9. drama

791 Kata
Lelah berdebat, lelah dengan semua kebohongan yang terdengar dipaksakan untuk jadi sebuah kebenaran. Lelah dengan semua gelagat aneh dan sesuatu yang semakin tidak masuk akal saja. Mungkin pendekatan persuasif dan caraku untuk memancing kejujurannya tidak akan pernah mempan, jadi satu-satunya cara adalah menangkap basah dan memergokinya. Suatu saat aku harus datang ke bandara dan mengimbangi bagaimana dia bekerja sehari-harinya, kemudian aku akan memeriksa kegiatan apa yang dia lakukan di jam istirahat dan kemana saja dia pergi saat pulang kerja. Dari sana aku akan menemukan jawaban baru dan fakta, sebab jika aku hanya diam di rumah dan meraba-raba aku tidak akan menemukan jawabannya. "Bu, suamiku sudah mulai bersikap sangat mencurigakan." Aku menelpon Ibuku dan menceritakan segalanya, sebagai support system utama, keluarga adalah segalanya bagiku dan mereka adalah orang yang harus tahu jika aku berada dalam masalah dan dilema. "Semua wanita akan merasa curiga Jika suami mereka bersikap seperti itu tapi kau harus bersikap objektif dan bijaksana." "Bu, Jika dia memang berselingkuh, apakah aku harus serta-merta bercerai dengannya?" "Tidak, kangan ambil keputusan dengan cepat karena emosi. Ingat bahwa kau punya Daffa dan Sinta yang masih membutuhkan orang tua dan masa depan mereka masih panjang. Jika masih bisa diselesaikan dengan baik-baik maka upayakan perdamaian." "Bagaimana jika suamiku memang benar-benar berselingkuh?" "Tanyakan padanya kenapa dia melakukan itu, kalian harus coba introspeksi diri dan memperbaiki hubungan kalian. Bilamana suamimu memang sudah tidak mencintaimu dan hendak berpisah maka itu adalah langkah terakhir yang bisa diambil. Tolong berpikirlah dengan tenang dan objektif." "Baik, Bu." "Sebagai wanita kita memang mudah terluka dan menangis. Tapi ibu tidak pernah mengajarkan kamu untuk cengeng dan mengambil keputusan berdasarkan emosi yang buru-buru. Tolong bicaralah dari hati ke hati, minta dia jujur." "Aku sudah berulang kali memintanya jujur tapi dia terus mengelak dan mengarang-arang cerita baru yang makin saja terdengar tidak masuk akal." "Mungkin kau harus membutuhkan bantuan adikmu agar mereka bisa memeriksa suamimu." "Mungkin begitu." "Kalau begitu Ibu akan minta Ando untuk mengawasi suamimu saat pulang kerja. Kau tenangkan hatimu." "Iya, Bu, terima kasih." "Sama sama, Sayang. Jaga dirimu, usahakan untuk tidak bertengkar dan berteriak di hadapan anak-anak. Kalian harus bersikap dewasa jadi tolong jangan tunjukkan itu pada kedua cucuku." "Iya, Ma. Siap!" *** Hari berikutnya: Aku dan adikku Armando, sepakat untuk mengintai Mas Kevin. Kevin Junio Brawijaya, suamiku yang hebat, tampan dan cerdas. Kalau dipikir lebih lanjut, melihat dia yang tampan dan selalu berpenampilan bagus, gaya bicaranya yang terdengar sangat cerdas dan meyakinkan, serta senyum dan keramahannya, wanita mana saja pasti akan meleleh dan jatuh cinta. Ditambah suamiku sangat aktif di sosial media dengan berbagai feed, reels dan video-video menarik tentang kegiatan kesehariannya, secara tidak langsung, dia jadi selebgram yang memiliki banyak penggemar dan pendukung. Tentu saja sebagian besar pendukung itu adalah kaum hawa, ditambah ia sangat jarang membuat video tentang istrinya, meski foto anak-anak dan kegiatan liburan kami beberapa kali di posting olehnya. Setiap kali memeriksa i********:, tetap saja ada beberapa komen centil yang berusaha merayu suamiku dan cari perhatiannya. Meski tidak pernah terlihat gamblang menanggapi, tapi siapa yang tahu tentang direct message dan inbok, bukan tidak mungkin suamiku membalas pesan-pesan centil itu dan ditambah aku juga tidak pernah memeriksanya. * Aku pura-pura jadi pengunjung di bandara dan duduk sambil menyamarkan diriku. Sebelumnya aku bukan istri yang berhijab, masih menggunakan pakaian biasa dan terkadang sering sekali menggunakan rok pendek--jadi karena hal inilah, aku harus mengubah penampilanku---hari ini aku menyamarkan diriku dengan pakaian tertutup dan hijab agar suamiku tidak mengenali diri ini. Pakai masker dan topi juga. Kegiatannya di bandara, di balik meja imigrasi dan bea cukai masih terlihat normal, dia menyapa orang-orang yang akan naik pesawat dengan ramah sambil memberikan stamp di paspor mereka. Di jam makan siang, suamiku diantarkan makanan oleh seorang staff sebuah outlet makanan yang tersedia di sana. Aku mengenali mereka dari seragamnya. Suamiku makan bersama teman-temannya dan kegiatannya dilanjutkan dengan normal kembali. Beberapa jam menunggu dan mengawasi, aku mulai lelah dan mengantuk, lalu kupertimbangkan untuk pulang saja. Duduk di bandara dari pagi sampai siang membuatku amat jenuh, ditambah petugas bandara yang 'rese' bolak-balik lewat di depanku dan terlihat ingin memeriksa diri ini kapan akan berangkat. "Ah, sebaiknya aku pergi," gumamku. Begitu aku berdiri dan mengambil tasku, di momen bersamaan aku melihat Suamiku sedang bicara dengan seorang wanita yang juga berseragam pegawai bea cukai. Dia nampak berpangkat dan rapi sekali, rambutnya berpotongan Bob pendek tapi cukup style membingkai wajahnya yang anggun sekaligus tegas, hidungnya mancung dan bibirnya tipis, tubuhnya tinggi, sedikit lagi hampir sama tingginya dengan Mas Kevin. Diperhatikan dari jauh, gestur Mereka terlihat sangat dekat, bahkan wanita itu berani memegangi pipi dan menepuk d**a suamiku. Mereka juga nampak sangat akrab mungkin lebih akrab dibandingkan dengan interaksi antara orang-orang yang berprofesi sama sebagai rekan kerja. Jujur saja, hatiku langsung terbakar melihatnya Meski aku belum memastikan wanita itu siapa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN