Episode Tanpa Judul

1090 Kata
Hari yang dinanti datang, saatnya Danur muda mengantarkan sesosok bayi mungil yang wajahnya tampan, kulitnya halus, pipi yang kemerahan, lahir sempurna sebagai anak lelaki, Radolf Rahmat Riawan nama yang diberikan Danur dan Rahmat untuk bayi mungil tersebut. Banyak doa baik, harapan istimewa, dan juga harapan-harapan besar yang dibisikkan ke telinga Radolf kecil, terutama doa baik mengenai kesehatannya, “Semoga kamu sehat, ya, Nak. Tidak membawa virus jahat yang ada di tubuh Ibu.” Danur berucap penuh harap yang di-aamiin-kan oleh Rahmat. Gazi juga tidak kalah bahagianya, “Aku akan menjaga Radolf jika kalian pergi, tenang saja, aku akan jadi paman terbaik baginya di muka bumi ini.” Rahmat dan Danur tersenyum mendengar ucapan Gazi. Hari-hari sebagai ibu baru dinikmati dengan sangat baik oleh Danur, Rahmat pun menikmati peran sebagai seorang ayah yang penuh dengan kasih sayang. Tidak ada yang aneh dan hal buruk terjadi, hingga di bulan ke tiga, ketika Danur sedang mengasihinya, Radolf menunjukkan gejala yang aneh tapi juga gejala yang sangat dia kenal. Karena kalut, dia memanggil Rahmat, “Pak, Pak, tolong ke sini sebentar.” Rahmat yang mendengar Danur berteriak dari dalam kamar, bergegas lari menuju asal suara, setelah sebelumnya menitipkan toko ke Gazi, “Titip toko, ya. Aku mau ke dalam dulu.” Gazi mengangguk. Rahmat yang sampai kamar melihat istrinya seperti ketakutan ketika menatap Radolf, berjalan mendekat ke arah Radolf dan menggendongnya, “Yang kita khawatirkan terjadi, Pak.” Danur menangis sesegukan, demi melihat anak pertamanya, Radolf, mengerang kesakitan dengan wajah memerah, persis seperti yang dia alami jika akan kambuh sakitnya. Sambil menggendong Radolf, Rahmat mencoba menenangkan Danur, “Sudah, Bu. Kamu tenang dulu. Kita cari cara gimana agar Radolf bisa tetap kamu jaga tanpa harus membuatmu kambuh juga.” Danur diam, dia bergeming, bingung dengan keadaan ini. Rahmat langsung menghidupkan pendingin udara di kamar itu, lalu menutup semua jendela dan celah yang bisa memungkinkan sinar matahari masuk atau udara panas menguar ke dalam ruangan. Setelah itu, Rahmat membawa Radolf ke ruangan khusus yang sudah dia persiapkan untuk Danur, jika Danur tiba-tiba kambuh. Gazi yang mendengar tangisan Danur dari dalam, bergegas menghampiri mereka, “Radolf seperti kita, Danur?” tanpa meng-iya-kan, hanya terus menangis, sudah bisa menjawab pertanyaan Gazi. Tanpa ragu, Gazi mengambil Radolf dari tangan Rahmat, “Biar aku yang urus, biar aku yang masuk ke ruang itu. Siapkan saja semua kebutuhannya di dalam sana.” Rahmat awalnya ragu, “Jangan menunda lagi, khawatir Radolf semakin tidak terkendali.” Maka setelah dikuatkan seperti itu, Rahmat bergegas untuk mempersiapkan semua kebutuhan Radolf dan dimasukkan ke ruang istimewa itu, setelahnya Gazi menggendong Radolf ke ruangan tersebut. Rahmat dan Danur bisa melihat Gazi dan Radolf dari luar, sambil Danur memompa ASI-nya agar Radolf tetap bisa diberi minum. * Tiga hari sudah Radolf ditemani Gazi berada di ruangan istimewa yang dibangun khusus jika Danur kambuh dan sekarang ditambah Radolf. Rahmat benar-benar pusing dibuatnya. Sekarang bertambah lagi satu makhluk hidup yang harus menanggung sakit dan pedihnya terjangkit virus aneh ini. Rahmat terpacu untuk semakin mencari tahu virus ini, asalnya dari mana, selain mencegah agar tidak kambuh apakah masih ada kemungkinan yang terjangkit virus ini sembuh, atau memang jika sudah terjangkit maka selamanya, sampai akhir hidup mereka tetap harus bertarung melawannya dan tidak ada cara untuk sembuh. Danur tidak beranjak dari kamar itu, memantau keadaan Gazi dan Radolf. Mungkin karena masih kecil, Radolf hanya mengeram seperti orang marah, dengan mata yang memerah, tidak ada gerakan berbahaya apalagi yang bisa menyakiti, hanya saja memang sudah berapa kali Danur mengganti dot untuk Radolf meminum ASI-nya, karena sekuat dan sekencang itu Radolf menggigit botol minumnya. Rahmat yang harus bolak-balik toko, mengecek Danur, mengecek Gazi dan Radolf yang berada di kamar istimewa. Tidak mengeluh, tidak marah, Rahmat menerima ini dengan besar hati, dia yakin, suatu saat nanti kebesaran hatinya, kesabarannya ini membuahkan sesuatu yang istimewa, entah apa, walaupun dia tidak tau itu apa, tapi dia yakin akan hal itu. Selain menjaga toko, Rahmat juga masih mencoba berbagai eksperimen untuk bisa membuat obat yang bisa mencegah penyakit ini kambuh dalam jangka waktu yang lama. Mencoba untuk mencampur beberapa bahan yang dia cari sumbernya dari toko obat, mencoba mencocok-cocokkan gejala yang hampir mirip dengan virus yang bercokol di tubuh ketiga orang yang ada di dekatnya. Tetap saja tidak ada yang sama. Setelah Radolf tenang dan kembali ke keadaan semula, Gazi dan Radolf keluar dari kamar dalam keadaan selamat, Rahmat berinisiatif mengajak Gazi, Danur, dan Radolf untuk beristirahat dan tamasya ke suatu desa yang jauh letaknya dari pusat kota, berharap ada udara baik yang bisa membuat mereka bertiga menjadi lebih baik, dan berharap siapa tau ada sesuatu yang bisa Rahmat jadikan bahan untuk penelitiannya dalam mencari penawar untuk mematikan virus yang berdiam di tubuh ketiga makhluk yang dia sayang. Rahmat memilih Pulau Alamandra, yang letaknya berada di pesisir kota Bandar Lampung, membutuhkan waktu sekitar enam jam untuk sampai ke sana, Rahmat mengetahui pulau ini dari Gazi, yang pernah mengunjungi pulau tersebut dengan beberapa temannya sebelum bertemu dengan Rahmat di panti asuhan. Rahmat sengaja meminta Danur mempersiapkan pakaian yang agak banyak untuk menginap di Pulau Alamandra sekitar tiga sampai empat hari, “Bawa baju yang agak banyak, kita nginep di sana tiga sampai empat hari. Aku juga butuh mencari beberapa pencerahan untuk mendukung penelitianku mengenai virus ini.” Danur mengangguk, “Gazi, bagaimana? Dia ikut juga?” Danur bertanya tentang Gazi, “Iya, ikut. Dia yang tau tempatnya, karena pulau ini Gazi yang memberitahu aku, dia sudah lebih dulu ke pulau ini sebelum ketemu aku di panti asuhan tempat kami berkumpul.” Begitulah, mempersiapkan perjalanan yang memakan waktu lama, Rahmat sudah menyewa mobil dan dia sudah memastikan bahwa mobil tersebut berpendingin mobil, atapnya tidak rusak atau ada celah untuk masuknya sinar matahari. Toko mereka tutup sementara, mereka juga memberi libur pekerja mereka yang sudah sebulan ini ikut kerja di toko mereka. Rahmat tidak memberitahu alasan sebenarnya, dia hanya bilang, bahwa mereka akan pergi ke rumah keluarga. Maka hari itu, tepat pukul delapan pagi, mereka bertiga beserta Radolf kecil berangkat menuju Pulau Alamandra, sepanjang perjalanan, Gazi dan Rahmat seperti dua anak kecil yang akan pulang ke kampung halaman, riang, gembira, Danur yang melihat hal ini hanya tertawa melihat kelakuan dua orang dewasa ini yang bertingkah seperti anak kecil, ada satu siulan yang Danur perhatikan yang disuarakan Gazi dan Rahmat, tapi Danur tidak tau itu mendendangkan lagu apa, hanya Rahmat dan Gazi yang paham. Ketika Danur penasaran dengan hal tersebut, Gazi menjelaskan bahwa siulan itu khusus untuk mereka, “Ini tanda untuk menemukan salah satu masing-masing dari kami, jika kami terpisah.” Rahmat mengangguk, tanda setuju dengan yang diucapkan Gazi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN