Lima - Hospital (2)

1958 Kata
Menjadi istri seorang Ackerley Grissham tidaklah seenak itu, tinggal di rumah mewah yang semuanya terlayani dengan baik, jika ingin ini dan itu selalu terpenuhi, tetapi hal itu tidak cukup membuat seorang Renashila Kanaya bahagia, bukan pernikahan seperti ini yang ia inginkan. Saat ia membuka mata, sang suami sudah tak berada di sampingnya, dan suaminya baru akan pulang saat dirinya terlelap. Itu terus berulang selama seminggu ini. Manisnya Kerl hanya di saat malam pertama mereka, entah apa yang pria itu kerjakan di kantor sampai berangkat pagi-pagi buta dan pulang hingga larut malam. Atau Kerl sengaja menghindari dirinya? Re, sadar diri bahwa bukan dirinyalah yang pria itu inginkan menjadi istrinya. Tinggal di rumah mewah, tetapi terasa sepi, ini bukan impian Re. Wanita itu hanya ingin merasakan kehangatan di tengah keluarga kecilnya, tidak apa-apa tidak memiliki suami yang sempurna dalam fisik atau materi, yang penting bisa memperlakukan selayaknya seorang istri, dan Re pun tidak tahu apa yang dilakukan oleh suaminya di luaran sana. Re menatap pantulan tubuhnya di depan cermin, perutnya sudah tidak lagi datar, terlihat buncit, badannya sudah mulai berisi, dan pipinya sudah terlihat mengembang. Memang akhir-akhir ini nafsu makan Re yang mulai meningkat, ini semua karena bawaan bayinya yang terus meminta makan. Bahkan di tengah malam pun, ia sering mengendap ke dapur untuk mencari buah atau camilan untuk memenuhi keinginan bayinya, tetapi untungnya Re tidak pernah mengidam aneh-aneh atau mungkin belum? Semoga saja, kehamilannya ini normal-normal saja karena ia tidak memiliki suami yang bisa memenuhi keinginan ngidamnya. Kali ini ia butuh kerja sama yang baik antara dirinya dengan si jabang bayi. Re mengelus perutnya itu dengan lembut. "Sehat-sehat ya, Nak. Jadilah anak yang baik, yang tidak menyusahkan Bunda. Semoga kamu tidak rewel sampai nanti lahir ke dunia, Bunda tidak sabar melihatmu hadir dan tumbuh di dunia ini. Bunda menyayangimu." Tiba-tiba rasa mual melanda Re, ia segera berlari ke arah toilet, baru saja dibilangin agar tidak rewel, sekarang sudah bandel membuat perut bundanya tidak enak, dan rasa pusing melanda dirinya saat ini. Mungkin ini perasaan yang wajar melanda ibu hamil, Re mengalami mual dan muntah terbilang sangat jarang, bahkan dalam seminggu hanya satu atau dua kali. Ia langsung mengambil tasnya dan keluar kamar, ia berniat untuk menemui suaminya di kantor, kalau sudah mual begini, ia jadi pengin berada di samping suaminya, dan merasakan kehangatan pelukan seorang suami, lalu seorang supir pribadi pun mengantar Re ke kantor sang suami. Setelah berada di lantai tiga puluh, Re langsung ke ruangan suaminya, ia tidak sabar untuk bertemu dengan pria itu lalu memeluknya erat. Namun, saat ia membuka pintu, tiba-tiba terlihat Kerl yang sedang berciuman dengan seorang wanita yang bahkan Re tidak tahu siapa wanita itu. Jadi, sejak kapan Kerl seperti ini? Apa dia memang seberengsek ini? Meskipun Re sudah berada di ruangan ini, tetapi mereka tidak ingin menghentikan aktivitas menjijikan itu. Re langsung maju dan menarik perempuan itu menjauh dari suaminya, ia pun menampar perempuan itu dengan sangat kencang. "Apa kamu tahu, laki-laki yang bersama kamu sekarang adalah suami orang, hah? Bisa-bisanya kamu terlihat seperti seorang jalan." Perempuan itu terkekeh pelan. "Lalu apa bedanya dengan kamu yang menikah dengan Kerl hanya karena MBA dengan pacar orang? Masih lebih baik aku ya dari kamu, setidaknya aku tidak married by accident," ujar perempuan itu semakin membuat Re memanas. Saat perempuan itu hendak membalas tamparan Re, tetapi langsung dihentikan oleh Kerl. "Sudah, mending sekarang kamu pergi, Cindy." Perempuan yang bernama Cindy pun langsung keluar dari ruangan itu dan meninggalkan sepasang suami istri tersebut. Re tampak kesal, ia menahan tangisan agar tidak pecah, sedangkan Kerl terlihat baik-baik saja, seperti tidak merasa bersalah atas apa yang ia lakukan. Jadi, bagi Kerl, apa arti pernikahan mereka? Kenapa suaminya tidam bisa memperlakukan Re selayaknya seorang istri? Apa Re terlalu buruk untuk menjadi istri bagi Kerl? Kerl menghela napas. "Tidak usah banyak drama, lagi pula aku masih jadi suami kamu. Hal seperti tadi bukan apa-apa, hanya kenikmatan sesaat." Ucapan Kerl sangat enteng, ia sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaan Re saat ini, tujuan ia ke sini untuk mendapatkan kehangatan dari sang suami, bukan adegan tidak pantas dari perkataan dari sang suami yang membuatnya sakit hati. Re terkekeh pelan, lalu menyeka air matanya yang tidak sengaja jatuh. "Kita tukar posisi, kalau seandainya aku yang seperti tadi itu gimana? Apa kamu akan baik-baik saja melihat aku berciuman dengan laki-laki lain, Kerl?" Kerl menatap sang istri lekat-lekat. "Lebih tepatnya aku tidak peduli dengan apa yang terjadi sama hidup kamu. Ingat, kita menikah bukan atas dasar cinta, tapi hanya bentuk sebuah pertanggung jawaban, jadi jangan berharap kalau aku akan memperlakukanmu selayaknya orang yang aku cintai, Re. Buang jauh-jauh mimpi kamu itu. Oh iya, satu lagi, tadi itu namanya Cindy, di antara kami tidak apa-apa, kami hanya sekadar partner untuk memberikan kepuasan, dia orang yang aku temui beberapa waktu lalu." Re mengernyitkan keningnya, ia sama sekali tidak tahu kalau suaminya pergi-pergi ke bar. "Bar?" Kerl mengangguk. "Sebenarnya aku benci sama alkohol dan duni malam seperti itu, tapi penolakan dari Elleana yang membuat aku frustasi, akhirnya melampiaskannya dengan alkohol, lalu Cindy datang menawarkan tubuhnya, siapa yang bisa nolak?" Lagi-lagi ucapan Kerl tidak beradab, ia berkata seperti itu di depan istrinya sendiri. "Oh iya, aku tetap memperjuangkan Elleana, kalau suatu saat nanti kamu mendengar kabar bahwa kami menjalin hubungan lagi kamu haru terima ya, karena pada dasarnya orang yang aku cinta adalah dia, bukan kamu, ingat bukan kamh, Renashila Kanaya." Re menghela napas pelan. "Terserah apa kata kamu, Kerl, lakukan apa yang kamu suka, tapi kamu harus ingat juga, aku akan tetap mempertahankan rumah tangga ini, bukan karena aku cinta kamu atau apa pun itu, tapi karena bayi di dalam kandungan aku, aku tidak mau dia merasakan tumbuh tanpa orang tua yang lengkap, aku tidak mau dia bertanya-tanya tentang orang tuanya. Kalau kamu tidak bisa mencintaiku, tidak apa-apa, tapi setidaknya kamu ingat, kamu punya anak. Berlakulah selayaknya ayah yang baik." Kerl manggut-manggut, seakan tidak peduli dengan apa yang istrinya katakan. "Iya, terserah kamu mau ngomong apa. Sudah selesai, kan? Silakan keluar dari sini sekarang juga, aku banyak kerjaan yang harus