NISIR 03 || Objek Fantasi

2311 Kata
                “Eeh… Maksud Pak Mahmud apa? Saya harus… apa??”                 “Saya minta tolong Bu Tiara untuk mengajak Pak Bima berkeliling kampus kita. Bu Tiara bisa?”                 “Em… Saya… saya…”                 “Tak apa Pak Mahmud. Biar saya jalan sendiri. Mungkin Bu Tiara ada kelas lagi setelah ini. Benar begitu, Bu Tiara?” Tiara sontak mengangkat wajahnya dan langsung bertatapan dengan netra indah Bima. Lagi-lagi kepalanya menunduk karena tak kuasa menahan kharisma yang memabukkan itu.                 “Benarkah Bu Tiara? Setahu saya jadwal Ibu kosong hingga sore nanti.” Ucap Pak Mahmud sambil membuka komputernya mengecek jadwal mengajar dosen.                 “Saya memang free hari ini. Bebas mengajar. Saya bisa temani Pak Bima berkeliling.” Cicit Tiara membuat Mahmud senang karena Tiara menerima permintaannya.                 “Wah makasih banyak ya Bu Tiara. Saya lega mendengarnya. Bu Tiara harus tahu dulu Pak Bima ini mahasiswa kampus kita.” Puji Pak Mahmud.                 Apa? Alumni kampus ini? Ciyusan??                 “Ah Pak Mahmud ini bisa saja. Saya kuliah disini sampai semester dua saja. Tidak usah berlebihan seperti itu.” Ucap Bima merendah.                 OMG! Jangan bilang anak fakultas Bisnis.                 “Tetap saja kami bangga Bapak pernah kuliah disini meski akhirnya Bapak mendapat beasiswa untuk kuliah di London hingga lulus dan jadi orang sesukses sekarang.” Bima hanya tertawa. Terlihat bahwa Bima orangnya tidak enakan mendapat pujian seperti itu.                 “Ya sudah monggo Pak dilanjut sama Bu Tiara berkelilingnya. Maaf sekali saya tidak bisa menemani Bapak berkeliling kampus kita tercinta karena harus pergi rapat lagi dengan Dinas. Saya mohon maaf sekali lagi.”                 “Gapapa Pak Mahmud. Justru saya yang sudah banyak merepotkan Pak Mahmud dan pihak kampus. Padahal saya tak apa jalan-jalan sendiri tapi malah di temani oleh dosen secantik Bu Tiara. Saya yang merasa ngga enak.”                 “Saya ngga merasa terbebani kok, Pak.” Celetuk Tiara tanpa sadar. Mahmud dan Bima menatapnya dan tertawa. Tiara merutuki kebodohannya itu. Wajahnya terasa panas. Ia berharap rona merah di wajahnya tak terlihat.                 “Tuh kan Pak Bima dengar sendiri. Bu Tiaranya ngga keberatan kok.” Bima hanya tertawa.                 Duh Bang jangan ketawa semanis itu donk. Eneng meleleh nih jadinya.                 “Mari Bu Tiara.” Ucap Bima menariknya kembali ke dunia nyata. “Eh… Iiya Pak.” Tiara dan Bima keluar dari ruangan Rektor. Suasana yang tadi terlihat biasa, kini mulai terasa canggung. ***                 “Wah benar-benar sudah berubah ya.” Ucap Bima membuka percakapan. Sedari tadi Tiara hanya diam tak berani mengajaknya berbincang. Bukannya sombong atau apa, tapi Tiara tengah menguatkan diri untuk tidak pingsan sekarang juga.                 Tak tahukan kalian kalau jantungnya sedari tadi tak berhenti berdetak. Tiara harus pandai-pandai menyimpan energinya agar tidak mempermalukan dirinya di depan Bima. “Eeh…”                 “Taman di belakang fakultas benar-benar berubah. Dulu di sini ada banyak pohon-pohon buah, tapi sekarang yang masih ada tinggal pohon mangga cengkir ini aja.” Ucap Bima sembari mengingat kembali memori masa lalunya.                 “Emm… Pohon-pohon buahnya banyak yang udah di tebang. Sebagian di tebang karena pas hujan badai dahan pohonnya jatuh ke area kelas. Selama dua tahun terakhir ini kampus sudah beberapa kali mengganti genting kelas. Makanya di tebang.” Jelas Tiara tanpa berani mengangkat kepalanya.                 Bima di buat penasaran dengan gadis manis yang selalu menundukkan kepalanya. “Apa tanah itu lebih menarik di banding saya?” ucap Bima membuat Tiara langsung mendongakkan kepalanya. “Bu…Bukan begitu…”                 Tiara menahan nafasnya saat bertatapan dengan mata Bima. Bima tersenyum. “Akhirnya saya bisa melihat dengan jelas wajah cantik Bu Tiara.”                 Kedua pipinya merona dan ia kembali menundukkan kepalanya. Bima tertawa, tangannya terulur mengelus rambut panjang Tiara lalu kembali berjalan melihat sekitar. Sebuah gerakan reflek yang di lakukan oleh Bima tentu saja membuat keduanya salah tingkah.                 Bima kembali mencoba mencairkan suasana, begitu juga dengan Tiara. Gadis itu ternyata sangat enak di ajak bicara, meski ia belum bisa bertatap muka cukup lama dengannya, tapi menurutnya itu sudah suatu kemajuan. Bukan tidak tahu atau pun tidak menyadari kalau Tiara menyukainya, ia hanya ingin membuat Tiara nyaman menemaninya berkeliling kampus.                 Sedikitnya Bima bisa mengorek informasi tentang sosok Tiara. Tiara Pangestu adalah seorang anak yatim piatu. Ia di tinggal kedua orang tuanya untuk selama-lamanya saat masih duduk di bangku sekolah menengah. Sepeninggalan kedua orang tuanya, Tiara di asuh dan tinggal bersama paman dan bibinya.                 Namun sejak masuk kuliah hingga bekerja sebagai dosen, Tiara memilih tinggal sendiri di rumah bekas peninggalan kedua orang tuanya. Dari cerita Tiara, Bima bisa menyimpulkan bahwa Tiara di paksa tegar dengan keadaan yang sebatang kara. Meski pun begitu tak menyurutkan Tiara untuk terus belajar dan meraih mimpinya sebagai seorang dosen di kampus ternama.                 “Kedua orang tua mu pasti sangat bangga di alam sana, Tiara. Meski mereka meninggalkan mu terlalu cepat, tapi kamu membuktikan bisa membuat mereka bangga sama kamu.” Ucap Bima saat keduanya tengah duduk di bawah pohon rindang.                 “Tapi saya belum bisa membahagiakan mereka Pak. Di saat hari-hari bahagia saya, mereka tak di samping saya dan itu membuat saya sakit.” Entah mengapa Tiara dengan nyaman bercerita tentang kehidupannya kepada Bima.                 Tanpa sadar, air mata mulai menetes di wajah cantiknya. Saat akan mengelap air mata, Bima menahan tangan Tiara. Keduanya saling menatap satu sama lain. Tiara menahan nafasnya lagi saat Bima menyeka air matanya. Wajah mereka mendekat perlahan dan terjadilah sebuah kecupan di bibir Tiara, berlanjut menjadi ciuman mesra antara Bima dan Tiara.                 Dengan reflek Tiara mengalungkan kedua tangannya di leher Bima. Ia juga membuka mulutnya agar Bima bisa memasukinya. Pagutan demi pagutan pun tercipta. Saat tengah mengecupi ceruk leher Tiara, tiba-tiba Bima mendorong tubuhnya menjauh dan ciuman panas itu terlepas.                 “Maaf.” Ucap Bima dengan sangat menyesal. Pria itu langsung berlari meninggalkan Tiara yang tampak syok dengan apa yang baru saja terjadi padanya. “Kami… Berciuman?!” gumam Tiara sambil memegangi bibirnya yang basah karena ciuman panas.   ***                   Bima masuk ke dalam mobilnya. Ia memukul kemudinya cukup kuat lalu menundukkan kepalanya disana. Matanya terpejam mengingat ciuman manis nan bergelora antara dirinya dan gadis manis yang bernama Tiara. Bibirnya masih berbekas kelembutan bibir Tiara. Ia nyaris menodai Tiara tadi, tapi untungnya ia segera tersadar. Bima merutuki dirinya yang hanya mengucap maaf dan pergi meninggalkan Tiara yang kebingungan.                 “s**t!!” umpat Bima karena adik kecilnya mengeras dan membengkak minta di puaskan. Ia merogoh ponselnya lalu menghubungi seseorang. “Halo sayang. Kapan kamu pulang?” tanya Bima kepada Astrid istrinya.                 “Aku kangen kangen kamu, yank.” Ucap Bima lagi.                 “Yang bener? Oke sayang aku pulang sekarang.” Ucap Bima terlihat senang.                 Ia segera menyalakan mobil dan segera pulang ke rumah. Istrinya yang sudah pergi meninggalkan rumah selama dua minggu lamanya karena urusan bisnis, kini sudah pulang dan tengah menunggunya dirumah. Sementara itu, Tiara menghela nafas saat melihat mobil mewah milik Bima keluar dari kampus.                 “Sadarlah Tiara, dia sudah ada yang memiliki. Hapus rasa itu dari hati dan pikiran mu.” Ucap Tiara kepada dirinya sendiri. Tak lama Tiara pun menyusul Bima untuk pulang ke rumah. Tubuh dan pikirannya sedang tidak singkron. Ia ingin segera tiba di rumah dan beristirahat. Hari ini terlalu lelah dan berat baginya. ***                 Sesampainya di rumah, Bima langsung mencari istrinya. Bima masuk ke dalam kamar dan langsung mengunci pintunya. Saat ia masuk, ia melihat Astrid baru keluar dari kamar mandi. Handuk putih masih membalut tubuh dan rambut istrinya. Bima yang memang tengah bernafsu gara-gara Tiara langsung menyerang Astrid tanpa ampun.                 Astrid tampak kaget karena suaminya menyerang dengan begitu ganasnya. Tapi itu wajar karena ia meninggalkan suaminya cukup lama untuk mengurus bisnis butik dan juga menjenguk putri pertama mereka yang tengah menempuh kuliah di London.                 Lain halnya dengan Astrid, Bima justru kini tengah membayangkan bercinta dengan Tiara. Wajah Astrid yang tengah menikmati penyatuan mereka berubah menjadi wajah cantik Tiara. Rona merah di wajah Tiara semakin membuat Bima bergerak liar, menusuk dan memutar kejantanannya sangat dalam. Erangan Astrid berubah menjadi suara erangan Tiara di kupingnya.                 Bima nyaris meneriakkan nama Tiara saat melepas benih-benih cintanya di rahim Astrid. Tubuh Bima pun terkulai lemas setelah pelepasan hebat. “Yank, kenapa di buang di dalam? Aku lagi subur yank. Belum KB lagi.” Protes Astrid karena Bima menebar benihnya.                 “Aku mau kamu lagi yank.” Ucap Bima melumat bibir istrinya dan kembali bergerak. Semua protesan Astrid tak di hiraukannya yang penting Bima terlepas dari rasa yang mengganggunya. “Tiara… Kamu membuatku gila dengan membayangkan aku tengah menggauli mu.” Ucap Bima dalam hati.                 Setelah puas, Bima pun melepaskan Astrid yang sudah tak berdaya karena gempurannya. Bima memeluk tubuh istrinya dan mengecup kepalanya. “Kamu jahat sayang. Aku lagi subur kamu hajar terus. Kalo nanti aku hamil gimana? Bisnis aku lagi bagus yank.” Protes Astrid sambil mencubit lengan kekar suaminya.                 Bima tersenyum, “Sudah saatnya kita menambah anak lagi sayang. Si adek juga udah gede. Udah lama juga rumah kita ngga denger suara tangisan bayi.”                    “Apa hamil lagi?! Ngga aku ngga mau sayang. Aku udah terlalu tua untuk hamil lagi. Kita tunggu si cikal nikah terus kasih kita cucu aja ya. Lagi pula bisnis yang aku bangun udah berkembang dengan baik yank. Mana sempat aku ngurus bayi nanti. Aku ngga sanggup hamil lagi sayang.”                 “Ngga. Aku mau kamu hamil lagi. Aku ngga akan ijinin kamu KB lagi mulai hari ini. Kamu masih sanggup untuk mengandung satu anak lagi sayang.” Bima mengelus perut istrinya.                 “Sayang aku….”                 “Ssst… Aku ngga mau denger penolakan apapun. Mulai hari ini aku akan mengawasi kamu jangan sampai kamu pasang KB lagi. Aku mau tambah anak lagi. Urusan bisnis kamu bisa di handle nanti. Lagian apa nafkah dari aku masih kurang sampai-sampai kamu menolak menambah anak lagi demi ambisi kamu.”                 Bima mulai terlihat kesal. Sejak awal menikah, Bima sudah melarang Astrid untuk bekerja. Ia lebih suka istrinya selalu ada dirumah menyambutnya yang lelah tiap kali pulang kerja dan juga mengurus tumbuh kembang anak-anak mereka. Tapi Astrid keras kepala. Jika Bima tidak bisa bersikap sedikit keras, mungkin hingga saat ini mereka belum juga diberi momongan karena Astrid lebih mementingkan karirnya ketimbang keluarga.                 “Sayang, kita udah pernah bicarakan ini kan. Aku ngga mau nambah anak lagi.”                 “Aku ingin kamu hamil lagi dan itu sudah mutlak. Sebagai istri kamu harus mendukung keinginan suami mu atau semua saham di perusahaan mu aku tarik semua.” Ancam Bima membuat Astrid kesal.                 “Kamu egois, Bim. Kamu egois!” Astrid membalikkan tubuhnya memunggungi Bima. Air matanya mulai menetes di wajahnya. “Aku sudah cukup bersabar untuk itu, tapi makin kesini kamu yang semakin egois. Kalau sampai aku tahu kamu mencoba mencegah kehamilan mu, ucapkan selamat tinggal pada bisnis yang kamu bangga-banggakan itu.” Bima beranjak dari ranjang panas mereka. Ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan juga mendinginkan otaknya. ***                 Dilain tempat, entah siapa yg memulai, Tiara dan Bima berciuman mesra. Kedua tangan Tiara memeluk leher Bima, begitu juga Bima yang memeluk erat pinggul ramping itu. Suasana hari itu terasa semakin panas dengan kegiatan yang mereka lakukan. Bima mendorong Tiara masuk ke sebuah ruangan yang jarang di pakai untuk kegiatan kampus. Ia menyandarkan tubuh Tiara ke tembok.                 Bibir tebal itu mulai mencumbu ceruk leher Tiara, memberi tanda kepemilikan di kulit bersih Tiara. Gadis itu menggigit bibir bawahnya. Ia pun tak mau tinggal diam, meski ini pertama kali baginya ia tak ingin mengecewakan Bima. Secara naluriah, tangannya membuka satu persatu kancing kemeja yang menempel pas ditubuh kekar itu.                 Tangannya meraba d**a bidang yang dipenuhi oleh bulu. Ia penasaran dengan rumor yang beredar kalau pria yang d**a hingga k*********a ditumbuhi bulu-bulu halus, termasuk pria-pria yang memiliki tingkat nafsu s*x yang tinggi. Tak hanya sampai disana saja, Tiara menurunkan tangannya ke arah jendulan keras milik Bima yang sedari tadi menusuk perutnya.                 Ia meremas area s**********n Bima, membuat pria itu mengerang. Tiara melepas tangannya mendengar erangan Bima, Bima langsung mencium bibir manis yang menjadi candu untuknya. Di sela-sela ciuman hangat, satu persatu pakaian yang dikenakan terlepas, menyisakan pakaian dalam saja. "Indah sekali. Mas suka." puji Bima saat melihat keindahan payudaranya yang masih di bungkus bra warna hitam.                 Rona merah di wajah Tiara semakin terlihat jelas dan membuat Bima gemas. Langsung saja ia membuka pengait bra dan meremas bukit indah itu. "Aaah Mas... " erang Tiara menikmati remasan kuat di dadanya. Bima memainkan bulatan berwarna coklat yang menggantung indah di d**a Tiara. Tiara di baringkan di atas meja tanpa melepaskan pagutannya. Cumbuannya berlanjut sampai menemukan titik inti tubuh indah Tiara.                 Tiara menahan tangan Bima saat akan melepas pelindung terakhir yang masih melekat di tubuhnya. Bima mencium tangan Tiara lalu beralih mencium bibir yang tampak membengkak. Akhirnya Tiara pun pasrah Bima melepas celana dalam miliknya. Bima tampak takjub dengan bentuk kewanitaan Tiara yang berbulu agak lebat, kecil dan mungil.                 Tiara langsung menutup kedua kaki dan tangannya karena malu, tapi Bima menyingkirkannya. Dengan perlahan dan penuh kehati-hatian Bima mencium dan menjilati inti tubuh Tiara. Tiara membekap mulutnya menahan erangan saat lidah Bima bermain-main di lubang intinya. Tangannya mencengkram kuat pinggiran meja. Matanya merem melek menikmati sensasi getaran yang baru pertama kali ia rasakan.                 Bahkan ia merasa malu saat Bima meneguk semua cairan yang ia keluarkan. "Manis. Sama seperti pemiliknya."                 Bima mengecup mesra dahi Tiara dan bersiap untuk segera melebur menjadi satu. "Mas akan berhenti jika kamu tidak menginginkannya. Tapi kalau kamu menginginkannya, tak ada waktu untuk berhenti. Kamu pilih sekarang juga." ucap Bima dengan suara serak menahan gairah yang ingin segera ia tuntaskan.                 Tiara mengelus wajah tampan yang berjambang halus itu, "Tiara ikhlas Mas. Miliki Tiara selamanya. Tiara ingin Mas menjadi yang pertama dan terakhir dalam hidup ku."                 Tanpa basa basi lagi, Bima segera memulai aksinya. Bibirnya membungkam bibir Tiara agar tak menimbulkan suara akibat penyatuan mereka. Tiara merasa tak nyaman dengan penyatuan intim keduanya. Tapi lambat laun tubuhnya mulai beradaptasi. Bima menggerakkan tubuhnya perlahan makin lama semakin cepat dan dalam, menumbuk lubang sempit yang mencengkram miliknya cukup kuat.                 Kedua tangan Tiara semakin mencemgkram kuat pinggiran meja menerima hujaman Bima ditubuhnya. Kedua kakinya melingkar di pinggang seiring semakin nikmatnya pergumulan mereka. Keringat membasahi tubuh keduanya. Tiara mengerang saat kembali akan segera keluar tiba-tiba ia terbangun dalam posisi satu tangannya memegang kelaminnya yang sudah basah.                 Ia celingak celinguk sendiri. Ternyata ia mimpi bercinta dengan Bima. Rasanya seperti nyata. "Ya ampun sampai kebawa mimpi, ck" erang Tiara. Ia menatap jari-jarinya yang basah karena cairannya. Ia pun bangun dari tidur dan bergegas untuk kembali mengajar. *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN