldo memegang tangan Belva, berusaha melepaskan tangan preman itu.
"Bang, lepasin bang. Kito uwong salah apo? Kito biso omongkan dulu lah Bang!"
Aldo berusaha membujuk, dia tidak akan membiarkan Belva diganggu oleh preman itu, bagaimanapun dia yang bertanggung jawab karena telah membawa Belva ke sini.
"Diam, kau! Dak usah betingkah!" Preman itu menendang d**a Aldo hingga tersungkur, dia memperingatkan agar bocah laki-laki itu tidak ikut campur urusannya.
"Aldo!" Belva akan menolong Aldo, tapi tangannya masih dipegang erat oleh laki-laki bertato tersebut.
"Diam. Bos minta kau ikut Samo aku!"
Belva menatapnya. Siapa bos orang itu, kenapa harus ikut bersamanya. Tentu saja dia menolak ikut dengan orang asing. Tidak tahu kenapa dia selalu berurusan dengan orang asing dan berakhir buruk.
"Bang, tolonglah Bang!" Aldo masih memohon agar Belva di lepaskan, dia tidak tahu apa kesalahan mereka, sehingga preman itu akan mengganggu Belva.
"Ada apa ini Bang?" tanya pemilik warung soto tersebut.
"Ngatek. Ini nah, nak bawa cewek bos ke markas!" jawaban preman itu membuat semua jadi terdiam bingung, Aldo menatap Belva penuh tanya, seangkatan Belva juga mengernyitkan dahi tidak mengerti.
"Oh, kukiro ado apo!" jawab pemilik warung santai, dia hendak kembali memasak.
"Bang, saya gak kenal sama bos Abang. Lepasin saya, Bang!" Belva memohon, dia masih berusaha menarik tangannya.
Aldo mengangguk, dia Kebingungan, karena Belva masih terus dibawa oleh preman tersebut. Dia masih mengikuti tidak membiarkan preman itu membawa Belva sendirian.
"Lah, ngapoi kau ngikutin aku!" Preman tersebut heran, karena bocah laki-laki itu juga mengikuti langkahnya.
"Jangan bawak temen saya bang!" Aldo mengambil dompetnya, dia menyerahkan pada preman tersebut sebagai bentuk penawaran.
"Lah, kau ngenjuki aku duet, lemak nian. Tapi aku idak galak duet kau. Aku cuma nak bawak cewek ini ke bos! (Lah, kamu kasih aku uang, enak bener. Tapi aku gak mau uang kamu. Aku cuma ingin bawa cewek ini ke bos)-bahasa Palembang." Preman tersebut memukul kepala Aldo dengan dompet Aldo yang telah dia pegang, lalu melemparkannya kembali.
Aldo bingung, artinya preman itu tidak mau uang. Lalu kenapa dia hendak membawa Belva pergi? Apa urusannya dengan bos preman tersebut.
"Bang, saya gak kenal bos Abang. Kenapa Abang ingin bawa saya ke bos Abang?" Belva ketakutan, dia melirik pada Aldo, berharap laki-laki itu tidak meninggalkannya.
"Lah, kau lah sudah ke markas duo kali, maseh dak kenal sama bos?" Preman tersebut tertawa meledek.
Belva dan Aldo saling menatap. Hingga akhirnya terpikir satu nama di benak Belva.
"Kak Virgo?" tanya Belva yang membuat preman itu panik, dia buru-buru menutup mulut Belva.
"Jangan sebut nama dio keras-keras!" Marah preman tersebut pada Belva.
Belva mengangguk, dia akhirnya mengert. Preman ini suruhan Virgo. Pantas saja preman itu berlagak sok kenal. Karena mungkin pernah melihatnya, saat di markas.
Aldo menatap keduanya bingung. Dia tidak mengerti, kenapa Belva bisa tahu nama bos preman di sini. Padahal, Belva baru pindah dari Jakarta. Sekarang ini, dia jadi menatap Belva curiga.
"Emh, Al. Aku ikut om ini aja ya. Kamu bisa pulang. Maaf, aku udah repotin!" Dengan entengnya, Belva mengucapkan kalimat itu, dia tidak tahu betapa bingungnya Aldo.
Preman itu agak merasa tidak suka dipanggil dengan sebutan Om. Tapi dia memilih tidak peduli, dan segera membawa Belva menuju ke motornya.
Aldo melihat kepergian Belva, dia masih diam di tempatnya. Belum mengerti dengan situasinya. Belva dibawa preman pergi, dan dia tidak tahu harus berbuat apa.
Di atas motor, Belva duduk kaku di boncengan motor karena tidak berani berpegangan pada preman itu. Dia juga takut terjatuh, apa lagi dia tidak mengunakan helm. Kulit Belva yang memerah terkena panas dan bibir yang pucat karena ketakutan.