Setelah berganti pakaian, Virgo mengajaknya pergi. Belva tidak tahu mereka akan kemana, dia hanya patuh duduk diam di sampingnya.
"Bagaimana sekolahmu?" Virgo melihat Belva malah jadi terkejut.
"Kakak, aku ada banyak tugas. Apakah kita akan pergi lama?" Belva lupa kalau dia ada tugas yang menumpuk, semua karena dia terlalu lama menunggu Kai. Malah sekarang pergi keluar bersama Virgo.
"Kau biasa mengerjakannya saat malam hari!" Virgo biasanya ikut menemaninya mengerjakan tugas, saat dia sendiri tidak ada kerjaan.
Belva mengangguk pasrah. Lagi pula mereka sudah terlanjur keluar. Mengerjakan nanti pasti juga akan selesai.
Mobil Virgo sudah sampai di depan sebuah toko pakaian. Tidak, Belva tahu itu adalah butik. Dia melihat pada Virgo, kenapa mereka datang ke butik?
"Turunlah!" Virgo lebih dulu keluar, dan berjalan meninggalkan Belva yang baru saja turun.
Dia berlari mengikuti langkah Virgo. Saat masuk, dia sudah langsung disambut oleh berbagai macam gaun indah. Sepertinya butik itu khusus untuk gaun-gaun pesta dan setelan resmi laki-laki.
Berjalan terus, hingga dia akhirnya dapat melihat Virgo sedang bicara pada seseorang. Seperti biasa, mereka bicara dalam bahasa Palembang. Belva hanya mengerti sedikit saja.
Dia mengerutkan keningnya, saat Tante cantik itu terus memanggil Virgo dengan sebutan 'Pak' bukankah Virgo masih agak lebih muda darinya? Meskipun tidak tahu pasti, tapi Belva yakin kalau Virgo masih berada di usia dua puluhan. Mungkin mendekati tiga puluhan. Sedangkan Tante cantik itu sudah seusia dengan almarhum mamanya.
"Belva, kemarilah!" Virgo melambaikan tangannya pada Belva yang sedang melihat-lihat gaun, yang di pajang di sekitar.
Belva mendekat, dia tersenyum pada Tante cantik, tapi itu karena Tante cantik itu juga tersenyum padanya.
"Wah, dia sangat cantik. Patas saja anda secara khusus memesannya sendiri!" Tante cantik itu sudah mengenal Virgo sejak lama, dan ini kali pertama kalinya Virgo memesankan pakaian wanita.
"Lihat, kulitnya akan memerah jika terkena panas. Jadi aku ingin seragamnya dibuat untuk menutupi hingga lututnya, dan untuk bagian bawah dia bisa mengenakan kaus kaki panjang!" Virgo menunjukkan jejak warna merah pada kulit paha Belva. Karena gadis itu sekarang mengenakan gaun di atas lutut.
Tidak masalah jika di rumah, Belva mengenakan pakaian pendek, tapi jika di luar rumah, maka bisa membuatnya terpapar sinar matahari. Benar-benar gadis kaya yang menyulitkan.
"Lengan bajunya, apakah akan dibuat panjang juga?"
Virgo tampak mengamati Belva, sebelum akhirnya mengangguk. Dia rasa dengan menutupi semua bagian kulitnya, akan semakin baik. Tidak perlu menghabiskan uang lagi untuk membeli krim mahal untuknya. Tidak, alasannya lebih dari itu.
"Kak, tapi di sekolah tidak ada yang mengenakan pakaian panjang. Aku akan aneh!" Belva sudah merasa kesulitan mencari teman, jika dia semakin aneh, maka semakin sulit lagi untuknya.
"Maka kau akan jadi satu-satunya!" jawab Virgo enteng.
Karena Virgo sudah memutuskan, Belva tidak lagi berani membantahnya. Dia menurut, saat Tante cantik mengukur tubuhnya.
Selagi Belva mulai melakukan pengukuran, Virgo berjalan keluar dari toko untuk menerima telepon. Itu berasal dari kepolisian.
"Ndan, kita ada jadwal pengejaran nanti malam. Laporan tentang lokasinya telah kami dapatkan!"
Virgo melihat jam yang melingkar manis di pergelangan tangannya. Saat ini sudah pukul enam sore. Sebentar lagi akan gelap.
"Siapakan saja, aku akan datang setengah jam lagi!" Virgo langsung menutup teleponnya.
Masuk kembali, Virgo melihat Belva masih melakukan pengukuran di bagian pinggang. Dia menunggu dengan berdiri di dekat patung wanita. Benar-benar sadar, kalau Belva menertawakannya.
"Hei, kak!" Belva menepuk pundak Virgo.
"Kalian cocok!" Belva menunjuk pada nona patung yang memakai gaun hitam.
Virgo sedikitpun tidak tersenyum, dia membiarkan Belva tertawa. Hingga Tante cantik menghampirinya.
"Anda dapat menunggu sekitar dua hari. Meskipun lama, tapi pengerjaannya akan sebaik mungkin, seperti biasa!" Tante Cantik itu bersikap sangat sopan pada Virgo, membuat Belva jadi mengaguminya.
Jika saja Belva tahu, kalau wanita cantik itu bersikap begitu, karena posisi Virgo. Seorang komandan yang dikenal ketegasannya. Semua orang di wilayah Palembang hampir tahu tentang dia. Kecuali Belva.
"Aku percayakan padamu. Tolong bungkuskan gaun ini, dia menyukainya!" Virgo melirik pada Belva.
Belva sendiri bingung, dia tidak bilang menyukainya. Tapi bilang kalau nona patung itu cocok dengannya.
"Tunggu gaun itu dikemas. Bayar pakai ini, aku tunggu di mobil!" Virgo menyerahkan kartu miliknya, dan langsung pergi keluar.
Belva melihat kartu di tangannya. Dia jadi ingat, kalau sudah beberapa Minggu dia tidak memegang kartu miliknya sendiri. Dia jadi rindu kehidupannya yang nyaman. Setidaknya, membelanjakan uang sendiri itu sangat nyaman. Apakah kini pamannya berhasil merebut harta peninggalan orangtuanya? Entahlah, dia hanya dapat ikhlas. Menjalani kehidupan yang sekarang mungkin lebih baik untuknya.
"Anda akan cocok memakainya!" Kata pegawai yang menerima kartu dari Belva, dan menyerahkan paperbag padanya.
"Terimakasih!" Belva langsung keluar membawa kartu dan paperbag di tangannya. Dia melihat kalau Virgo sedang bertelepon dengan seseorang.
Keduanya masuk ke dalam mobil. Tapi meskipun begitu, Virgo masih saja bertelepon.
"Apa itu tapi kak Bian?" Belva bertanya karena cara bicara Virgo pada Bian agak spesial. Santai tapi tetap tegas.
"Yah, dia akan menemanimu di rumah. Aku ada urusan. Kerjakan tugasmu bersamanya. Ingat untuk jangan tidur terlalu malam!" Virgo mengingatkan seperti menasehati seorang anak.
Tadi pagi Virgo sudah memesan dua tempat tidur dengan ukuran untuk satu orang. Tapi kedua tempat tidur itu diletakkan di ruang yang sama. Hanya terpisah saja. Seperti yang diketahui oleh Belva, Virgo kurang suka dekat-dekat orang. Meskipun sebenarnya dalam beberapa malam kemarin mereka tidur bersama.
"Baik, tapi kak Bian pasti akan tidur saat aku mengerjakan tugas!" Belva mengomel, dia agak kesal. Bian hanya memanfaatkannya untuk bersantai.
Seharusnya laki-laki itu menemaninya, tapi dia tetap merasa kesepian, karena pada akhirnya Bian hanya numpang tidur.
Virgo sendiri tidak menggubris protes Belva. Dari pada gadis itu, dia lebih tahu tentang Bian. Temannya itu memang suka bersantai, tapi itu karena dalam beberapa waktu dia melakukan pekerjaan berat.
Semua keuangan markas dipegang oleh Bian. Laki-laki itu juga mengurus tiap kali ada pengiriman barang. Jadi pekerjaannya memang tidak menuntutnya untuk selalu bekerja setiap hari. Hanya butuh beberapa waktu penting saja.
Saat sampai di rumah, bersamaan dengan datangnya mobil Bian. Laki-laki yna terlihat sangat bersih dan berwajah ramah itu menyapa Belva.
"Aku bawakan mie ayam untukmu!" Bian menggoyang-goyangkan bungkusan mie ayam di depan Belva.
Belva langsung melirik pada Virgo. Seakan mengatakan kalau itu bukan maunya. Laki-laki itu yang membawanya, ayo marahi saja dia.
"Kau tidak suka?" Bian bertanya karena Belva tidak terlihat senang seperti sebelumnya, bukankah gadis itu suka mie ayam?
"Kau pengaruh yang buruk!" Virgo berkomentar, lalu masuk ke dalam untuk mengambil beberapa barang yang harus dibawanya.
Bian mengejutkan keningnya mendengar komentar Virgo. Dia kemudian melihat pada Belva.
"Kenapa dia?"
"Entahlah. Wah, kakak baik banget bawa mie ayam. Ayok, kita masuk!" Belva merebut bungkusan dari tangan Bian.
"Kupikir tadi kau tidak suka!" Bian melihat jelas kalau Belva tadi tidak semangat seperti sekarang.
"Ah, mana mungkin. Kak Bian saja yang perasa. Belva suka ini!" Belva tertawa menyenggol lengan Bian. Membujuknya agar tidak kapok membelikannya mie ayam.