CVC 7: Persaingan°

2106 Kata
Nenek Tapasha itu nenek jahat di sinetron Uttaran (╥﹏╥) kalau kalian ada yang gak tau. cek aja di youtube. Wkwkwkwk Lanjut ke cerita. Di sela pameran, Cassandra pergi ke toilet atrium yang dilengkapi panel wastafel dan cermin sepanjang dinding. Cassandra membersihkan percikan jus di wajahnya menggunakan tisu basah lalu merapikan mekapnya dengan spons bedak. Wajahnya masih mengeras karena marah pada Aaron serta sikap congkaknya. Ada seseorang masuk ke toilet membuat Cassandra berusaha bersikap sesantai mungkin. Ternyata orang itu Rosalinda, manajernya. Wanita jelita itu langsung mengomelinya. "Apa yang telah kau perbuat di depan sana tadi, Cassie? Kau akan meruntuhkan imejmu, klien, dan segalanya. Aaron Sebastian bukan orang sembarangan. Ia sangat kaya dan terkenal. Jika ia berkomentar tidak baik tentangmu, habislah kita." Cassandra terperangah, berkacak pinggang pada perempuan yang berusia 30 tahunan itu. "Pria itu berusaha merayuku. Ia melecehkanku dan mengancamku. Aku tidak akan tunduk pada orang semacam itu. Ketampanannya seolah- oleh memperbolehkannya melakukan apa saja pada setiap wanita yang ditemuinya. Pria semacam itu adalah tipe manusia terburuk yang pernah ada di muka bumi." Rosalinda bersedekap jengah. "Yah, setidaknya kau tidak perlu menunjukkan ketidak sukaanmu secara terang-terangan. Orang seperti itu memang beredar di industri seni dan kaum jetset, kita tidak bisa menghindarinya. Tahanlah emosimu sedikit demi kelancaran penggalangan dana dan pamor keartisanmu." Cassandra berdeceh, menumpu kedua tangan di permukaan panel. "Aku terjun ke bidang ini untuk berkarya, bukan untuk jadi pendamping pria hi.dung be.lang," gerutunya. "Ia bukan pria hi.dung be.lang menurutku. Ia hanya pria yang sangat menarik," gumam Rosalinda seraya mengerling menerawang. Cassandra mendesis jijik padanya. Berpikir jangan- jangan Rosalinda pernah tidur dengan Aaron. Rosalinda memicing matanya menyelidik Cassandra yang dari awal pertemuan sangat sinis pada Aaron. "Kenapa kau sangat membencinya? Apa kalian pernah terlibat hubungan satu malam? Apa kalian pernah saling cinta atau pernah kenal sebelumnya? Banyak lelaki mendekatimu, bahkan yang tua- tua keladi, tetapi kau tidak terlalu mempermasalahkannya. Kenapa hanya Aaron?" "Karena tidak ada dari mereka yang terang- terangan seperti Aaron. Aku tidak pernah merayunya atau pun ingin jadi teman kencannya. Ia menjadikanku buruannya. Pria itu harus sadar diri bahwa ia tidak bisa seenak jidatnya memperlakukan wanita." Rosalinda mendesah lalu menggeleng pasrah. "Entahlah, Cassie, ia bukan seleramu aku bisa mengerti itu, tetapi jika ingin mempertahankan kerja sama dengan sponsor kita saat ini, kau harus tahan menghadapi Aaron karena ia baru saja mengontak sponsor kita. Jika kau tidak bekerja menurut arahannya, ia akan menuntutmu dan sponsor karena telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan diikuti kekerasan fisik padanya." Cassandra terperangah. "Apa?? Aku melakukan apa?" "Ini, lihat ini!" Rosalinda memperlihatkan layar ponselnya yang menayangkan video singkat saat Cassandra menyiram wajah Aaron dengan jus. "Kejadian ini sudah viral, Cassie. Kau lihat komentar warganet soal ini. Lihat! Lihat! Tidak ada satu pun yang membenarkan tindakanmu. Fans Aaron terlalu banyak barbar dibanding fans-mu. Bahkan sebagian besar pengikutmu adalah fanatik Aaron. Mereka mengikutimu karena Aaron mengikutimu. Sekarang setelah tersebar kau memblokir Aaron, lihat yang terjadi." Rosalinda memperlihatkan beranda i********: Cassandra yang jumlah pengikutnya menurun drastis dari sebelumnya. Cassandra terbelalak lalu buru -buru memeriksa akun di ponselnya sendiri dan terhenyak melihat kondisi