Aku jelas-jelas mendengar Mr. Gilbert menyebutkan bahwa ia memberi kami hadiah kecil, berupa apartment. Well, kalau begitu aku benar-benar tidak tahu apa yang besar bagi Ceo Gilbert.inc itu. Apartemen—yang ia sebut hadiah kecil—bahkan tiga kali lebih luas dari rumahku!
Aku sedang memperhatikan para pekerja yang memindahkan barang-barang, ketika seseorang memeluk pinggangku dari belakang. Tubuhku terlonjak karena kaget.
"Mau melanjukan yang tadi?" suaranya serak.
Bulu kudukku meremang merasakan bibirnya menempel di telingaku. Aku ingin membalas ucapannya dengan keras, tapi ketika ia mengecup sepanjang leherku, suaraku malah terdengar seperti desahan.
"Ethhhan, jangan main-main!"
Sambil berusaha keluar dari pelukannya, aku menangkap beberapa pekerja yang melirik kami, lalu diam-diam tersenyum geli. Dan itu benar-benar memalukan.
"Kau adalah milikku sekarang, B." kata Ethan Gilbert, pasti.
"Lepaskan aku, kau orang gila!"
"Melepaskanmu? Setelah kau menciumku dengan buas di gereja tadi? Tidak akan. Kau membangunkan adik kecilku, Smith. Artinya, kau harus menidurkannya lagi."
Aku merasakan Ethan tersenyum di leherku, dan itu menyebalkan.
"Menjijikkan, Ethan. Cepat lepaskan! Disini banyak orang!"
"Saat di gereja tadi kau tidak malu. Lagipula, siapa yang peduli? Mereka semua tau kau istriku."
Aku menghentak tangan Ethan dengan kuat dan berhasil terlepas. Berbalik padanya, Ethan memberiku senyum miringnya untuk mengejekku, karena ciuman itu.
Ugh
"Ethan dengar, kau dan aku tahu pernikahan kita itu bukan karena..." aku kesusahan mencari kata yang tepat. "Mmm-cinta. Kau juga bilang kau tidak mau menikahi gadis sepertiku, dan begitu pula denganku. Aku hanya menikahimu karena penjanjian bisnis yang konyol itu! Jadi kuharap kau jangan berlebihan. Aku hanya bersandiwara di depan keluargamu."
Ethan melipat tangannya di d**a, "Kata siapa pernikahan kita tidak berdasarkan cinta?"
"Kataku!" Aku memberinya pelototan, "Kau adalah sahabat Matt. Meanwhile, aku dan Matt... sudah rumit. Kumohon jangan membuat semuanya semakin rumit."
Ethan membersihkan tenggorokannya, lalu memasang senyum. "Apa ciuman tadi juga sandiwara?"
God!
Aku memejamkan mata dan menarik napas panjang. "Dan kumohong, jangan pernah mengungkit itu lagi. Aku hanya terbawa suasana!" Dan bibirmu sangat menggoda saat itu, damn it!
Ethan tertunduk dan tersenyum.
"Kau harus berjanji untuk melupakan ciuman itu, Ethan..."
Pria itu tersenyum penuh arti padaku, "Aku perlu mati untuk melupakannya, B."
Tiba-tiba saja, wajah Ethan maju untuk mencium pipiku, yang membuatku terlonjak kaget. Ia berjalan mundur, sambil terus memandangiku. Sebelum menghilang di balik pintu, ia mengedipkan matanya.
Ugh.
Dia, Ethan Gilbert, berpikir bahwa ia tau bagaimana cara mengontrol semua gadis. Tapi aku akan membuktikan padanya, bahwa aku bukan salah satu gadisnya.
•••
Aku mengetuk pintu yang sebelumnya dimasuki Ethan, tiga kali.
"Gilbert! Bisa keluar sebentar? Ada yang ingin kubicarakan."
"Tidak terkunci. Masuk saja."
Wangi mint menyeruak ketika aku masuk. Aku melihat Ethan sedang menanggalkan kaos yang ia pakai. Hanya menyisakan boxer hitamnya. Melihat itu, aku reflek berbalik.
"ETHAN f*****g GILBERT!!! PAKAI KEMBALI BAJUMU!!!"
Ethan tertawa sangat keras di belakangku. "Aku tidak perlu bepakaian lengkap untuk mandi, sayang."
"Ada yang ingin kukatakan, i***t. Cepat pakai bajumu!"
"Ayolah, B. Kau kan sudah melihatnya."
"Pakai saja bajumu, sialan!"
"Kau akan menyesal. Tidak banyak gadis yang kuberi kesempatan memandangiku sepuasnya."
"Ethan, ini serius!"
Ethan tertawa pelan dibelakangku. "Baiklah, baiklah."
Aku tidak tau apa yang dilakukan lelaki itu, tapi aku sendiri sedang berusaha mengatur napasku. Aku harus fokus.
"Berbaliklah."
Ketika aku berbalik, Ethan sedang duduk di tepi kasur-mengenakan kaos. Aku menyisirkan penglihatanku. Belum apa-apa, botol alkohol sudah tersusun di atas nakas. Kotak rokok tergelegak di samping tempatnya duduk. Segelas alkohol terlihat elegent di genggamannya.
Dia gila.
Dan orang tuaku lebih gila karena mengira aku bisa mengubah kebiasaan buruknya.
"Kemarilah." Ethan menunjukkan tempat di sebelahnya dengan ujung mata.
Aku berhenti di hadapan Ethan tanpa berniat duduk. Kuambil alih gelas di tangannya, lalu memindahkannya ke meja di sebelah tempat tidur.
"Pertama, dimana aku akan tidur?"
"Disini."
Aku mengernyit, "O-kay. Dan kau?"
"Tentu saja disini, bersamamu." Ethan mengambil gelas yang tadi kuletakkan di nakas, "Ini kamar kita, babe."
Sebelum Ethan menegak isi gelasnya, aku merebut gelas itu duluan, "What? No! No way! Aku tidak mau berbagi kamar denganmu! Pergi dan cari kamar yang lain!"
Ethan bangkit berdiri yang otomatis memperkecil jarak antara tubuh kami. Dengan mudah, lelaki itu kembali merebut gelasnya dariku.
"Apa kau tidak tau, kalau ayahku sengaja mengatur apartemen kita hanya satu kamar supaya kita tidur bersama?"
Pertama, aku mundur beberapa langkah. Berada sangat dekat Ethan adalah hal yang bahaya.
"Bohong!" Pekikku, kemudian. "Ada begitu banyak ruangan di rumah ini. Salah satunya pasti bisa dijadikan kamar."
"Kecuali kau mau tidur dilantai, pergilah."
Ethan meneguk habis minumnya, yang membuatku meringis dalam hati. Andai aku bisa mencegat Ethan meminum alkoholnya.
"Ayahku sudah memikirkannya matang-matang, sayang." Katanya sambil mentoel daguku, "Sekarang, aku harus mandi. Ada pesta yang perlu kudatangi."
Oh, tuhan. Buah yang jatuh memang tidak jauh dari pohonnya.
•••
Aku sedang tiduran di kasur, memikirkan rencanaku ke depannya menghadapi Ethan. Sedangkan lelaki itu masih bergelut dengan pancuran air.
Pikiranku berputar kemana-mana. Hal utama yang kucamkan di kepalaku adalah: aku harus pintar menjaga diri. Karena orang yang akan kubagi tempat tidur selama berbulan-bulan adalah lelaki bernama Ethan Gilbert yang notabenenya lebih berbahaya dari harimau.
"B."
Lamunanku buyar saat mendengar sebuah suara memanggilku. Aku menoleh dan mendapati kepala Ethan yang basah menyembul dari balik pintu kamar mandi yang sedikit terbuka.
"Ambilkan handukku."
Aku berdecak, "Kau punya dua tangan dan dua kaki yang terlihat masih sehat, Ethan. Walaupun kita suami istri, bukan berarti kau boleh memperbudakku!"
"Kau yakin kau tidak akan berteriak jika aku mengambil handukku sendiri?" Ethan melontarkan senyum geli, tapi otakku masih blank.
"Aku telanjang, sayang. Dan aku yakin kau masih belum siap untuk melihat punyaku. Jadi istriku yang cantik, ambilkan handuk untuk suamimu ini."
Perkataan Ethan membuatku tersipu malu dan kesal dalam waktu bersamaan. Dengan wajah yang kutekuk dan perasaan tidak rela sekaligus terpaksa, akupun bangkit dari kasur empukku.
Kuambil asal handuk di meja dekat pintu kamar mandi kemudian kulemparkan ke arahnya. Mendarat sempurna! Handuk itu menggantung tepat di kepala Ethan. Aku tersenyum puas.
Tapi Ethan tidak terlihat kesal sama sekali. Malahan, ia tersenyum geli padaku sambil mengedip mata sebelah. Mendadak darahku rasanya mendidih.
Aku berbalik, "Hate you, jerk."
"Love you too, Angel."
Aku mendengus. Sepertinya ia mulai memanggilku dengan nama panggilan bodohnya itu.
Aku segera menyiapkan peralatan mandikku. Tak lupa aku membawa baju tidur agar bisa sekalian menggantinya di kamar mandi.
Aku mendengar suara pintu terbuka disebelahku. Ethan pasti sudah selesai menggunakan kamar mandi, kini giliranku untuk membersihkan diri.
Aku berbalik.
Dan, aku terkena serangan jantung.
Ethan keluar dari kamar mandi dengan handuk yang hanya menutupi bagian bawahnya saja.
Napasku tercekat.
Aku menelan ludahku begitu Ethan berhenti tepat dihadapanku. Aku tau dia sengaja membuatku mati kutu. Dan sialnya, dia berhasil. Aku mendongak padanya. Air menetes dari rambutnya, mengalir hingga ke lehernya. Dan berlanjut ke otot perutnya yang atletis. Aku meneguk ludah.
Ethan fuckin Gilbert, berhenti membuatku gila!
"Aku tidak keberatan jika kau mau bersandiwara bercinta denganku malam ini."
Napasku menjadi satu-satu, "Bisa mau menyingkir dariku?"
Ethan tertawa-memperlihatkan lesung pipinya yang terlihat begitu panas.
"Kenapa? Kau sudah tidak tahan?" Tubuhku bergetar saat lengan Ethan menjalar ke pinggangku. "Aku tau kau juga menginginkanku..."
Sebelum semuanya menjadi semakin kacau, aku mendorong dadanya sekuat tenaga. "Never in a million years!"
Aku berjalan melewati Ethan sambil dengan sengaja menyenggol bahunya. Entah kepercayaan diri dari mana yang membuatku berani melakukan itu.
Oh, tuhanku!
Kurasa aku perlu mandi air dingin, untuk menghilangkan pikiran kotorku.
•••
Jika biasanya Bianca Smith tidur hanya memakai tanktop dan hotpans, maka mulai hari ini Bianca Smith yang itu sudah mati. Demi keselamatan lahir dan batin, aku terpaksa memakai hoodie kebesaran ditambah celana legging untuk tidur.
Saat keluar dari kamar mandi, aku mendapati Ethan sedang duduk bersandar di kasur, sibuk dengan ponselnya. Hanya dengan menggunakan ripped jeans dan kaos hitam polos, Ethan sudah terlihat begitu... hot.
"Kau belum pergi?"
"Aku menunggumu."
Aku berjalan mendekat, "Untuk apa?"
"Meminta izin, pada istriku."
Ada sesuatu yang menggelitik perutku saat mendengarnya memanggilku seperti itu.
"Meminta izin?"
Dia tersenyum, dan mengangguk, “Bolehkah aku keluar berpesta, istiku?”
Dan tiba-tiba saja sebuah ide melintas.
"Apa kau akan minum-minum?"
"Kau bercanda? Tentu saja, B."
Aku berdehem, "Bagaimana kalau aku tidak mengizinkanmu pergi?"
Ethan tampak terkejut, sedetik. "Apa?"
Aku mendekat, "Bagaimana kalau aku menyuruhmu untuk tetap disini?
Ethan terdiam, "Kau serius?"
Aku mengangguk, lalu berjalan melewatinya. Menaiki tempat tidur, aku menyadari Ethan mengawasi pergerakkanku dari belakang.
"B?"
Aku menoleh, "Kalau kau memang sangat ingin pergi ke pesta itu, silahkan. Tapi aku tidak akan mengizinkanmu."
Ethan tertawa, pelan. Lelaki itu memandanginku, lama sekali. Sampai aku gugup dan membuang muka. Lalu kemudian, ia mengikutiku naik ke atas kasur.
"You win, Bianca."
Aku gelisah tiba-tiba karena keberadaannya. Ia tidur dengan kepala bertopang pada tanggannya, dan tubuh miring padaku. Belum pernah sekalipun aku berbaring di kasur yang sama dengan lelaki lain, kecuali ayahku dan Matthew Anderson.
Aku tersenyum, "Aku tidak tau kau tipe cowok yang menuruti kemauan cewek."
"Biasanya aku tidak begitu." Katanya, masih memandangiku. "Saat kau menyuruhku tinggal, itu terdengar manis. Karena itu kau, Bianca Smith, bukan cewek lain."
Aku berdebar. Ya, tuhan. Isi perutku seperti di putar. Dan aku merasakan darahku berdesir cepat. Apa yang terjadi denganku?! Aku cepat-cepat berbalik badan, membelakanginya.
"Aku ngantuk, Ethan." Gumamku, "Ingat! Kalau kau macam-macam saat aku tidur, kubunuh kau!"
Aku mendengar Ethan berdecih di belakangku, "Wanita kejam! Kau menyiksaku semenjak ciuman itu, dan menghalangi kesempatanku untuk melampiaskan nafsuku. Sekarang, kau bahkan tidak membiarkan aku melihatmu?"
Aku ingin tertawa, tapi kutahan. Berbalik perlahan, aku menemukan wajah Ethan yang merengut. Lalu, tawaku pecah. Melihat sisi lain Ethan itu menyenangkan.
Ethan meringis, "Ah, lebih buruk. Aku semakin menginginkanmu, B."
Ethan mencium jari tengah dan telunjuknya, lalu menempelkannya ke bibirku. Dengan lembut.
"Untuk sekarang, ini cukup."
Aku tidak bisa berkedip.
"Good night, angel."
Tamat riwayatku.