Aldo VS Willy

1072 Kata
Mobil yang dikemudikan Pak Willy melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan ibu kota sore itu yang terlihat ramai lancar. Lalu lintas di ibu kota sore hari pasti lah rame dengan orang-orang yang pulang kantor. Dalam mobil kami hanya saling diam. Karena mungkin merasa sepi Pak Willy berinisiatif memutar musik dengan lagu cintanya. Sepenggal lirik lagu milik penyanyi Gito Rollies menggelitik telingaku. Cinta yang tulus di dalam hatiku Telah bersemi karena-Mu Hati yang suram kini tiada lagi T'lah bersinar karena-Mu Semua yang ada pada-Mu ohh Membuat diriku tiada berdaya Hanyalah bagimu untuk-Mu Tuhanku Seluruh hidupku Semua yang ada pada-Mu ohh Membuat diriku tiada berdaya Hanyalah bagimu untuk-Mu Tuhanku Seluruh hidup dan cintaku Aku yang mendengarkan lagu tersebut tersenyum sendiri, karena merasa kepo aku pun lantas bertanya pada Pak Willy. "Maaf nih Pak kepo dikit, hehehe. Apakah Bapak tengah jatuh cinta? Soalnya lagunya mengisyaratkan tentang itu?" tanya ku penuh keingin tahuan. Yang ditanya hanya melirik sekilas tanpa mau menjawab, pandangannya tetap lurus kedepan fokus pada jalanan yang sedikit agak macet. Hening tercipta diantara kami hingga membuat aku kikuk sendiri. Bos yang biasanya suka iseng dan rame kini mendadak diam, ada apa gerangan yang terjadi pada bosku itu. Otakku bertanya-tanya. Ku beranikan diri untuk berkata kembali. "Maaf Pak, kalau pertanyaan saya menyinggung perasaannya, Bapak. Sumpah saya hanya bertanya aja tidak ada maksud apa-apa," ujar ku merasa tak enak. Helaan napas kasar terdengar dari mulut bosku itu. Dengan suara lirih dia akhirnya mau menjawab. "Tidak apa-apa Al, kalau boleh saya jujur memang sebenarnya saya sedang jatuh cinta yang kedua kalinya. Yang pertama dulu saya jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi sayang dia malah keburu menikah dengan orang lain sebelum saya mengungkapkannya. Sekarang saya pun sama merasakan jatuh cinta kembali pada orang yang sama. semoga yang sekarang bisa terbalaskan." "Aamiin. Semoga apa yang Bapak harapkan terkabul, Bapak bisa berjodoh dengan wanita yang Bapak cintai. Saya hanya bisa mendo'akan saja, Pak." Tutur ku tulus pada si bos. Tak ada jawaban yang keluar dari bibir Pak Willy, dia diam dengan pandangan lurus kedepan. Mobil memasuki pelataran rumahku, Pak Willy langsung memarkirkan mobilnya di samping sebuah mobil mewah. Aku heran dengan adanya mobil tersebut, begitu pun dengan Pak Willy. Aku meliriknya sambil mengernyitkan dahi. Kami masih berada di dalam mobil, belum berniat untuk turun. Namun tiba-tiba Pak Willy kembali berucap. "Iya Al, makasih semoga kali ini cinta saya terbalaskan," ujarnya sembari tersenyum simpul karena merasa geli sebenarnya wanita yang Willy maksud itu Alia sendiri. Namun, Alia tidak mengetahuinya. "Saya berharap semoga Bapak mendapatkan jodoh yang baik. Karena Bapak memang orang baik dan harus berjodoh dengan orang baik pula." "Andai saya jodohnya kamu bagaimana, Al? Apa kamu mau menerima saya?" tanya dia dengan mimik wajah yang di buat menyebalkan. Aku terkekeh geli mendengar ucapan Pak Willy. Entah kenapa aku ingin tertawa, mungkin juga merasa lucu menurutku. Apalagi melihat ekspresi dia yang benar-benar membuatku ingin tertawa ngakak. Namun aku tahan agar pria itu tidak tersinggung. Cepat ku tepis perkataannya itu untuk membuang rasa kikukku. "Ah, Bapak ada-ada saja. Ya, tidak mungkin lah, Bapak pasti akan mendapatkan jodoh yang lebih baik dari saya. Bapak masih bujangan sedangkan saya janda," jawabku. "Ya, kalau udah jodoh masa saya harus nolak sih, Al. Tidak apa-apa biarpun kamu janda, saya akan menerima kamu dengan tulus kalau kamu mau," jawab Pak Willy sembari cengengesan. Emang bos aku itu tidak pernah seriusan dia selalu iseng terhadap ku. "Sudah lah Pak. Bapak emang bercandanya suka kebangetan. Jangan memilih janda, Pak. Masih banyak perawan juga." Setelah mengatakan demikian kami terdiam kembali, entah kenapa rasa canggung kini hadir di tengah-tengah kami. Namun, kembali Pak Willy berseru. "Al, itu lagi ada tamu, siapa? tamu kamu kah?" tanya Willy terlihat penasaran. Dia berucap sembari menunjuk dengan dagunya. "Yah, Bapak itu aneh, mana saya tahu Pak itu tamunya siapa? Orang dari tadi saya di restoran, Bapak lupa?" tanyaku kembali sedikit sewot. "Gak usah ngegas gitu dong, biasa aja kali jawabnya. Saya kira kamu udah janjian tadi," ujar Pak Willy. "Daripada penasaran mendingan kita turun aja, Pak. Terus kita samperin siapa tahu Bapak juga mengenalnya. Janjian dari hongkong. Saya tuh nggak punya teman orang kaya, teman- teman saya hanya orang-orang biasa." "Ya, udah ayo kita turun sekalian saya pamit pada orang tua kamu," ucap Pak Willy karena dia merasa penasaran banget dengan pemilik mobil mewah tersebut. Pikiran Willy menjadi cemas karena takut ada saingannya kembali. Kami turun dari mobil gegas berjalan beriringan masuk kedalam rumah. Aku mengucap salam karena memang aku pemilik rumah. Sedangkan Pak Willy dia terus mengekori kemana aku berjalan. Setelah mendapat sahutan dari dalam kami berdua gegas masuk, tetapi alangkah terkejutnya aku setelah melihat siapa tamu itu. Ternyaya tamu itu Aldo. Aldo sendiri dia cuek aja melihat kedatangan aku dengan seorang laki-laki. Namun tidak dengan Pak Willy, dia sangat terkejut sebab memang dia mengetahui siapa tamu tersebut. Walaupun tidak saling kenal, tapi dia tahu sebab Aldo merupakan pengusaha muda yang sukses. "Alia kamu sudah pulang, Nak, sini duduk. Itu ada Nak Aldo, dia udah nungguin kamu dari tadi. Loh, Nak Willy juga ikut kesini? Ayo, mari- mari duduk disini kita ngobrol bareng," ujar ibu mungkin merasa kaget juga dengan kedatangan Willy. " Baik bu terima kasih," jawab Pak Willy terlihat kikuk. "Bu, Pak lebih baik Alia masuk dulu aja, ya." Pamit ku biar bisa menghindar dari dua mahluk yang ada didepan ku ini. "Jangan Al, lebih baik kamu duduk disini. Mungkin Nak Aldo ada perlu sama kamu kasian dia udah menunggu lama." Ibu langsung mencegahku. "Tapi, Bu. Alia mau ke kamar dulu, mau ganti baju. Udah gerah ini. Boleh, ya?" mohonku pada wanita yang telah melahirkanku itu. Ibu terlihat menarik napas dalam. Dari wajahnya tampak tidak setuju, mungkin beliau merasa tidak enak hati pada Aldo. Karena katanya sudah menunggu aku lama. Namun, dengan berat hati Ibu akhirnya mengangguk dan memperbolehkan aku ke kamar untuk ganti baju. Dalam hati aku bersorak, aku sangat senang Ibu ngizinin karena aku akan terbebas dari rasa canggung. Berada dalam satu ruangan dengan dua mahluk itu membuat aku menjadi kikuk dan salah tingkah. Aku pamit pada kedua lelaki yang tengah duduk dengan mata sama-sama tertuju pada ku. Mereka mengangguk bersamaan sebagai isyarat membalas izinku. Gegas ku seret langkah kakiku untuk masuk ke dalam kamar. "Huft —! Kenapa mereka datang di saat yang bersamaan? Aku jadi bingung sendiri 'kan jadinya," monologku. Bukannya cepat ganti baju, aku malah mondar-mandir tak jelas. Pikiranku kacau, memikirkan maksud kedatangan Aldo. Kalau Pak Willy aku sudah tahu dia mau izin pada Bapak juga Ibu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN