Cuaca cerah menambah sisi bumi terasa hangat dan menenangkan di dalam bangunan paling atas gedung apartemen tak membuat Nessa tersenyum. Kepulan asap mengeluarkan aroma menggugah selera tetap bertahan dalam hampa. Tanpa menoleh kearah sumber memperjelas langkah dari sepatu pria, Nessa diam enggan menanggapi samar sapaan pernyataan hidup yang pahit. Dan rasa pening beserta mual karena pengaruh alkohol masih mendera tubuhnya.
Gerald menyatukan butiran buah baju pada lubang kancing pergelangan kemeja putihnya ketika menuju keberadaan Nessa. Ia mencakup wajah mungil untuk menengadah menerima kecupan bibir tebalnya,
"Good morning little wife," Gerald menarik kursi, mendukung keangkuhan dengan duduknya, "bagaimana harimu, Honey? Menyenangkan?"
Nessa berpaling dari wajah tak pernah memiliki kemampuan dalam kesalahan. Bunga mawar menghias meja makan nampak lebih indah dan menarik melawan kilauan biru menggelora, Nessa memainkan tiap kelopaknya. Wajah polos mengalami hangover dengan jeratan tali yang mengikat habis rambut panjang Nessa terus ia perhatikan, meski wewangian yang menggugah selera siap Gerald lahap matanya menelusuri tiap wajah cantik menyerupai peri,
"Habiskan sarapannya!" Gerald tersenyum ketika Nessa memungut kelopak mawar yang terjatuh, berkedip pelan nampak tak bersemangat, "gadis ini tuli, dan harus dirawat secara intensif."
Nessa terperangah ketika ia telah berada dalam rengkuhan tangan Gerald. Membawanya keatas dan berjalan, "apa yang sedang anda lakukan?" Nessa merangkul pundak Gerald agar tak terjatuh, malas melihat namun rasanya tidak mungkin jika bertanya tanpa menatap wajah.
"Membawamu ke Jerman." Pria monster gila! Nessa berusaha keras agar dapat terbebas.
"Tidak perlu! Telingaku masih sangat baik untuk mendengar." Gerald mengeratkan pelukannya.
"Kalau begitu, dengarkan dan turuti kemauanku!" Nessa memperjelas tatapan yang menunjukan rasa tak percaya ketika melihat jet pribadi telah berada di landasan pacu.
Keberadaan Paul dan beberapa pelayan maskapai tengah membungkukkan badan, Nessa terus menyingkir dari bidikan mata Gerald. Raut tampan bak rawa yang terpenuhi hewan melata mematikan.
Gerald menuju sofa untuk membuat Nessa terduduk didalam ruang kabin pesawat mewahnya. Tak lama ia mengadukan ibu jari dan telunjuk yang telah di pahami pramugari, kemudian Gerald melangkah menuju kotak transparan menyimpan beberapa obat.
Nessa menekan-nekan dasar perut yang terasa mual dan mengusap lembut puncak kepalanya, sesekali memukul kemudian menggeleng cepat,
"Kau apakan isi kepala mu itu hm?" Nessa menegakkan punggung karena ia tak mengerti mengapa Gerald bercangkung di depannya.
Gerald memutar penutup kotak kecil berbahan stainless, mengambil beberapa gram krim dengan jari-jarinya. Ia mulai mengoleskan khasiat bahan alami di permukaan lengan Nessa,
"Biar aku melakukannya sendiri." Gerald menggenggam erat tangan Nessa ketika hendak melepaskan diri.
Nessa menatap wajah tampan yang tertunduk, berkedip pelan serta tangan yang berusaha mengobati memar di lengannya,
"Lebamnya akan hilang beberapa jam." Gerald menyodorkan krim pereda memar pada pesuruhnya.
Nessa tak melepas semua tatapannya ketika Gerald bangkit dan meraih tablet PC lengkap dengan laptop di atas meja, menggeser layar berbentuk tipis dan duduk di sebelahnya. Entah rasa nyaman itu enggan tercipta dan Nessa sedikit menggeser posisi duduknya semula, namun akhir-akhir ini pria tampan berhati monster selalu menerjang jantung agar terus berirama. Nessa terpaku akan lengan yang menguasai perutnya, menyeret pinggang untuk berada di pangkuan Gerald 'Monster sinting!' Nessa menggeleng sekedar mengusir efek risau akan hawa hangat pria yang sering menikmatinya,
"Apa yang sedang kau lihat?" Nessa menggeleng. Melihat laptop didepannya menampilkan hasil rekonstruksi cahaya suatu benda yang tersebar hingga seolah objek dalam posisi relatif sama dengan media yang di rekam,
"Good morning Sir, I brought your the database request." Nessa tak menyamani pelukan serta kecupan di bahunya.
"Hm." Hanya deheman ringan. Nessa melepaskan tangan Gerald.
"Ough, I'm forgot something. Hello Mrs. Ford." Nessa menyatukan kedua alis, berusaha menghindar ketika Gerald hendak mengecupnya.
"Give me today's schedule!" Gerald menarik pinggang yang hampir melarikan diri.
Terlihat beberapa data dalam bentuk teknik holografi, Gerald menyingkap satu kolom dengan warna hijau terang. Lalu tanpa ragu menekan tombol berbentuk segitiga,
"Why did you cancel a visit to China?" Pancaran hologram yang nampak jelas membuat denyut kepala Nessa semakin bertambah.
"Set up Lil!" Gerald meraih tablet komputer di depannya.
"Okay, I want to talking your wife. Hi Mrs. Ford my name is..."