akunnya sama dengan di ponsel Rosalinda. Ia telah kehilangan 100 ribu pengikut hanya dalam kurun waktu 1 jam setelah video tersebut viral dan tampaknya akan terus bertambah. Cassandra meletakkan ponselnya, memandangi layar di mana terlihat angka pengikutnya berkurang satu per satu setiap detik. Kedua tangan terkepal gemetaran dan wajah pucat pasi. Apa ia ketakutan karena melihat kehancuran kariernya? Ataukah ketakutan membayangkan ancaman pria itu jadi nyata? Pria itu telah menjebaknya. Kurang ajar! Wajah Cassandra tidak lagi menunjukkan rasa takut. Bagaimanapun caranya, ia tidak akan tunduk pada Aaron Sebastian. Sementara Cassandra meradang akibat ulahnya sendiri, Aaron menikmati berendam dalam air busa dan memandangi ponselnya di mana terlihat i********: Cassandra akhirnya diprivat karena banyaknya serangan netizen. "Huahahaha ...." Aaron tertawa puas, meletakkan ponselnya lalu melandaikan tubuh seraya terpejam menikmati mandinya sehabis diguyur jus jeruk. Ia bergumam sendiri. "Cassandra Elliana, akan kubuat kau merangkak di kakiku. Seberapa keras pun kau melawan, aku tidak akan mengalah. Kau yang akan menyerah padaku. Huahahhahahaa ...." Suara tawanya menggema dalam kamar mandi tersebut. *** DALAM satu dunia, di bawah langit yang sama, berpijak di bumi yang sama, kota yang sama, nama yang sama, akan tetapi wajah yang berbeda, menjadi kejelasan bahwa nasib mereka pun jelas berbeda. Cassandra Elliana, sang artis, sedang menjalani hidup yang diimpikannya, sedangkan Cassandra Elliana, sang karyawan perusahaan, sedang berusaha keras menata hidupnya. "Elli, ayo cepat, sebentar lagi rapat dimulai!" tegur rekan seruangannya sambil lalu pada gadis berambut lurus bermata sipit dan beralis tipis yang sedang menghadap tanaman janda bolong , mencuri- curi kesempatan menerima panggilan telepon. Wanita muda yang kerap disapa Elli itu melirik jam tangan sambil mendengarkan percakapan di telepon genggam yang sudah membuat telinganya panas. "Teman- teman kamu sudah pada nikah dan punya anak, Elli, apa kamu tidak malu nanti kalau pulang ke sini masih sendirian saja?" ujar wanita yang diberi nama Ibu pada ponselnya. "Ibu, aku di sini 'kan kerja, ngumpulin uang dulu buat punya rumah sendiri, baru aku bisa mikirin nikah, Bu," alasan Elliana. "Punya rumah itu urusan suami kamu ntar, El. Kamu nggak usah susah payah kerja. Itulah gunanya punya suami. Kamu tinggal duduk manis, tunggu uang dari suami." Elliana jenuh mendengar omongan seperti itu. Ia menyahut lirih. "Bu, kalau berumah tangga seenak itu, tidak bakalan kantor- kantor ini dipenuhi pegawai perempuan." "Paling nggak mereka sudah menikah, toh?" balas ibunya. "Intinya yang ibu mau itu kamu menikah, jadi ibu nggak kepikiran kamu sendirian terus di sana. Perempuan di kota besar, sendirian lagi, memangnya enak? Banyak nggak enaknya, Nak. Tuh, kaya anak Pak Abdul masih muda bilangnya kuliah di Jakarta, ternyata jadi istri muda bapak- bapak. Si Noni, tiap balik ke sini gonta- ganti mobil, rumah orang tuanya kayak istana, ternyata di kerja di kelab malam. Ada loh fotonya nggak pakai baju tersebar di grup WA ibu- ibu sini." Kalau sudah bicara masalah seperti itu, Elliana hanya bisa memutar bola mata sambil menyahuti ibunya sesopan mungkin. "Doain aja rezeki Elli di sini lancar, Bu. Insya Allah, Elli nggak macam- macam kayak gitu. Elli murni bekerja sungguh- sungguh. Elli pengin jadi manajer perusahaan, Bu. Biar bisa bawa ibu umroh dan naik haji." Ibunya di ujung sambungan meneteskan air mata haru, meski putrinya tidak tahu. "Amiin, ya Allah, amiin, Nak, mudah- mudahan hajat kamu kabul dan hajat ibu juga kabul. Begini, ibu ini mau sekalian ngasih tahu kamu, ibu ketemu temen ibu sekolah SMP dulu, dia punya anak cowok, sudah 30 tahunan gitu dan sibuk kerja, jadi masih jomlo juga. Dia ada di Jakarta sekarang. Oleh ibu bilang, kamu juga di Jakarta, jadi kalian bisa ketemuan, siapa tahu cocok. Bagaimana? Kamu mau, kan, Nak? Coba ya? Kalau sama- sama nggak suka nggak papa, yang penting usaha dulu." Elliana tertunduk seraya memijat keningnya. Lelaki Jakarta, sibuk bekerja dan berusia matang, sangat mungkin bukannya kesulitan mencari istri, tetapi memang tidak ingin menikah karena terbiasa hidup bebas dan pergaulan pun bebas. Duh, jangan- jangan penyuka sesama jenis? geger batin Elliana. Elliana tidak percaya diri dengan penampilannya. Bersaing dengan sesama perempuan saja susah, apalagi bersaing dengan lelaki pula? Haduuh, persaingan pencarian jodoh zaman sekarang beraaat! "Elli? Kamu masih on 'kan, Nak?" tanya ibunya. "Eh, iya, Bu. Elli dengar, kok! Iya, nanti Elli usahakan. Sekarang Elli pergi dulu, Bu, sebentar lagi ada rapat." "Oh, iya, ya, Nak. Semoga berhasil, ya!" "Iya, Bu. Terima kasih. Assalamu' alaikum." "Wa'alaikum salam ...." Elliana menutup ponselnya, lalu bergegas meninggalkan tanaman janda bolong untuk mengambil berkas di ruangannya. Ketika merapikan map, ia melihat bayangannya sendiri di cermin kecil yang di tempel di meja kubikel, untuk sewaktu- waktu mengecek penampilan sebelum pergi. Memiliki nama yang sama dengan artis cantik membuat Elliana kerap dibandingkan dengan Cassandra. Jika ada kolega mendengar namanya, mereka akan berucap antusias. "Cassandra Elliana? Cassandra itu? Artis pelukis itu?" Setelah mellihatnya mereka semua akan berseloroh kecewa. "Ooh, bukan ya .... Hmm ...." Lalu kehilangan antusiasme padanya. Ngenest emang. Tidak ada yang salah pada wajah Elliana. Hanya saja wajahnya terlalu biasa untuk ukuran wanita jika dibandingkan artis cantik. Alis ia nyaris tak punya. Mata pun tanpa kelopak, sehingga terkesan sipit. Hidung standar, bibir standar, asal bisa napas dan bisa makan itu sudah Alhamdulillah, ya, sesuatu. Kulit pucat dengan sedikit flek- flek hitam bekas jerawat. Rambut lurus kering tidak terawat. Penglihatannya pun mulai kabur karena terlalu sering menatap layar gawai dan komputer. Apalagi belakangan ini ia sedang menyusun proposal untuk pengembangan produk. Jika berhasil membuat atasan terkesan, ia bisa dipromosikan menjadi manajer. Itu berarti posisi lebih tinggi dan gaji otomatis lebih tinggi juga. Jika ia punya banyak uang, maka penampilan bisa diperbaiki. Elliana pun berusaha optimis lagi. Ia melanjutkan menyusun berkas yang akan diajukannya ke dewan pimpinan. Ada gambar deretan petak-petak warna kulit aneka gradasi, sekitar 38 palet. Lalu ada desain kemasan botol berbentuk tetesan air, yang akan memudahkan pengguna menuang isinya dan memencet botol jika diperlukan. "Kenapa kau masih di sini, Elli?" tegur Yosephina, atasannya di bagian marketing. Wanita berblazer merah marun itu bersedekap menatap tajam padanya. "Apa kamu tidak tahu rapat mau dimulai? Kamu keasyikan melamun lagi?" "Bukan begitu, Bu Yose. Saya sedang menyusun ini sedikit, biar urut." "Ishhh, sudah ada banyak aplikasi canggih, kamu masih saja primitif pakai kertas- kertas segala. Apa kau lupa, perusahaan kita menerapkan eco friendly. Penggunaan kertas dibatasi, supaya melindungi eksploitasi hutan berlebihan." "Ya, saya tahu, Tetapi saya lebih mudah bekerja dengan benda langsung, Bu. Kalau sudah masuk ke digital, akan ada sedikit perbedaan warna karena pengaruh kontras layar dan filter." Elliana lalu memperlihatkan gradasi warna yang dibuatnya. "Karena Bapak Aaron ingin mengembangkan lini kosmetik, saya berpikir yang pertama harus dibuat perusahaan adalah produk foundation. Selama ini perusahaan kosmetik hanya membuat 4 - 5 macam warna kulit, padahal di Asia saja, ada beberapa tipe kulit yang jika digambarkan ada sekitar ... ini ... saya baru membuat 38 jenis ...." Elliana hendak memperlihatkan paletnya, tetapi Yosephina segera menampiknya. "Apa- apaan ini, Elli? Kau hanya akan membuat perusahaan bangkrut dengan membuat produk sebanyak itu. Yang dibutuhkan semua wanita adalah mencerahkan, kulit mereka putih bersih dan bersinar. Apa pun jenis kulitnya, produk pemutih bisa masuk ke semua warna kulit. Hanya beda kandungan pelembabnya saja. Ada kulit kering, berminyak, normal, dan sensitif. Itu saja. Dari dulu sudah begitu. Kalau kita bisa membuat yang lebih cepat putih, jaminan laris. Apalagi mengusung nama Novantis, kualitasnya jaminan mutu. Jadi sudah, singkirkan saja berkasmu itu, tidak akan ada yang peduli. Ayo, sekarang kita ke ruang rapat saja. Kalau keduluan Aaron datang, bisa kena SP kita." Yosephina berlalu dari hadapannya. Mendengar Yosephina begitu santai menyebut nama bos mereka, membuat Elliana yakin isu yang beredar adalah benar bahwa Yosephina pernah menjadi teman tidur Bapak Aaron. Elliana diam saja. Ia menutup map berkas seadanya dan tetap membawanya ke ruang rapat daripada membawa tangan kosong. Sampai di ruang rapat, Yosephina yang masuk lebih dulu terperanjat karena ternyata Aaron sudah ada duduk di kursi CEO. Elliana yang datang belakangan juga terperanjat, tetapi terdiam karena bingung mencari posisi duduk untuknya. Yosephina segera menariknya dan berdua menyelip di antara karyawan lainnya untuk menuju kursi mereka. Yosephina dan Elliana duduk bersisian. Gabriel yang duduk di sebelah Aaron mencondongkan bahu agar bisa membisiki Aaron. "Itu Cassandra Elliana pegawaimu," ujarnya. Aaron melirik gadis yang dimaksudnya. Wajah Aaron terlihat mencibir. Tidak ada secuil pun gadis itu menyaingi kecantikan Cassandra Nenek Tapasha-nya. Jenis perempuan yang tidak akan membuatnya melirik barang sekilas. Aaron kehilangan semangatnya. Rapat pun dimulai dan setelah beberapa pembukaan, para kepala bagian dipersilakan menyampaikan rencana inovasi mereka terhadap slot baru produk yang akan dikembangkan perusahaan Novantis. Yosephina dengan percaya diri menampilkan rancangan produknya, yaitu pemutih kulit dengan formula yang sudah umum banyak dipakai perusahaan lain. Agaknya ada yang lalai lalu tidak melakukan riset mendalam. Penggunaan formula yang serupa akan menimbulkan sengketa hak paten. Belum selesai Yosephina memaparkan bahannya, Aaron menyelanya. "Membosankan!" Yosephina membeku dan wajahnya pucat kehabisan darah. Aaron menudingnya tanpa segan dan wajahnya tersengih bengis. "Kau kepala bagian marketing, Yosephina, kau seharusnya bisa lebih baik dari ini. Apa kau ingin membuat produk kita jadi bahan tertawaan? Tidak ada orsinalitas dalam produk yang kau tawarkan. Kita perlu merengkuh pasar yang lebih mendunia dan mengikuti gerakan kesetaraan gender, keberagaman, dan kebutuhan spesifik." Yosephina gelagapan, lalu berusaha meralat rancangannya. "Eh, Bapak Aaron, saya belum selesai. Sebenarnya saya sudah ada rancangan seperti yang Bapak inginkan." Ia tiba- tiba menarik map berkas Elliana dan membukanya lalu memperlihatkan palet warna dan rancangan kemasan yang dibuat Elliana pada Aaron dan semua orang. "Ini adalah produk foundation yang menjadi jawab semua kalangan," ujar Yosephina, sedangkan Elliana diam saja karena terkejut. Aaron melihat selembar berkas dan palet warna kulit itu sambil mangut- mangut. "Bagus," gumamnya. Ia lalu menatap Yosephina. "Jadi, ini rancangan riset siapa?" tanyanya. Dengan lantang dan semringah Yosephina menjawab, "Aku!" Elliana yang duduk di sebelahnya langsung terbelalak bagai tersedak. *** Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN