"Kok aneh ya...." Ibu mertua menggumam secara perlahan tapi sebagai seorang wanita Dia pasti mengerti apa yang kurasakan.
"Coba tenangkan hatimu, Nduk sayang. Mungkin karena terlalu lelah mengurus rumah dan anak-anak jadi hatimu mudah merasa curiga dan sakit. Coba dicek sekali lagi apa benar wanita itu sahabatnya atau bukan."
"Saya menelpon nomor ponselnya dan mencoba bertanya lalu mengajaknya bertemu tapi wanita itu langsung memblokir saya. Harusnya kalau tidak ada hubungan apa-apa maka masih Kevin dan dia akan bersikap wajar. Kenapa harus blokir Buk?"
"Nanti biar ibu yang tanya sama Kevin. Kamu tenangkan hatimu yang Nduk," ucap mertuaku yang berhati lembut.
"Buk, bagaimana kalau ternyata mas Kevin punya selingkuhan."
"Dia tidak akan berani seperti itu dan kalau dia berani dia harus menghadapi ibu."
"Bagaimana kalau ternyata dia bersikeras mempertahankan pacarnya?"
"Sudah redakan semua anggapan buruk di hatimu, itu hanya anggapan seorang wanita yang merasa lelah dan jenuh. Nanti biar ibu dan ayah yang pastikan. Sekarang tenangkan hatimu dan fokuslah membahagiakan dirimu."
"Baik, Bu."
"Salam buat anak-anak, kalau bisa datanglah di hari Minggu."
"Insya Allah."
"Ibu menunggu, kangen juga sama cucu."
"Iya, Buk. assalamualaikum."
"Walaikum salam."
Setelah panggilan berakhir aku merasa sedikit lega sudah bicara dengan ibu mertua, seakan beban di hatiku berkurang setengahnya karena aku sudah membagikan penderitaan itu pada orang lain.
**
Pukul sembilan malam.
Malam itu tak kubicarakan lagi tentang gadis bernama Mila, kuberikan dia makan malam dan ku temani dia menonton TV, menonton pertandingan liga Inggris kesukaannya. Kusiapkan juga cemilan dan teh manis di sisinya. Semoga kami asik menonton dan pertandingan sedang seru-serunya tiba-tiba iPhone suamiku berbunyi.
Kring kring. Suara nada dering klasik khas iPhone.
Diam-diam aku mengintip layar ponsel yang terletak di sisi kirinya. Nama itu sudah diganti jadi bos, padahal aku sudah menghafal betul nomor wanita itu.
"Bosku memanggil, permisi sebentar," ujarnya.
Aku adalah istrinya, puluhan purnama aku menemaninya dalam hidupnya jadi aku tahu gestur suamiku. Aku bisa membedakan mana sikap normalnya saat bosnya menelpon dan kegugupan saat harus menerima panggilan wanita lain ketika berada dengan istrinya.
Ada bicara mas Kevin bergetar dan dia nampak buru-buru keluar dari pintu samping lalu bicara di sana.
Karena lampu ruang keluarga sudah ku matikan dan hanya ada cahaya dari lampu dinding dan sinar TV jadi aku bisa diam-diam mengintip dan keluar dari pintu. Aku berdiri di pinggir dinding sementara lelaki itu nampak mondar-mandir berjalan di halaman samping.
"Hari ini nggak bisa besok aja, aku lagi sama istriku."
"... Iya tapi dia bisa curiga kalau tiba-tiba aku pergi begitu saja jadi aku mohon, tolong mengertilah kalau aku tidak bisa kemana-mana sekarang."
Dadaku berdebar, berdebar dan berdegup kencang bukan main, hatiku sakit mendengar percakapan itu meski kedengarannya masih wajar.
Dia bilang kalau aku akan curiga kalau dia pergi begitu saja. Sebenarnya curiga karena apa, kalau memang aktivitas suamiku tidak mencurigakan. Dia merasa was-was dan takut seperti itu, karena tahu persis apa yang dia lakukan bukanlah sesuatu yang bisa diterima.
Fix, sudah jelas kalau mas Kevin dan wanita itu punya hubungan yang lebih dari teman.
"Iya, iya, besok aja, nanti aku hubungi lagi ya."
"Baik, daah."
Begitu menutup panggilan di ponsel, teknologi itu mau masuk lagi ke dalam rumah dia tertegun karena aku sudah berdiri di hadapannya dia yang tadinya menunduk dan menyaksikan layar ponsel langsung terhenti langkahnya dan terperanjat karena aku berdiri tepat di depan pintu.
"Dengan siapa kau bicara?"
"Dengan Bosku."
"Bos yang kau sebut Mila?"
"Bukan, orang lain. Dia kepala bidang keamanan."
"Jangan susah payah berbohong sementara aku menghafal nomor ponsel wanita itu, dia wanita yang mengaku sahabatmu!"
"Ah...." Mas Kevin mendesah sambil memijit di keningnya dan mengalihkan tatapannya ke arah pagar rumah. Sepertinya, dia tidak mampu lagi menyembunyikan gelagat dan kebohongan, karena ketahuan jelas di depan mata.
"Ada apa kau bilang kalau aku akan curiga jika kau pergi... aku tidak akan curiga jika itu menyangkut pekerjaan kecuali kau dan dia mau berkencan!"
"Tidak, ini masalah pekerjaan!" Mas Kevin. berusaha menegaskan.
"Jika itu hanya masalah pekerjaan, kenapa kau begitu gugup dan takut begitu melihat wajahku. Jangan sembunyikan apapun! lebih baik kau jujur saja! Lebih baik kau jujur selagi aku masih tenang!"
"Kau memang harus tenang, tenang seterusnya Bund. Ada sedikit masalah di mana temanku melakukan kesalahan, kami harus segera membereskannya sebelum atasan memarahi kami. Kau tahu kan bekerja di bandara itu tidak boleh lalai sedikit lalai saja akan berujung sebuah malapetaka. Kau tahu kan' sering terjadi penyelundupan n*****a dan barang barang berbahaya?"
"Aku tidak melihat relativitas antara n*****a dan hubunganmu dengan wanita yang kau sebut Mila itu! Wanita yang pertama kali kau namakan dengan sebutan ratuku, lalu kau ganti dengan BOS! Ada apa denganmu?"
"Aku sulit menjelaskan semuanya pada orang yang tidak mau mengerti! Tolong jangan budakkan dirimu dengan kecemburuan!"
"Tidaklah insting seorang Istri begitu tajam kecuali ia merasakan sesuatu yang aneh. Jujurlah selagi aku masih tenang, aku memberimu kesempatan selagi aku masih tenang! Lebih baik aku tahu dari mulutmu daripada aku tahu dari orang lain karena itu akan meledakkan segalanya."
"Tidak ada yang aneh! Mila itu hanya atasanku, pangkatnya 1 pangkat di atasku, Dia memang cantik tapi dia bukan pacarku."
"Kalau begitu pertemukan saja aku dengannya seperti apa yang kau janjikan kemarin malam!"
"Aku memang ingin mempertemukanmu, tapi harus ada momen khusus di mana seorang bos dipertemukan dengan istri bawahan kerja mereka. Minimal kita harus buat acara atau momen tertentu, bukankah sangat canggung tiba-tiba mengundangnya dan mengenalkannya, sementara dia hanya atasanku dan kau mencemburuinya! kau benar-benar tidak masuk akal, Fatiya!"
"Bukan aku yang tidak masuk akal, tapi kebohongan demi kebohongan yang kau ciptakan yang semakin membuatnya tidak masuk akal!"