Menyebut karakteristik CEO tidak lengkap jika belum menyertakan sisi psikologisnya yang seorang psikopat. Aaron boleh dibilang juga psikopat. Lengkap ‘kan? Hehehe. Namun bukan jenis yang suka menyiksa, membunuh atau memutilasi berdarah-darah.
Aaron adalah pria psikopat dalam soal cinta, karena itu ia bergelar Cassanova. Wanita adalah mainan dan menaklukkan mereka adalah kesenangan yang dicarinya. Aaron tidak merasa perlu bersimpati pada wanita yang menangis setelah ditinggalkannya. Toh saat bersama mereka sama-sama bersenang-senang. Sangat bodoh jika mereka mengira ia akan menghabiskan seumur hidupnya mencintai satu wanita setelah menghabiskan satu malam penuh gairah dengannya. Itu adalah halusinasi yang sangat konyol.
Untuk mencegah para wanita itu terjebak dalam ilusi angan mereka sendiri, Aaron punya satu aturan dalam hubungan singkatnya, yaitu ia tidak akan tidur dengan wanita itu sampai pagi. Jam 2 adalah batasnya karena ia harus istirahat dan bekerja lagi keesokan hari. Oiya, satu hal lagi, Aaron juga tidak minum alkohol saat berkencan, nanti para wanita akan mengira mereka besanggama dengannya sepanjang malam penuh berkali-kali dan keesokan harinya hamil. Aaron sangat tidak menyukai ide itu. Ia adalah pria yang dengan kesadaran penuh tidak akan menumpahkan benihnya sembarangan. Ia menggunakan lateks pengaman pancuran air lelakinya.
Baiklah, kita lanjutkan dengan pengalaman Aaron bersama si Kitty Baby-nya.
Saat tiba di hotel, langit bergemuruh dan hujan rintik-rintik pun membasahi Jakarta. Aaron berjalan memasuki lift sambil membenahi kancing pergelangan tangannya sekalian melihat jam. Aaron menyentuhkan kartu menuju lantai kamar kencannya ke sensor dan lift pun tertutup lalu bergerak naik.
Lift berhenti di lantai yang ditujunya. Aaron berjalan santai dengan kedua tangan tersimpan dalam saku, menyusuri koridor dan tiba di kamar di mana Kitty Baby menunggunya. Wanita lokal dengan paras cantik jelita berambut pirang panjang hasil pengecatan membuatnya terlihat seperti orang bule, menyambut Aaron di dalam kamar yang berantakan oleh lampu LED hiasan seukuran cabe rawit dan kelopak bunga mawar merah. Wanita itu mengenakan kimono pendek berwarna merah menyala yang tembus pandang, memperlihatkan pakaian dalamnya yang berbelit-belit.
Kitty Baby adalah panggilan Aaron untuk sebagian besar teman kencannya. Biar itu menjadi panggilan kesayangan dan tidak akan salah sebut jika ia bersama wanita yang berbeda. Kitty Baby malam ini adalah Celine Oktavia, seorang model yang tidak jelas karirnya, tetapi selalu beredar di kalangan kaum borjuis. Aaron sudah beberapa kali kencan dengannya dan wanita itu suka dengan permainan kasar melibatkan cakaran dan cambukan tali kulit. Sabuk pinggang laki-laki cambuk yang paling disukainya.
Aaron berdiri di tepi ranjang dengan kemeja terbuka memperlihatkan da.da bidang dan perut berpetak-petak kencangnya, celana panjangnya dilonggarkan tanpa sabuk karena benda itu sekarang siaga di tangannya sebagai alat permainan mereka. Sabuk itu berbunyi letusan kecil saat Aaron menyentaknya.
“Oh, ya, Aaron, ya!” pekik Celine saat kulit panjang melesat di dua lekukan tersenyum bagian belakang tubuhnya yang langsing bersetrip tali-tali kencang. Kedua tangan wanita itu terentang oleh tarikan belenggu logam di kedua tiang kepala ranjang. Lututnya yang bertumpu di kasur gemetaran oleh sensasi perian Aaron.
Wanita itu malah mengaum gembira. “Iya, sayang, beri aku hukuman lagi, sayang, hukum aku, sayang! Oh, ya ....”
“Oh, tentu saja, Babe,” sahut Aaron tanpa merasa jengah. Ia menyeringai mendengar permintaan Celine dan segera mengabulkannya. Erangan bagai perian pecah (*) menggema dalam kamar tidur mewah. Setelah puluhan menit sentak-sentak memberi rangsangan memuncak, kamar itu menjadi ribut oleh suara auman serupa hewan liar saling menggigit. Dua makhluk bergumul dalam pose primitif, yang lebih dominan berada di belakang, menggigit lekukan leher penyerah diri, merasakan ayunan pendulum yang konstan menghunjam.
Kalimat-kalimat sederhana berceceran. Lagi, terus, lebih keras, lebih kuat, lebih kencang, oh ya ... dan oh no. Lalu dalam tubuh mereka, tercipta sebuah ledakan, menyembur kencang seperti air keran deras yang tertahan lalu dilepaskan. Basah, menetes deras bagai aliran tetesan air hujan di permukaan kaca jendela.
Celine tertelungkup lemah dengan kedua tungkai kaki lunglai, gemetaran nyaris mati rasa oleh rambatan rasa nikmat. “Oh, Aaron, kau luar biasa, sayang!” desah Celine dengan kelopak mata berusaha membuka. Setoran endogenous mor.fin dalam tubuhnya sangat banyak membuatnya mabuk kepayang. Celine berusaha keras membuka matanya untuk menatap kesempurnaan Aaron. Hanya bersama Aaron, Celine bisa mengalami sensasi pasca-c****s yang sedahsyat itu. Entah ramuan ajaib apa yang dimiliki pria itu sehingga begitu perkasa.
Aaron berdiri membereskan penadah jus maskulinnya lalu merapikan pakaiannya, tak lupa juga memasang sabuk pinggangnya lagi. Ia lalu melepaskan penahan tangan Celine dan membiarkan wanita itu terbuai di atas ranjang.
“Oh, kau mau pergi?” tanya Celine lemah dengan napas ngos-ngosan melihat Aaron memasang jas setelannya. “Aku kira kau akan bersamaku sampai besok pagi ...,” lirihnya.
Pria itu tersenyum tanpa menatap Celine. Aaron sibuk memasang jam tangan, memeriksa ponsel lalu menyimpan dalam saku jas. “Uhm, kau tahu Babe, aku tidak akan pernah satu malam dengan wanita mana pun,” jawabnya. “Separuh malam cukuplah untuk kita bersama. Aku tidak ingin wanita yang bersamaku menyambut pagi dengan perpisahan. Aku ingin menjadi pengantar tidurmu menuju mimpi indah.”
“Ah, Aaron ... kau gombal!” timpal Celine dengan wajah tersipu dibenamkan ke bantal karena dia tidak sanggup membalik tubuhnya.
Aaron tersenyum seraya menyorot lembut pada wanita itu. Ia menumpukan satu lutut ke atas ranjang untuk menunduk mengecup puncak kepala Celine. “Tidurlah, Kitty Baby, tidur yang nyenyak dan ketahuilah, aku menyayangimu.”
Celine merasa tenang mendengar ucapan itu. Dia pun memejamkan mata meresapi rasa berdenyut-denyut yang disisakan Aaron di sekujur tubuhnya.
Jam menunjukkan pukul 01.27. Aaron meninggalkan kamar hotel itu dengan berjalan santai. Ia kembali ke mobilnya. Gabriel menyambutnya dengan dengkusan lega. “Oh, syukurlah kau cepat kembali. Aku tidak perlu menyiapkan goni untuk mengarungimu,” kekeh Gabriel.
“Cih, memangnya aku segarong itu,” tukas Aaron. Ia pun duduk di kursi penumpang, bersandar santai terbawa luncuran mobil mewah yang dikemudikan Gabriel.
Sambil menyetir, Gabriel mengamati Aaron yang memandang jauh ke luar jendela mobil, merasakan angin malam menyapu wajah blasteran Indo-Eropa-nya.
Gabriel memecah keheningan dengan pertanyaannya. “Maaf, Bro, ini sudah lebih dari 3 tahun ...,” melihat mata Aaron menunduk dan bergerak gelisah, “setiap malam kau harus menggesek untuk kembali normal. Apa kau ... tidak lelah?”
Aaron tergelak mendengar pertanyaan itu. “Lelah? Haha, Bro, aku menjalani kehidupan yang didambakan semua lelaki. Kenapa aku mesti merasa lelah? Dengan menjadi Aaron, semua peluang yang kumiliki menjadi tiada batas. Bersenang-senang dengan para wanita adalah pelengkap kehidupan baruku. Kesenangan yang tidak akan bisa kudapatkan bertahun-tahun lalu dan sekarang aku mendapatkannya semudah menjentikkan jari.”
Gabriel mendesah prihatin. “Aku mengkhawatirkan efek sampingnya,” katanya. “Obat apa pun tidak akan pernah bisa memberikan kebahagiaan sejati, Aaron. Akan selalu ada kekosongan dalam hidup yang kau katakan dambaan semua lelaki, karena kau tidak menjadi dirimu yang sejujurnya.”
Aaron mendelik ke langit-langit mobil. “Oh, ya ampun, kau benar-benar berhati malaikat, Gabriel, tidak salah jika orang tuamu memberi nama sang penyampai wahyu.”
Gabriel mendesah pasrah dan berharap Aaron mau mengerti perasaannya. “Aku sangat peduli padamu, Aaron. Aku bersungguh-sungguh, karena aku sangat mencintaimu, Aaron,” ujarnya. “Novan dan Aaron. Aku mencintai kalian berdua sama besarnya.”
***
Bersambung ....
suplemen:
(*): bagai perian pecah: peribahasa untuk suara sember (tidak merdu)