Author P.O.V
Perjalanan menuju Bandung membuat para mahasiswa jurusan Bisnis Manajemen semester awal sangat antusias. Meskipun tempatnya juga tidak begitu jauh dari Jakarta, namun banyaknya tugas kuliah membuat para mahasiswa itu senang karna bisa merefreshkan tubuh dan pikirannya. Setidaknya dalam dua hari ke depan mereka tidak perlu memikirkan tugas kuliah. Hal itu juga berlaku bagi Jesi dan Naumi yang saat ini sedang duduk dibagian belakang bus. Sepertinya mereka sedang sibuk akan sesuatu.
“Ketemu gak, Jes?” tanya Naumi lagi
“Enggak. Udah berulang kali nih gue obrak – abrik tas gue tetep aja gak ketemu. Duh mana headset gue ya, Mi?”
“Lupa bawa kali lu?”
“Gak mungkin, Mi. Wong gue ingat banget tadi malam sudah gue packing rapi,” tutur Jesi sambil mengingat tadi malam
“Terus kalau sudah kenapa bisa gak ada, Markonah?”
“Mana gue tauk,” sungut Jesi sambil tangan masih merogoh isi tasnya
“Jin kali yang ambil,” ucap Naumi sarkas
“Sembarangan kalau ngomong. Lu tuh ya....“
Ucapan Jesi terhenti saat melihat seseorang yang tengah berdiri dihadapannya.
“Adam? Kok lu tiba – tiba disini?” tanya Naumi setengah tak percaya
Bukannya menjawab pertanyaan Naumi, Adam malah tetap fokus menatap Jesi seakan tak berkedip
“Hai, Jesi. Lama gak ketemu ya,” sapa Adam dengan wajah sumringah
“Sialan gue dikacangin,” batin Naumi kesal
Jesi yang masih termangu akhirnya sadar kembali
“Eh iya, Dam. Kamu kenapa ada disini ya? Bukannya ini acara hanya untuk mahasiswa semester awal?” tanya Jesi memastikan.
Sebenarnya Jesi paling tidak nyaman memanggil namanya begitu saja tanpa embel – embel kakak, karena umurnya satu tahun di atasnya. Tapi masalahnya Adam tidak mau dipanggil kakak. Katanya biar lebih akrab. Meski sudah berulangkali mencoba memanggil namanya, tetap saja Jesi merasa kikuk.
“Ya aku tahu. Keberadaanku disini sebagai senior pendamping untuk menjaga keamanan mahasiswa selama gathering,” terang Adam masih dengan senyumannya menatap Jesi. Dia bahkan tidak peduli dengan pandangan teman – temannya yang sejak tadi mengejek Adam karena ugal – ugalan mengejar Jesi. Hanya orang buta yang tak dapat melihat bagaimana si pria satu ini ngebet banget pada Jesi.
Itu hal lumrah bagi mereka. Sebab sejatinya, Jesi ini seorang wanita yang sangat cantik. Dia memiliki aura positif. Pancaran matanya yang bening serta senyumannya yang manis, mampu membuat para kaum adam bertekuk lutut padanya. Faktanya tidak hanya Adam saja yang mengejar Jesi. Sebenarnya banyak diantara mereka yang juga menaruh hati pada Jesi. Namun melihat perlakuan Jesi yang begitu dingin, mereka akhirnya mundur secara perlahan. Hanya Adam saja yang bertahan meski sudah berulang kali Jesi tidak menghiraukannya.
“Oh gitu. Ya ya ya,” singkat Jesi tampak manggut – manggut
“Jes, aku boleh duduk denganmu gak?” tanya Adam kemudian
“Sialan nih, Adam. Dia gak ngelihat gue apa yang sejak tadi sudah duduk di samping, Jesi. Benar – benar ngajak ribut ini anak”. batin Naumi makin kesal.
Sudah bertanya gak ditanggepin. Eh sekarang malah seenaknya bertanya seperti itu.
Naumi yang nampak sudah siap akan memarahinya, tiba – tiba terhenti mendengar seruan orang lain.