diselesaikan." Tiba-tiba perut Re terasa sangat sakit sekali, ia memegang perutnya kuat-kuat. Ia menahan rasa sakit itu agar tidak semakin menyerangnya. "Kerl, perut aku sakit banget," ujar Re disertai rintihihan. Sang suami tidak peduli, ia langsung fokus pada layar laptop di hadapannya. "Kalau mau cari perhatian aku, tidak usah banyak drama, tidak akan mempan dengan bualan seperti itu, lebih baik kamu pulang sekarang juga, Renashila! Aku banyak kerjaan, paham bahasa manusia, kan?" ujar Kerl tetap fokus pada layar laptopnya. Re pun langsung keluar dari ruangan itu seraya memegang perutnya kuat-kuat, ia meminta tolong kepada sekretaris Kerl yang berada di depan ruangan untuk membantunya jalan sampai ke mobil, karena perutnya yang sangat sakit sekali, membuat ia kehilangan keseimbangan untuk berjalan sendiri, Re harus segera ke rumah sakit untuk memeriksa kandungannya, ia tidak ingin terjadi sesuatu dengan bayi itu. "Kamu harus janji sama Bunda, kamu harus sehat dan jadi anak yang kuat, jangan buat Bunda khawatir," gumam Re, di sela rasa sakit yang begitu melanda perutnya. *** Setelah selesai urusan kantor, Kerl langsung ke apartemen Elleana, dalam waktu seminggu ini ia selalu ke apartemen mantan istrinya itu hanya untuk sekadar melepas rindu, karena ia tahu Elleana belum bisa menerimanya kembali, padahal Kerl sangat tahu kalau perasaan mantan istrinya itu masih sama, mereka masih salinh mencintai. Kedua insan yang saling mencintai sudah sepatutnya hidup bersama. Kerl langsung memeluk mantan istrinya itu erat-erat, dan menghirup aroma tubuh yang menenangkan. "El, aku masih sangat mencintai kamu, aku mau kita kembali bersama, oh iya sayang, aku sudah berpikir akan meninggalkan dia ketika anak itu lahir, pernikahan ini hanya bentuk dari pertanggung jawaban, jadi tidak ada alasan kami terus bersama." Elleana melepaskan pelukan itu, lalu menatap Kerl lekat-lekat. "Kerl, jangan sakiti Re, cukup aku yang terluka karena pengkhianatan kamu, dan sekarang kamu pulang, di sana ada wanita yang menunggu kedatangan suaminya, jadilah pria yang bertanggung jawab, Kerl. Bukan hanya pada anak kalian, tapi juga pada Re, selama dia masih jadi istri kamu, berarti dia masih jadi tanggung jawab kamu. Cobalah bersikap baik sama dia, terima dia jadi istri kamu, jangan buat dia sakit hati terus menerus, karena kalau kamu sudah pergi, baru kamu merasa kehilangan, jangan pernah membuat wanita menangis dan terluka, Kerl, kami memang selalu terlihat tegar, tapi sejatinya kami adalah kaum yang rapuh, akan bisa tumbang jika terus disakiti. Aku minta kamu pulang, dan temui istri kamu, perbaiki hubungan kalian." Kerl menggeleng, ia langsung memagut bibir Elleana, awalnya wanita itu berontak, tetapi lama-lama ia luluh, ia juga rindu akan cumbuan pria yang ia cintai, ciuman itu semakin dalam dan semakin liar, meninggalkan jejak di mana-mana. Entah kapan pakaian itu terlepas dan terbuang ke sembarang arah. Kerl langsung mengangkat tubuh mulus istrinya ke kamar, mereka kembali melakukan aktivitas hubungan intim yang hampir setiap malam mereka lakukan ketika masih berstatus suami dan istri. Bagaimana caranya Elleana menolak pesona Kerl yang selalu membuat dirinya mabuk kepayang, merasa di atas awan lagi dan lagi. Di atas ranjang mereka saling b******u untuk melepaskan hasrat, merasaka surga dunia yang selalu mereka rindukan, kegiatan ini yany selalu Kerl rindukan bersama Elleana, begitu pun dengan wanita itu. Sedangkan di tempat lain, ada seorang wanita yang tergeletak di atas ranjang rumah sakit, tidak ada seorang pun yang menemani, hanya berteman dengan sepi yang mencekam, walaupun perutnya sudah tidak seburuk tadi, tetapi kadang masih terasa nyeri. Kata dokter yang menangani Re, ini wajar karena wanita itu hamil jika dilanda stres akan berakibat sama kondisinya, oleh sebab itu wanita yang hamil dilarang untuk stres, harus selalu bahagia, dan merasa tenang agar kondisi kandungannya baik-baik saja, apalagi kondisi kandungan Re saat ini sangat lemah, kalau ia stres lagi, bukan tidak mungkin kalau ia mengalami keguguran. Maka dari itu, dokter menyarankan agar Re dirawat dulu di rumah sakit sampai beberapa hari ke depan, ia harus benar-benar bed rest, tidak boleh memasukkan energi negatif ke dalam tubuhnya. Sebenarnya yang Re inginkan hanya suami yang saat ini berada di sampingnya, menemani di saat-saat seperti ini, tetapi ia tidak ingin terlalu kepikiran takut terjadi sesuatu yang buruk dengan kandungannya. "Sehat selalu, Nak, Bunda janji akan selalu menjagamu, kita harus berjuanga bersama, ya. Bund mencintaimu," ujar Re, setelah itu ia menutup matanya berharap malam ini tidur dengan nyenyak. Re tidak tahu saja, saat dirinya tergeletak di rumah sakit, justru sang suami sedang main api dengan wanita lain, kalau Re tahu, tidak bisa dibayangkan bagaimana respons wanita ini. *** Saat matahari sudah menampakkan wujudnya, ia langsung pulang ke rumah karena ia harus segera bersiap-siap ke kantor, jam sepuluh nanti ada meeting. Setelah sampai di rumah, ia melihat kamarnya kosong, lalu ia ke kamar mandi pun, Re tidak ada di sana, kemudian ia segera keluar kamar dan mencari Re ke segala penjuru rumah ini, tetapi ia tidak menemukan keberadaannya juga. Kerl pun langsung menemui supir pribadi yang sering mengantar jemput Re untum menanyakan di mana keberadaa istrinya. "Asep, kemarin Re ke mana saja?" "Ibu kemarin ke kantor, setelah itu ke rumah sakit, karena perut Ibu sakit, terus kata dokter tidak apa-apa karena terlalu banyak pikiran dan stres, tapi karena kandungannya lemah, jadi Ibu disarankan sama dokter untuk dirawat beberapa hari sampai keadaannya stabil. Saya juga kemarin sudah hubungi Bapak, tetapi ponselnya tidak aktif," jelas supir pribadi yang bernama Asep itu. Kerl sengaja mematikan ponselnya agar ia bisa leluasa bersama Elleana. Kerl jadi ingat kajdian kemarin, ternyata itu sungguhan bukan drama. "Kerl, perut aku sakit banget," ujar Re disertai rintihihan. Sang suami tidak peduli, ia langsung fokus pada layar laptop di hadapannya. "Kalau mau cari perhatian aku, tidak usah banyak drama, tidak akan mempan dengan bualan seperti itu, lebih baik kamu pulang sekarang juga, Renashila! Aku banyak kerjaan, paham bahasa manusia, kan?" ujar Kerl tetap fokus pada layar laptopnya. "Bapak mau ke rumah sakit? Biar saya antar," ujar Asep. Kerl menggeleng. "Oh tidak, saya cuma tanya, mau siap-siap ke kantor ada meeting." Kerl pun langsung berlalu ke kamar. "Istri lagi di rumah sakit hampir sekarat, tapi sama sekali tidak peduli," gumam Asep sambil meminum kopi yang masih terdengar oleh indera pendengarannya Kerl. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN