• Bukan Intuisi
Lagi-lagi Mingzhi membuat pernyataan yang membuat orang lain tidak habis pikir dan tidak berhenti bertanya-tanya.
“Tuan Cong! Ini bukan permainan anak-anak, dan disini bukan tempat anda bercanda seenaknya.” dengan kesal tuan Gou mengatakannya.
“Tuan Cong! Bertaruh seperti itu, sepertinya kau tidak menghargai hidupmu sama sekali!” sambung pak tua Xi.
Penonton mulai ramai.
“Ya ampun apa-apaan itu, gegabah sekali.”
“Kupikir setelah dia tidak dapat menambahkan taruhannya dia akan secara sukarela ikut tanpa harus berpikir menang atau kalah.”
“Dia menjual ginjalnya, orang ini gila!”
“Kakak Cong, meskipun aku baru bertemu denganmu malam ini, tapi tanpa kau aku tidak akan bisa merasakan kemewahan ini.”
“Kakak Cong, jangan terlalu gegabah, bukankah kau ingin menghabiskan malam denganku.”
Mingzhi tidak tahu harus berekspresi seperti apa.
“Nona! Jika kau bermalam denganku maka polisi akan datang menangkapmu, aku ini anak di bawah umur, nona!” dalam hati Mingzhi.
“apa aku harus mengulangi pernyataanku? Kurasa semua yang ada disini mendengarnya dengan jelas. Dan ya! Biar kutegaskan ini, tuan Gou, saya tidak bercanda dan saya tidak main-main. Dan pak tua Xi. Mau saya sayang dengan nyawa saya atau tidak, anda bukan orang yang menentukan hidup dan mati saya.”
Dua orang itu geram bukan kepalang.
“Tuan Cong! Jangan terlalu sombong! Jika aku memintamu menyerahkan kepalamu sebagai ganti semua uang di meja ini, apa kau bisa memberikannya?!” seru pak tua Xi.
“Tuan Li, apa anda punya borgol? Kalau tidak anda bisa mengambilkan seikat tali.”
“Tuan Cong?! Apa yang anda pikirkan?”
“Penuhi saja, anda akan mengerti.”
Li Yifei menyuruh pelayannya mengambil sebuah borgol. Pelayan itu datang sesuai dengan perintah Li Yifei.
Mingzhi menjulurkan tangannya pada pelayan itu.
“Tuan Cong? Apa yang mau anda lakukan?” tanya Li Yifei.
Mingzhi memborgol tangannya sendiri, satunya dia ikatkan ke besi yang ada di meja judi, meja itu sangat besar dan berat sehingga seseorang tidak akan mampu menggeser meja itu sendirian. Mingzhi lalu melemparkan kuncinya kehadapan pak tua Xi dan memandang langsung ke matanya.
“Sepakat!” tegas Mingzhi.
“Tuan Cong ini, dia benar-benar....” dalam hati Li Yifei. Dia menunjukkan senyum lebar dan sangat mengagumi keberanian Mingzhi.
Tuan Gou berdiri dan memegang kepalanya, mondar-mandir dengan senyum yang semeringah.
“Hahaha, ini... Ini... Ini benar-benar gila, hahah, seumur hidupku aku tidak pernah mendapat kesempatan untuk menyaksikan hal semenarik ini dan sekarang... Tuan Cong! Anda benar-benar orang tergila yang pernah saya temui, saya bisa pertaruhkan kilang minyak saya di arab, semua uang di Bank swedia saya, tapi tidak untuk kepala saya.” kata Tuan Gou.
“Hahahah... Ini hebat, benar-benar hebat, kalau begitu saya tidak akan memberikan 500.000, saya akan tambah 500.000 lagi untuk kepala anda tuan Cong.” sambung tuan Gou.
“Kalau begitu saya juga akan menambahkan dengan jumlah yang setara. Saya juga akan memberikan 500.000 untuk bocah yang mau mati. Hahaha.” tambah tuan Xi.
Semua orang yang melihat hanya bisa menepuk jidat dan mengelus d**a.
“Ya ampun, dua juta yuan lebih ada di meja itu.”
“Orang-orang ini terlalu berlebihan, benar-benar sudah diluar akal.”
“Menang uang sebanyak itu? Bahkan pendapatan perusahaan keluarga kelas satu tidak sebanyak itu.”
“Four of a Kind sudah ada di tanganku, memangnya aku akan kalah? haha... Aku akan memenggal kepala bocah sombong itu sendiri.” pikir pak tua Xi.
“Aku tidak peduli dengan uang yang ada di meja. Jika tuan Cong menang, maka dia akan jadi wakilku, orang seberani dia, memangnya siapa yang lebih pantas duduk berdampingan denganku selain dia? Haha.” dalam hati Li Yifei.
“Saya akan bagikan kartu yang terakhir.” ujar sang juru kartu.
Semua orang berdebar-debar, termasuk sang juru kartu, bahkan tangannya gemetaran.
“Ya tuhan tolong jaga jantungku, aku tidak mau mati, setidaknya aku harus melihat pemenang taruhan ini.”
“Astaga, ini menegangkan. Tanganku berkeringat.”
“Kakak Cong! Kakak Cong! Tuhan selamatkan kakak Cong!”
“Tuan Li. Apa anda ada pisau gunung?” kata Mingzhi sambil tersenyum.
“Hahahah... Tuan Cong, anda benar-benar gila, sungguh! Saya sangat menyukai anda, anda orang yang saya hormati setulus hati. Jika anda menang kita akan jadi sodara, tapi jika anda kalah... Saya akan memakamkan anda dengan layak. Saya bersumpah! Panlong! Bawakan aku pisau gunungku!”
“Baik tuan besar!” seorang pria besar di samping Li Yifei bernama Panlong pergi memenuhi keinginannya.
Sang juru kartu melempar kartunya ke tuan Gou, pak tua Xi dan Su Mingzhi. Ekspresi tuan Gou menjadi pucat, dan tuan Xi semeringah bukan kepalang.
“Sial, kupikir akan muncul angka 5 wajik atau 10.” pikir tuan Gou.
Kartunya berurutan dari putaran pertama sampai terakhir dengan urutan 6, 7, 8, 9, dan Q. Semuanya berbentuk wajik, tuan Gou berpikir kalau dia akan mendapatkan Straight Flush dan ternyata dia hanya mendapatkan Flush. Sedangkan tuan Xi berhasil mendapatkan Four of a Kind dimana itu lebih tinggi dari pada Flush.
Pak tua Xi menatap tuan Gou sambil tertawa, dia hendak menunjukkan kartunya dan tanpa disadari sebuah kartu terlempar mengenai kedua tangan tuan Gou yang memegang lima kartunya.
Kartu itu melayang dan jatuh ke meja dengan posisi terbuka, dan disana tergambar 5 wajik.
Tuan Gou melongo ke arah Mingzhi sebab kartu yang terbang itu dilempar dari arah Mingzhi.
“Haha... Tuan Gou, dari ekspresi anda, sepertinya anda mengharapkan kartu itu. Oh?! Apa anda kehilangan angka 10?” kata Mingzhi.
“Tuan Gou, 10 ada di saya.” pak tua Xin melempar semua kartunya ke meja.
“Four of a Kind! Pak tua Xi dapat Four of a Kind.”
“Ah! Dia beruntung sekali, kelihatannya kemenangan ini miliknya.”
“Matilah tuan Cong itu...”
“Tuan Li, kau bisa menyerahkan pisau gunung itu padaku sekarang, pak tua ini akan memenggal sendiri kepala bocah sombong ini.” kata Pak tua Xi.
Wanita yang tadinya mengikuti Mingzhi merasa kasihan dan sedih akan hal itu.
“Sodara Cong, setidaknya biarkan aku memanggilmu sodara untuk terakhir kalinya.” kata Li Yifei.
Li Yifei menyodorkan pisau gunung itu ke arah Pak Tua Xi. Wajah pak tua Xi begitu bahagia.
Mingzhi menahan tangan Li Yifei dan dan dengan satu tangannya lagi dia melempar kartu yang dia pegang. Semuanya berurut dari As, 2, 3, 4, dan 5 wajik yang dilemparnya ke arah tuan Gou.
Mingzhi mengambil pisau gunung itu sendiri dan dengan pisau gunung di tangannya dia menebas rantai pada borgol di tangannya.
“Straight Flush! Tuan Cong Straight Flush! Dia memenangkan taruhannya.”
“Ya ampun, bagaimana dia bisa menang?”
“Dia sudah yakin menang di awal pertandingan tadi, seakan dia sudah tau hasilnya dari awal.”
“Kita semua tidak melihat adanya kecurangan sama sekali.”
“Bagaimana dia bisa mendapat Straight Flush?”
“Dia dewa judi. Tuan Cong adalah reinkarnasi sang dewa judi.”
Tuan Xi jatuh terduduk di kursinya, dia memegang kepalanya yang sudah penuh dengan rambut beruban. Mingzhi meraup semua chip yang ada di meja, termasuk dengan jam yang dia pertaruhkan.
Mingzhi kemudian melempar jamnya ke arah tuan Gou.
“Tuan Gou! Kau bisa mengambil jamnya. Borgol ini terlihat lebih bagus ditanganku.” Mingzhi mengatakannya sambil memperlihatkan borgol yang sudah putus di tangannya.
Li Yifei dengan cepat merangkul Mingzhi.
“Sodara Cong! Anda luar biasa, sesuai dengan apa yanh sudab saya katakan sebelumnya, sekarang kita sodara, anda tidak perlu sungkan.” kata Li Yifei dengan semangat.
“Li Yifei B*jingan, orang yang kau panggil sodara ini datang kesini untuk meremukkan kepalamu, aku terlalu asik berjudi sampai lupa, tapi ya sudahlah... Setidaknya aku berhasil mengumpulkan banyak point emosi dari ini, terlebih aku dapat dua juta yuan lebih, jika itu dikonversi dalam bentuk point emosi, kira-kira System akan kehabisan item di Shop atau tidak ya? Hehehe.” dalam hati Mingzhi.
Dua wanita yang bersama Mingzhi berlari kegirangan ke arah Mingzhi dan mengkalungkan tangannya ke leher Mingzhi.
“Kakak Cong! Kita harus menghabiskan banyak waktu bersama setelah malam ini, aku terkesan dengan kecerdasan dan ketampanan kakak.”
“Kakak Cong, aku juga tidak keberatan menemani kakak di malam yang panjang ini.”
Wanita itu saling merayu Mingzhi, Mingzhi hanya bisa menyembunyikan rona di wajahnya.
“Ini sudah bukan intuisi lagi, ini seperti tuan Cong sudah mengetahui hasil akhirnya. Dia memancing lawannya mengeluarkan banyak taruhan sampai sejauh ini. Dengan modal 100 yuan dan sekarang berlipat jadi 2 juta lebih dalam semalam? Bagaimana seseorang bisa menjelaskan kemampuan judi orang ini?” pikir nyonya Ling er.
“Curang! Curang! Ini curang! Tuan Cong pasti bermain curang!” kata pak tua Xi.
“Hahaha... Hal ini lagi kah? Klasik sekali, katakan bagaimana saya bisa curang?”
“Bocah Si*lan! Kau pasti mengatur kartunya sedemikian rupa sehingga kau bisa menang. Kalau tidak bagaimana aku mungkin bisa kalah dengan kartu yang kupegang.” ucap pak tua Xi.
“Pak tua Xi, bagaimana cara saya mengatur kartunya agar saya menang? Saya bukanlah juru kartu yang mengocok kartu tersebut sehingga saya bisa mengaturnya sesuai keinginan saya, dan diantara 52 kartu remi itu apa anda pikir saya tau mana angka 2 atau 3. Bahkan jika saya tanya pada anda apa anda bisa membedakan kartu itu dari belakang? Anda menjadi tidak masuk akal sekarang.” Jawab Mingzhi.
“Omong kosong! Kau pasti....”
Pak tua Xi melihat ke arah Li yifei dan kalimatnya jadi terpotong.
“Sial! Jika aku mengatakan tuan Cong bersekongkol dengan sang juru kartu yang merupakan bawahan tuan Li, ini seperti aku menuduh tuan Li, di daerah ini ketika menyinggung Li Yifei, selain lautan dalam tak ada tempat kembali lainnya.” pikir pak tua Xi.
“Lupakan! Maafkan tindakan pak tua ini.”
Pak tua Xi kemudian memberikan salam kepada semuanya sebagai tanda permintaan maafnya.