Satu tekan enter data berbentuk teknik holografi telah menggantikan posisi semula, Gerald beranjak dari kenyamanan. Meneliti arloji dan melakukan panggilan,
'Sesibuk itu ya?' Nessa berpikir keras sembari memijit tengkuk dan ujung kepala. Ia juga menikmati secangkir genmaicha, green tea yang memadukan sencha dan beras merah, aroma beras itu Nessa hirup dengan seksama.
Selang menit berlalu, seorang pramusaji membawa baki terdapat satu mangkuk sup, "silakan nyonya!"
Nyonya? Rasanya penggilan itu adalah kutukan bangi Nessa, "apa ini?"
"Itu sup penghilang pengar." Nessa menggeleng tak yakin dengan tekstur kentalnya. God, rasa mual yang tak kunjung mereda kini telah hadir kembali pemicu secara terang membuat Nessa pening.
"Buatkan aku sarapan pagi biasa saja, ini..."
"Makanan yang biasa kau makan tidak mengandung garam, protein, karbohidrat, ataupun nutrisi." Gerald menggerakkan tangan untuk berperan agar servant meninggalkan ruangan.
Nessa menepis penolakan ketika Gerald mengambil mangkuk berisi sup yak-a-men, "cepat habiskan! Gadis pemalas." Gerald menyodorkan sendok berisikan kuah beserta dagingnya.
"Aku bisa melakukannya sendiri." Tak sadar akan usaha menghindar, Nessa meraih mangkuk yang membuatnya terpelanting mengenai busana Gerald 'ancur deh tubuh kamu Nessa' Nessa membatin dan wajah cantiknya menegang saat cepat meraih lap makan di atas meja.
"Maaf, aku tidak sengaja!" Tak ada pembalasan berarti. Namun Nessa benar-benar diujung jurang pemisah alam nyata.
Entah harus mencium atau bahkan menggigit! Gerald melihat jemari itu menyentuh dadanya. Mengusap bahkan berusaha menghilangkan noda. s**t! Degupnya bersemangat. Darahnya berselancar dengan kebebasan. Gerald meraih pergelangan tangan terasa kecil di genggaman, sangat ringan jika ia merontokkan tulangnya. Bukan! Seluruh bagian ternikmat yang menikam jantungnya,
"Sudah! Tidak perlu. Kau merepotkan orang saja." Gerald bangun tanpa berlama-lama melihat pemicu gairahnya. Ia pergi seraya melepaskan jasnya.
Seakan beban berat yang hampir dipikul beberapa menit itu menghancurkan tenaga, Nessa menghela nafas panjang. Lega! Ia merebahkan diri dan membuang muka ketika melihat sajian pagi ini. Menjejal rasa muak seperti wajah tampan itu.
Residence Ford
Schöneberg, Berlin. Jerman
Jarak beberapa jam jet pribadi terkait kemauan Gerald mendarat tepat di kawasan pusat kota Berlin. Kini mereka telah berdiri diambang batas celah gerbang mansion. Gerald merengkuh pinggang istrinya, menatap lurus enggan menanggapi sambutan. Hell! Namun sapaan tetap rata di dapat, dari ujung kemewahan bangunan hingga inti pintu masuk. Hunian berbaur dengan kesejukan kota saat itu sengaja menerkam wajah Nessa terkagum, semoga aku tidak tersesat. Cicitnya dalam hati seraya menyingkirkan helai yang menutupi pandangan.
Satu sambutan terasa berkelas dan hangat ketika telah berdiri seorang pelayan dan wanita lanjut usia dengan kursi rodanya. Ia tersenyum lebar dengan kedua tangan terbuka,
"Hai sayangku. Selamat datang Gege."
Oh no! Panggilan itu. Sapaan yang memalukan. Stempel nama yang telah berada di dahi sejak lahir. Help God. Gerald menghela nafas, melirik atap bangunan menyingkirkan tiap dengungan nama Gege dan menyambut tubuh renta neneknya, "Grandma apa kabar?" Gerald mengecup lembut kening neneknya.
Kadar yang seadanya, situasi asing yang tak pernah Nessa lihat tentang semua hal mengenai suaminya. Tidak! Tuan besar kejam yang selalu mengoyak hati dan tubuhnya. Nessa menatap lekat keakraban tangan beserta belaian Charissa Himawan Ford. Wanita berusia sembilan puluh tahun dengan mengoperasikan teknologi canggih sebagai alat duduknya,
"Baik! Bagaimana denganmu? Ya tuhan, kau sudah sangat besar nak." Gerald mengernyit sembari memijit tengkuk untuk mempersiapkan diri mendengar ucapan Charie.
"Kita sudah sering bertemu, dan Grandma masih mengira aku bocah?" Gerald bangkit dan meneliti layar yang berada di belakang kursi roda.
Wanita yang telah mengecap pahit manisnya dunia tersenyum kecil. Ia nampak terhenyak ketika melihat raut cantik memperhatikannya, "aa... Kau pasti Nessa. Cucu menantu ku yang cantik."
Nessa melangkah perlahan. Tak mengerti mengapa Charie mengenalinya. Senyum manis ia lingkarkan dalam perjumpaan pertama kali dengan keluarga Gerald. Nessa beringsut lamban hendak menyambut baik pelukan Charie,
"Berhenti! Jangan sekali kau menyentuh nenekku!" Gerald meraih gagang tempat tangan untuk mendorong.
Nessa terpaku ketika Gerald menjauhkan keberadaan Charie. Melangkah keluar meninggalkan dirinya. Ia tak mengerti, haruskah memahami? Bagaimana bisa. Perlakuan seperti apa lagi milik pria menyeramkan itu. Ia hanya menatap dasar lantai yang mengkilat. Tak lama Nessa berkaca pada pantulannya di cermin, saat ini air matanya tetap bertahan tanpa bergulir. Ya, hatinya tersayat akan perlakuan terhadap tubuhnya yang hina.