“Bagi Kakak – kakak senior pendamping, mohon untuk turun dan pindah ke mobil yang sudah dipersiapkan ya,” seru seseorang yang menjadi ketua pendamping tersebut.
“Loh bukannya tadi sudah diijinkan, kalau pendamping boleh ikut di bus yang sama bersama mahasiswa junior?” tanya Adam tak mengerti
“Ya itu tadi Mas Adam yang baik hati. Sekarang aturannya berbeda. Kita gak boleh satu bus bersama mereka. Mobil kita sudah disiapkan di belakang,” tutur ketua itu menjelaskan
“Aneh banget. Bisa – bisanya aturan berubah dalam waktu singkat,” lirih Adam setengah tidak terima
“Ya sudahlah ya. Yang penting kita gak jalan kaki ini. Masih mending fasilitas kita jauh lebih baik. Toh yang bikin aturan juga bukan aku, tapi dosen dan panitianya,” ucap ketua itu menjelaskan
“Ya tapi kan masalahnya....“
“Haduh Mas Adam ini, kelamaan bicaranya. Kita itu sudah ditunggu. Kalau masih disini yang ada mereka gak berangkat – berangkat. Yuk turun cepetan. Sudah lewat dari jam nih,” sungut ketua itu tidak sabaran
Adam yang masih kesal dengan berat hati turun dengan langkah yang berat.
“Jesi, aku turun dulu ya. Kita ngobrol lagi nanti kalau sudah sampai. Dan kamu hati – hati ya. Jaga diri,” ucap Adam sebelum akhirnya turun
“Dih siapa dia,” batin Naumi kesal
Tidak ada jawaban dari Jesi. Dia hanya mengangguk ringan ke arah Adam.
“Hati – hati, Hati – hati. Preketek lu. Kalau mau suruh hati – hati tuh ke sopirnya bukan ke, Jesi. Dia pikir, Jesi yang nyetir ini bus apa. Heiss,” sungut Naumi akhirnya setelah Adam turun dari bus.
“Haduh. Untung saja dia gak jadi duduk disini,” seru Jesi sambil mengelus d**a lega.
“Lu juga sih, Jes. Kenapa masih ditanggepin aja sih tuh anak. Kesel gue,”
Naumi masih tidak terima. Sepertinya dia memiliki dendam kusumat pada Adam.
“Ya mau bagaimana lagi, Mi? Dia nyamperin baik – baik loh. Bertanya-pun juga baik – baik. Masak iya tiba – tiba gue mau melengos dan diem aja. Gini – gini gue juga diajarin sopan santun sama emmak gue tauk. Kasian kan dia kalau gue milih diem aja tadi,” tutur Jesi menjelaskan
“Haduh terserah lu deh, Jes. Pusing pala gue,”
“Tapi ya, Mi. Kok bisa ya tadi ada perubahan aturan begitu saja? Secara kan tadi kata Adam sudah dirapatkan sebelumnya,” ucap Jesi tidak mengerti
“Sudahlah gak usah dipikirin. Yang penting sekarang lu dah aman. Dan tempat duduk gue juga sudah aman. Gue jadi gak perlu buang – buang energi tadi,” ucap Naumi merasa lega
“Iya juga sih. Ngapain dipikirin ya,” lirih Jesi kembali dengan tenang
Mereka tidak tahu saja. Bahwa ada seseorang yang berpengaruh mampu merubah keadaan begitu saja. Tentu saja itu Juan.
.
Sesampainya di hotel Arsy Flower,
“Akhirnya sampai juga,” seru Jesi saat turun dari bus
“Ya, Jes akhirnya. Mana leherku pegel banget lagi, tadi tidur sambil duduk gak nyaman banget,” ucap Naumi sambil meregangkan otot – ototnya yang kaku.
“Yee lu mah enak dimanapun tempatnya bisa tidur. Nah gue, udah headset gak ketemu. Mau tidurpun gak bisa,” sungut Jesi sedikit kesal
“Hehe maap. Gue emang muka bantal. Kan lu tahu sendiri, Jes. Tapi tenang saja, nanti lu bisa tidur sepuasnya pas kita sudah sampai di kamar. Secara lihat saja nih hotel luas dan gede banget. Mana suasananya asri banget lagi. Pasti kamarnya juga nyaman,” tutur Naumi sambil menganga
“Iya ya. Banyak pohon rindang disini. Adem. Benar – benar bisa menjernihkan pikiran,” ucap Jesi tak kalah kagum
“Sekali – kali kita emang butuh pemandangan kayak gini sih, Jes. Daripada melihat perkotaan terus yang padat dengan kendaraan,”
Jesi mengangguk setuju. Mereka akhirnya mengikuti teman – teman yang lain untuk masuk ke dalam hotel. Dan betapa takjubnya mereka saat melihat mewah dan berkelasnya hotel itu. Semua mahasiswa berkumpul di lobi hotel untuk menunggu pembagian kamar.
Tidak ada kegiatan setelah itu. Mereka hanya disuruh beristirahat. Kegiatan akan dimulai esok hari.
Pengawal Juan yang sejak tadi memantau Jesi-pun, juga ikut beristirahat setelah melaporkan bahwa Jesi sudah tiba di kamar hotel dengan selamat.
Melihat pesan dari pengawalnya, Juan yang seharian berada di kantor kembali meletakkan ponselnya dan beralih pada berkas di tangannya. Dia tidak bisa menyusul karena harus lembur. Selagi tidak ada masalah tentang Jesi, dia bisa bernafas lega.
Juan terdiam sejenak, melihat ke arah jendela besar ruangannya seakan sedang memikirkan sesuatu.
“Jesi, Jesi, Jesi. Kenapa aku selalu mikirin dia ya?” gumam Juan seakan mencari tahu jawaban yang pas untuk hatinya. Dia sendiri bingung karena ini pertamakalinya dirinya tidak tenang akan keberadaan seorang wanita di hidupnya.
.
Keesokan harinya,
Setelah sarapan pagi, mulailah para mahasiswa itu melakukan kegiatan outbound seperti menyusun yel – yel kelompok, lomba bakiak, tarik tambang dan lain – lain. Jesi merasa senang seharian. Wajahnya penuh dengan senyuman. Pengawal yang mengawasi Jesi setiap saatpun, selalu melaporkan kepada Juan disertai foto Jesi yang dipotret secara diam – diam. Sontak saja Juan yang melihatnya ikut tersenyum sendiri.
“Pak Juan, Pak Juan,” panggil Maria yang saat ini sedang menatap Juan dengan aneh.
Melihat senyuman Juan yang tidak biasanya, para karyawan yang ada di ruang rapat tersebut hanya menampilkan ekspresi tidak percaya. Pasalnya bos besarnya ini terkenal dengan karakter dingin dan angkuhnya. Namun bisa – bisanya dia sekarang senyum – senyum sendiri. Apa mungkin salah obat.
“Pak Juan,” panggil Maria sekali lagi dengan suara agak ditinggikan
“Hah iya,” ucap Juan sedikit kaget.
Melihat tatapan aneh dari karyawannya, Juan yang tersadar langsung membenarkan posisi duduknya.
“Lanjutkan!” titah Juan dengan tegas
Rapat akhirnya kembali dilanjutkan dengan presentasi salah satu karyawan lainnya.
Beberapa saat kemudian,
Ting....
Sebuah pesan masuk, kembali terdengar di ponsel Juan.
Juan terkejut saat melihat foto Jesi yang sedang bersama Adam. Di foto itu Adam seakan sedang memperbaiki anak rambut Jesi yang berantakan. Sontak saja genggaman tangan Juan yang sedang memegangi ponselnya semakin erat. Semburat merah di wajahnya nampak terlihat.
“Maria, agenda selanjutnya apa?” tanya Juan tak sabaran
“Bapak ada rapat nanti dengan klien dari perusahaan xx,” tutur Maria memberi tahu
“Hubungi klien itu. Infokan bahwa tempat pertemuan kita dipindah ke Bandung,”
“Hah tapi kan, Pak....“
“Rapat hari ini selesai,” ucap Juan dan langsung melesat keluar.
TBC.