Chatan Pertama Dengan Aldo

1107 Kata
Setelah beberapa saat berpikir dan mengumpulkan hasil dari menghitung kancing baju, akhirnya kuputuskan untuk membalas chat dari cowok tersebut. Jari-jari tanganku terasa tremor saat ku ketikan pesan balasan. "Iya, obatnya udah aku makan, makasih udah repot-repot mau nganterin kerumah. Makasih juga tadi udah bayarin baksonya aku," pesan balasan itu k****a berulang-ulang takut ada yang salah dalam mengetik katanya.Tapi setelah ditelisik lagi ternyata tidak ada yang salah. Segera ku tekan tanda kirim dan pesan pun statusnya terkirim. Terlihat dilayar tanda centang dua abu-abu, berarti pesannya belum dibaca. Aku mencoba membuka sosmed ku untuk berselancar didunia maya. Benda pipih itu terus ku scroll layarnya hingga bergulir, tanpa sengaja dibranda lewat poto seseorang sedang—. Mata ku melotot melihat gambar tersebut. Itu kan poto aku tadi, kenapa dia mengupload di instragram miliknya? Aneh orang ini. Mana banyak lagi yang komen, hadeuh ada-ada aja. Tak lama terdengar notif di ponsel ku berbunyi. Cepat kubuka chat yang masuk, ternyata dari cowok itu. "Tidak masalah saya ngasih obat buat kamu itu bukan ada niat apa-apa, tapi demi rasa kemanusiaan saja. Karena saya tadi melihat kuah bakso punya kamu itu pasti pedas banget, alhasil perut kamu akan sakit. Jadi saya berinisiatif untuk memberikan kamu obat. Terus soal tadi saya membayar bakso punya kamu, itu cuma kebetulan saja saya mengenal kamu. Sorry, tidak usah berpikir yang aneh-aneh. Sebagai laki-laki yang baik saya merasa harus membayarnya juga," balasan isi chat dia sungguh membuat tensiku naik. Aku sampai terkaget-kaget membaca chatan dari dia. Apa katanya demi rasa kemanusiaan? Wow—! hebat sekali dia begitu ringannya mengeluarkan kata. Tanpa peduli perasaan orang lain yang membacanya. Namun, biarlah berarti itu bukan akal-akalan dia ingin ketemu dengan ku. Aku kira dia modus, ternyata memang benar adanya kalau cowok itu tidak ada maksud apa-apa. "Ya udah, sekali lagi makasih telah membantu saya." Ku kirimkan lagi pesan balasan singkat padanya. Tak lama jawaban dari dia pun masuk kembali. "Ada yang ingin saya bicarakan besok sore. Saya akan kerumah kamu, jadi pulangnya harus tepat waktu jangan keluyuran dulu." Sebuah pesan yang sangat aneh menurut ku, sebab mau ngapain tuh cowok ngajak ketemuan pake dirumah segala, laki nggak modal banget. Kuabaikan saja chatnya itu, segera kurebahkan badan karena rasa kantuk telah menyerang mungkin akibat dari minum obat tadi. * * * Pagi pun tiba aku telah siap untuk berangkat kerja, begitu pula dengan Bapak dan adikku yang akan berangkat sekolah. Aku berpamitan pada kedua orang tua ku, tak lupa untuk menjaili dulu adik manis ku ini. Rambut yang telah rapi dikepang ku tarik ujungnya sedikit. Hingga bocah manis berlesung pipit itu mengaduh dan mengadu pada Ibu. Sebelum aku kena semprot Ibu, segera kuberlari kegarasi untuk mengambil si Kitty motor kesayangannya aku. Mesin motor kunyalakan. "Waduh kok nggak nyala?" tanya batinku. Aku panik perasaan baru kemarin masuk bengkel, tapi kok udah mogok lagi. Setelah kucoba periksa ternyata—aku nempuk jidat sendiri. Bukan nggak bisa nyala karena ada yang rusak, tapi dasar akunya aja yang pikun. Ternyata bensinnya yang kelupaan belum diisi, gara-gara kemarin sakit perut jadi kacau segalanya. Dengan langkah gontai terpaksa aku balik lagi kedalam rumah untuk menemui Bapak. Dikursi depan adik ku sedang duduk sambil cemberut, mungkin masih kesel sama aku gara-gara tadi diisengin. Ku dekati dia sambil duduk didekatnya. "Dek, Bapaknya mana? kok, belum keluar juga?" tanya ku. Dia hanya melirik tanpa mau menjawab sepatah kata pun. Aku pun tak kehabisan akal, ku coba membujuk dia dengan iming-iming mau diajak jalan-jalan kalau libur sekolah nanti. Pancingan ku berhasil, dengan masih sedikit kesal dia pun mau bicara. "Beneran Kak mau ngajak Ade jalan-jalan?" dengan begitu sumringah dia malah balik bertanya. "Iya Dek, mau 'kan?" tanya ku lagi meyakinkan. "Mau banget. Janji ya, Kak, jangan bohong. Tadi Bapak kedalam lagi, ngambil ponselnya ketinggalan," jawabnya. Tak lama Bapak pun datang bersama Ibu. Dia heran melihat aku yang masih belum berangkat. "Kamu belum berangkat, Al?" tanya Bapak. Aku menjawab sembari cengengesan, karena merasa malu udah kepedean lari ingin menghindari omelan Ibu. Nyatanya malah aku yang nyamperin lagi. "Hehehe. Belum Pak. Aku mau numpang naik mobil, Bapak." "Tumben, memangnya motor kamu kenapa nggak dipakai, mogok lagi?" selidik Bapak penuh keingin tahuan. "Nggak mogok kok, Pak. Cuma kehabisan bensin, lupa kemarin nggak diisi," jujur ku. "Kebiasaan kamu tuh. Ayo, kita berangkat nanti kesiangan lagi," kata Bapak sembari mengulurkan tangan pada Ibu, untuk di cium. Aku hanya nyengir tidak menjawab, takut di ceramahin kembali. Setelah pamit pada Ibu, kami berangkat menaiki mobil Bapak. Mobil Avanza, mobil sejuta umat kesayangan bapaknya aku. Dimobil aku duduk didepan bersama Bapak, sedang Alisha adik manis ku duduk dijok belakang. Dia asik sendiri melihat-lihat keluar kaca mobil. "Dek, kok diem aja?" tanya ku pada dia. "Terus aku harus ngapain, kak? masa iya, harus jingkrak-jingkrak dimobil," jawab dia random. Yang seketika membuatku ingin tertawa ngakak. "Nggak biasanya diam. Kan, suka rame gitu." "Lagi males," jawab singkat dia. Ya sudahlah aku pun terdiam lagi. Akhirnya sampai juga ditempat kerjanya aku, Bapak mengantarkan aku dulu dan harus putar balik lagi untuk kesekolah tempat Bapak tugas dan adik ku sekolah. Adikku sekolah ditempat Bapak bertugas sebagai kepala sekolah. Ditempat kerja ku, sebagian karyawan restoran tampak sudah pada datang. Aku pun langsung masuk keruangan ku, untuk mengerjakan pekerjaan yang belum selesai kemarin. Kebetulan akhir bulan jadi banyak rekapan yang harus selesai untuk di setorkan ke bos. Hari ini pekerjaan selesai tepat waktu, sebab si bos iseng tidak gerecokin. Mungkin dia pun sama sibuknya seperti pegawai yang lain. Jam kerja aku pun usai, badan rasanya pegel-pegel karena seharian ini benar- benar aku duduk didepan komputer. Badan kurenggangkan untuk sedikit mengurangi rasa pegal. "Tumben Ridwan jam segini belum datang kemana tuh anak?" Aku bicara sendiri. Jam empat lima belas menit baru orang yang ditunggu nongol. Dia beralasan terlambat karena terjebak macet. Dia memang merangkap kerjaannya sebagai tukang anter orderan. Alasan yang tepat bisa dimaklumi karena ini di ibu kota memang sudah biasa jika terjebak macet. Setelahnya aku pamit pulang pada Ridwan orang yang telah menggantikan ku. Sedang berjalan menuju parkiran aku dikagetkan dengan suara seseorang dari arah belakang. Ternyata si bos iseng itu yang ngagetin. "Bapak ngagetin aja," ucap ku. Dia nyengir lantas bicara pada ku. "Mau pulang, Al? Ayo, aku antar kamu pulang. Nggak bawa motor 'kan?" tanya dia tepat sekali. "Kata siap, Pak? aku bawa motor kok," bohong ku. "Jangan bohong kamu. Aku tahu kok, tadi kamu diantar sama Bapak kamu 'kan?" jawab dia. Aku tidak bisa mengelak lagi karena berbohong pun percuma pasti akan ketahuan. "Tapi, Pak. Nggak usah biar saya naik taxi aja." "Udah saya anterin aja, sekalian saya mau minta izin sama orang tua kamu tentang acara ke Bandung. Tak ada penolakan!" ucapnya memaksa. Aku tak bisa menolak, terpaksa aku iya kan tawarannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN