Nyatanya tidak semudah itu mendapatkan perhatian seorang Maudy. Erik tidak bisa focus untuk mendapatkan si cantik karena terbagi dengan pekerjaannya sebagai pembalap. Seminggu sebelum pertandingan, Erik harus sudah ada di Texas, tepatnya di sirkuit COTA yang ada di Austin. Sebelum balapan, Erik harus melakukan banyak latihan fisik, simulasi balapan, pemeriksaan kesehatan, sesi briefieng, meditasi dan Visualisasi bahkan pertemuan dengan sponsor.
Sebenarnya ini adalah balapan paling mendadak dalam hidup Erik. Dia diberi liburan selama satu bulan, dan yang akan mewakili Ducati Lenovo Team adalah pembalap lainnya. Namun, karena akhir-akhir ini Erik sedang naik daun, maka Perusahaan memilihnya untuk mewakili pertandingan kali ini dengan satu pembalap lainnya. Bukan hanya karena Erik sedang digandrungi anak muda saja. tapi karena kinerja dan pengalamannya yang membuat Perusahaan memilih Erik.
Erik sadar kalau pembalap dibawah perusahaan dengannya akan merasakan iri, tapi sekali lagi ini adalah keberuntungan Erik. Dia memiliki tim yang bisa diandalkan, dan strategi yang begitu baik.
Setelah makan malam bersama dengan Maudy, Erik kembali pulang ke apartemen untuk menyiapkan banyak hal. Namun bukan Erik namanya kalau tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan. Jadi dia mengirim pesan pada Maudy untuk membantunya berkemas, mereka juga akan terbang ke Texas besok malam.
Sengaja Erik tidak mengemasi pakaiannya, memilih tidur saja dan membayangkan kalau dia menjalin hubungan dengan Maudy pasti akan terasa sangat menyenangkan. Disisi lain, Maudy memilih mengikuti saja apa yang dikatakan Erik, karena Detya bilang dirinya harus menanyakan langsung pada Erik terkait teknis yang harus dia kerjakan dilapangan nanti.
Karena bukan hanya me-management jadwal Erik diluar pertandingan saja, Maudy juga harus berkoordinasi dengan Tim untuk menggaet sponsor bagi Erik. Jadi keesokan harinya, Maudy datang ke apartemen Erik. Dia sudah diberikan kode supaya bisa masuk kedalam.
“Erik?” panggil Maudy ketika melangkah masuk. “Kemana tuh bocah?” bergumam masuk dan melihat kekacauan di apartement. Banyak sampah dan juga tissue berserakan, apa yang dilakukan oleh pria ini semalam?
“Erik?” mendekati salah satu pintu kemudian menariknya. Oh, ini kamar Erik. “Rik?” yang Maudy khawatirkan itu adalah kondisi kesehatan Erik, karena balapan kali ini datang secara tiba-tiba. “Er-Agghh sorry,” teriaknya menutup mata ketika masuk walk in closet dan menatap tubuh Erik yang tidak memakai baju sehelai benangpun.
Maudy segera keluar kamar dengan wajah memerah. Dia menetralkan deru napasnya dan mengalihkan pikiran dengan membereskan apartemen. “Udah aja, biarin aja. aduhhh, pasti dia marah lagi, pasti nanti gue yang kena lagi,” ucap Maudy ketakutan. Belum juga gajian tapi sudah membuat masalah dengan si boss. “Man ague lihat cacing besar Alaskanya. Dih bikin gue ngeri, jijik juga ada bulunya. Kok bisa-bisanya argghhhh…”
Padahal, saat ini Erik sedang tersenyum dan menatap tubuhnya sendiri. “Pasti dia lagi terpesona lihat tubuh gue. Gak sia-sia selama ini ngegym,” ucapnya pada diri sendiri. sebelum keluar dari kamar, Erik menelpon Detya dulu. “Gue yang bakalan jelasin secara langsung sama Mbak Maudy. Mbak gak usah ikut campur. Biarin gue yang atur dia.” Itu adalah salah satu cara Erik supaya Maudy banyak bertanya padanya.
Selesai menelpon, Erik keluar dari kamar dan matanya langsung bertatapan dengan Maudy.
“Ekhemm! Gue mau minta maaf, tadi gak sengaja, Rik.”
“Gak papa, Mbak. Paham kok. Kalau udah beres-beres. Gue mau ngomong serius ya lu, Mbak.”
“Okey.”
Melihat raut wajah serius Erik membuat Maudy kembali menelan salivanya kasar.
****
Nyatanya Erik benar-benar menjelaskan secara detail tentang pekerjaan Maudy disana nantinya. Dia harus berkoordinasi dengan Team balapan Erik khususnya untuk menggaet sponsor dan mengendalikan media. Maudy juga yang akan menyampaikan apa yang dibutuhkan Erik secara spesifik. Juga nantinya pasti akan ada pembicaraan khusus antar Maudy dan Perusahaan tentang management Erik. Karena bagaimanapun, pihak perusahaan juga ikut andil dalam diterima atau ditolaknya sebuah kerjasama yang ditawarkan pada Erik. Intinya Erik bisa kerjasama dengan pihak lain asalkan harus bisa mengalah dengan pekerjaan utamanya sebagai pembalap, dan tidak menimbulkan kontroversi atau hal yang merugikan.
“Oke, paham kok. lagian gue juga pinter bahasa inggris. Jadi gak akan ngecewain lu.”
“Harus banyak pantengin email juga, Mbak. Takutnya mereka ngehubungi.”
“Iya, nanti gue cek secara berkala.”
“Sorry ya jadi mendadak gini. Harusnya gue gak ikut jadi peserta, tapi perusahaan minta gue turun lagi.”
“Gak papa. kok minta maaf sih? kan emang kerjaannya gue, Rik. Lu santai aja,” ucap Maudy meskipun jantungnya berdebar tidak siap memanagement seorang besar seperti Erik. “Gue juga siapin baju lu kan? kita disana bakalan lama ‘kan?”
“Totalnya dua mingguan sih. gue gak tau juga balik lagi kesini atau enggak. Soalnya pasti nanti gue dipilih lagi buat next balapan.”
“Yaudah gak papa. Nanti gue yang kemas baju lu sama semua kebutuhannya.”
“Lu gak masalah ikut sama gue ‘kan, Mbak?”
“Lah, gue manager lu, Erik. Masa iya gue ditinggal sih?”
Benar juga sih, tapi Erik mana tega dengan jadwal yang pastinya akan padat. Ditambah lagi ini kali pertamanya Maudy terjun kelapangan bersama dirinya. Harusnya, Maudy itu menjadi asisten Detya dulu sebelum nantinya menggantikan wanita itu. sayangnya sudah terlanjur.
Niat hati hendak menggoda, tapi merasa kasihan dengan pekerjaan yang pasti akan terasa berat.
“Rik, lu gak ada kegiatan lain gitu? Kalau gak ada, kemas sendiri. nanti gue siapin makanan buat dibekel.”
“Gak usah, Mbak. Kita beli aja nanti disana.”
“Lu mikirin apasih? Kayak yang lagi galau gitu? Kenapa?”
“Gak papa.”
“Apa… karena yang tadi ya? sumpah, Rik. Gue gak sengaja liatnya dan gak ada niatan apapun kok.” sampai menggelengkan kepala berulang kali. “Lagian gak lihat seluruhnya, gue masih sempet merem.”
“Kagak, bukan mikirin itu,” ucapnya sambil terkekeh dan tetap memandang Maudy yang begitu cantik.
Mereka tengah berada di walk in closet, Erik menunjuk beberapa pakaian yang akan dia bawa ke Texas. Memanfaatkan waktu dan juga tempat, Erik mengambil celana dalamnya dan memberikan pada Maudy. “Nah, ini juga dimasukin,” pintanya.
Dipikiran Erik, Maudy pasti akan terpana melihat tempat Erik menyimpan asetnya yang sebesar itu. menandakan kalau milik Erik sangatlah gemuk dan besar.
Namun nyatanya, dalam pikiran Maudy, dia meringis merasa merinding mengingat belalai Alaska yang penuh dengan bulu. Membuatnya geli dan mual disaat bersamaan, namun tiba-tibaa saja Maudy teringat bagaimana batang itu berurat. Pasti akan membuatnya merintih merasakan nikmat jika dirasakan.
Segera Maudy menggelengkan kepalanya kuat, mencoba menghapuskan hal itu dari pikirannya. “Enggak, enggak,” ucap Maudy pada dirinya sendiri.
Erik tersenyum dengan mata menyipit. Ah, dia ingin sekali menggoda dan mendekatkan diri pada Maudy, tapi pikirannya terbelah dengan pertandingan yang akan dihadapi. Persiapannya tidak matang, Erik khawatir dia akan kalah.
***
Pergi ke Texas dengan menggunakan pesawat First Class. Bukan pertama kalinya untuk Maudy naik pesawat, tapi ini pertama kalinya dia menginjakan kaki di tempat orang-orang kaya.
“Hati-hati,” ucap Erik menahan pinggang Maudy yang hendak mundur.
“Ih, gak usah pegang-pegang.” Nah, sisi galaknya kembali lagi.
“Kagak yaampun. Orang Mbak yang mau jatuh. Jadi aku tolong,” ucapnya sambil mengelus punggung sang perempuan.
Maudy sampai harus menepis tangan Erik. Mereka duduk bersebelahan, Maudy langsung membuka laptop untuk membaca beberapa hal yang harus dia pahami. “Mbak, jangan kerja mulu. Kan semuanya udah beres.”
“bentar, gue harus memahami isi dari kontrak ini, Rik. Mereka mau kasih sponsor tapi pake syarat,” ucapnya tanpa mengalihkan wajah dari monitor.
Dilihat dari samping, Maudy terlihat begitu menawan. Erik sampai tersenyum sendiri karenanya. “Optimis menang kalau liatin bidadari cantik kayak ginimah.”
“Rik, ngapain sih?”
“Liatin lu, Mbak.”
“Kenapa emangnya? Ada yang salah digue?”
“Kalau nanti gue tanding, lu harus ada dideket Team. Kalau gue bilang butuh penyemangat, nanti lu yang nyemangatin gue ya?”
“Dih, kok gitu?”
“Soalnya gue suka makin percaya diri kalau disemangatin sama cewek yang gue suka.” Erik mengingat lagi tadi pagi saat Maudy memarahinya supaya tidak boros, perempuan itu juga memasakan makanan sehat untuknya. membuktikan kalau maudy benar-benat type perempuan ideal untuk dijadikan pasangan seumur hidup. Erik juga sudah yakin dengan dirinya yang mencintai Maudy. terbukti dengan jantungnya berdebar, dan rasa senang saat tahu Maudy menatap tubuh polosnya tanpa busana.
“Suka apaan? Nanti lu mau minta gue buat datengin salah satu pacar lu gitu? Biar lu semangat?”
Oke, Erik tidak bisa menahan dirinya lagi lebih lama. Dia mencondongkan wajahnya pada Maudy dan berkata, “Mbak, gue jatuh cinta sama lu.”
Berhasil membuat Maudy berhenti menatap layar monitor dan perlahan menoleh. Dalam hati, perempuan it uterus bergumam, “Please, yang barusan jin yang ngomong, bukan si Erik. Please.”
Tapi matanya malah bertabrakan dengan manik Erik. “Gue gak tahan, Mbak. Dipendem beberapa hari aja bikin perut gue kembung. Apalagi kalau lama, takutnya nanti gue meledak pas balapan.”