Belva hanya diam mengamati Virgo yang sedang membuat omelette. Laki-laki itu tidak buka suara dan terlihat kesal. Belva kelaparan, sedangkan ini masih belum ada pukul lima. Bukan salahnya, dia kan tidak meminta laki-laki itu menculiknya!
Belva menumpukan kepalanya di lipatan tangannya. Dia masih bingung dengan situasinya. Apa tujuan Virgo masih menahannya? Uang? Tapi Virgo tidak pernah menyinggung masalah uang. Atau dia akan dijual? Human trafficking? Belva melihat wajah sangar Virgo, dan tato yang menghiasi kulit tubuhnya, laki-laki itu memang terlihat seperti orang jahat.
Virgo menoleh karena merasa ditatap lama oleh Belva. Benar saja, gadis itu bahkan masih menatap, ketika dia membalas tatapannya.
"Lap wajahmu dengan handuk setelah membasuhnya!" komentar Virgo melihat wajah basah Belva dengan tetesan-tetesan di mejanya.
Belva mengusap wajah dengan tangannya. Lalu tersenyum, dia malas bergerak dari kursinya.
Virgo memutar bola matanya malas. Belva adalah anak orang kaya. Semua kebutuhannya selalu dipenuhi, mungkin hanya untuk menyalakan kompor saja dia tidak bisa. Karena Belva memilih kelaparan saat seharusnya bisa memasak mie atau masakan instan lainnya.
"Makan cepat. Bersihkan tubuhmu setelahnya!" Virgo menaruh makanan di atas meja, dan langsung menghampiri mesin kopinya. Dia membuat kopi untuk dirinya sendiri.
"Ini masih terlalu pagi. Aku bisa mati beku!" jawab Belva, dia merasakan airnya sangat dingin saat mencuci wajahnya tadi.
"Kau bau!" komentar telak yang membungkam mulut Belva.
Sebenarnya dia terima dikatai bau, hanya saja dia cukup sadar diri karena kemarin sore melewatkan mandinya.
Dengan mulut penuh dia berbicara, "Kakak, akukan gak punya baju. Masak dipake lagi!"
Sebenarnya, bukan hanya Belva yang risih. Virgo juga sangat risih melihat Belva berkeliaran dengan baju kotor di rumahnya. Apalagi kondisi bajunya yang juga kumel karena tergiling di mesin cuci dan tidak digosok.
"Selesaikan saja makananmu!" Virgo berpikir untuk membelikannya Belva baju dan pakaian dalam.
Belva menurut. Dia makan dengan lahap. Bahkan tidak menyisakan sedikitpun. Membuat Virgo menggeleng. Tubuh kurus tapi makannya banyak. Rakus.
Kemudian Virgo menyadari sesuatu. Dia seperti sedang mengasuh anak. Mengurus makannya, bajunya dan berniat mengurus sekolahnya. Sungguh tidak berfaedah.
Jika bukan karena asal-usul Belva, dia tidak mungkin melakukan hal ini. Dia hanya berusaha melakukan yang menurutnya benar saja. Hingga harus membuat hidupnya jadi kerepotan.
Belva diminta untuk mencuci bekas piringnya sendiri. Dia saja tidak pernah melakukannya. Sehingga mencuci satu piring dan satu sendok makan saja butuh waktu yang sangat lama.
Virgo keluar dari kamar setelah mengenakan pakaian lengkap. Menutupi tubuh kekarnya. Memperhatikan kesulitan Belva. Dia mencibir sebelum berlalu pergi meninggalkannya.
Dia mendatangi toko baju yang sudah buka. Dan posisinya sangat jauh dari rumah. Karena toko mana yang akan buka jam setengah enam pagi. Hanya satu toko ini yang cukup aneh melakukannya.
"Kau buka tokomu jam berapa?" tanya Virgo pada pegawai toko tersebut.
"Toko kami buka dua puluh empat jam, pak!"
Pegawai toko itu tahu kalau Virgo seorang polisi dari gayanya berpakaian dan caranya berbicara. Tubuh tegapnya juga memberitahukan kalau Virgo bukan orang biasa. Terlebih, mobil yang digunakan Virgo adalah mobil jeep yang biasa dia gunakan untuk berpatroli saat malam hari.
"Wah, bos-mu tidak mau kehilangan waktu dan uang!" cibir Virgo sambil tersenyum sinis.
"Hem, tapi karena hal tersebut, saya bisa mengajak teman saya bekerja di sini. Kami bergantian shift!" Pegawai tersebut tidak takut mengungkapkan pendapatnya.
Virgo mengangguk, dia menemukan satu gaun bercorak polos bewarna hitam. Karena dia tidak suka warna mencolok. Padahal gaun itu nantinya akan digunakan untuk mendaftar sekolah.
"Carikan pakaian dalam wanita dua set. Ukurannya kecil untuk gadis usia enam belas tahun!" Virgo tidak malu mengatakannya, tapi pegawai tadi agak terkejut.
Menyembunyikan keterkejutannya, pegawai tadi segera mencarikan dua set pakaian dalam dengan motif polos. Dia tidak tahu menahu tentang pakaian dalam wanita.
"Mau bayar cash atau pakai kartu pak?" tanya pegawai itu setelah membungkuk gaun dan pakaian dalamnya di sebuah kotak.
Toko yang didatangi Virgo adalah toko berkelas. Karena dia berpikir, mungkin Belva akan tidak nyaman saat memakai pakaian murahan.
"Bekerjalah yang rajin!" Virgo menepuk bahu pegawai tersebut, dan berlalu pergi dengan paperbag di tangannya.
Mobilnya membelah jalanan pagi yang sejuk. Baru saja semu orange di langit kota Palembang. Orang-orang sudah mulai bangun dan siap menyambut aktifitasnya masing-masing. Jalanan juga mulai terlihat orang berlalu-lalang akan mengais receh untuk menyambung hidup.
Virgo melihat beberapa pedagang juga sudah mulai menyiapkan dagangannya. Dia melihat ada penjual martabak sudah mulai mengepulkan asap dari penggorengan. Menghentikan mobilnya, Virgo memanggil penjual tersebut.
"Siap, Ndan? Mau martabak berapa?" orang itu bersemangat menghampiri Virgo.
"Dua bungkus, dan usahakan gerobakmu itu Idak di atas jalan aspal. Pinggirkanlah sedikit. Jangan ganggu orang nak lewat!" tegur Virgo yang langsung diangguki oleh pedagang tersebut, dia kembali ke gerobaknya dan langsung mendorongnya lebih ke pinggir.
Virgo mengacungkan jempolnya dengan wajah datar. Orang itu mungkin sering melihatnya, sehingga tahu kalau dia adalah orang yang santai tapi tidak suka dibantah.
"Pak, nak isi kacang apo ketan?" tanya pedagang itu dengan logat khas Palembang.
"Baseng, apo bae lah!" jawab Virgo yang artinya terserah saja, apapun isinya.
Pedagang itu bersemangat. Pagi-pagi sudah mendapatkan pelanggan adalah berkah baginya. Terlebih itu adalah seorang komandan, dia merasa terhormat bisa melayaninya. Ini juga bukan pertama kalinya komandan Virgo membeli martabaknya, sehingga dia juga sudah tidak kaku saat berbicara dengannya.
Virgo langsung menjalankan mobilnya pulang ke rumah. Beberapa preman menyapanya saat melihat mobilnya lewat. Tidak butuh waktu lama, hanya sekitar lima menitan dia sudah sampai di rumah.
Membuka pintunya, dia melihat Ara yang duduk di meja pantry dengan hanya mengenakan handuk saja. Gadis itu terlihat senang, saat melihatnya kembali.
"Kenakan bajumu. Setelahnya, pungut pakaian kotormu di lantai kamar mandiku. Taruh di mesin cuci!" Virgo sudah tidak mau lagi mengurusi hal seperti itu.
Belva mengangguk patuh. Dia langsung masuk lagi ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Dia melakukan apa yang diperintahkan Virgo. Memunguti pakaian kotornya yang tergeletak di lantai.
"Kakak, apa aku harus mencucinya?" tanya Belva setelah membuka pintu kamar mandinya.
"Yah, kalau bisa langsung cuci, keringkan dan jemur di teras belakang!" tunjuk Virgo pada pintu lain di dekat kamar mandi.
"Tapi aku tidak bisa menyalakan mesin cucinya!"
Virgo mendesah kesal. Jika tidak bisa, kenapa Belva sok-sokan bertanya. Mengabaikan Belva, dia kembali menikmati martabaknya sambil melihat siaran berita di televisi.
Belva keluar dari kamar mandi. Dia masih memiliki rambut kusut. Dan itu mengganggu pemandangan. Virgo menunjuk kamarnya tanpa kata. Dan beruntung saja, Belva mengerti karena Virgo tadi melihat penampilannya lama.
Berdiri di depan cermin. Belva menyukai gaunnya. Dia jadi seperti Belva yang sebelumnya. Tapi kemudian dia langsung berpikir negatif.
"Apakah aku akan dijual?" Gumamnya sambil melihat penampilannya yang sangat cantik.
"Tidak akan ada yang membelimu. Ayo!" Virgo berdiri di tengah pintu masih dengan wajah datarnya.