Mengingat kejadian semalam membuat ku ingin merasakan sensasinya sekali lagi. Apalagi penisku masih fresh dikarenakan masih pagi.
Perlahan aku mendekati Shania dari belakang dan langsung memeluknya sambil menggesek-gesekkan penisku di bokongnya yang seksi.
"Hah... Adrian? Mau apa?" katanya yang berusaha lepas dari pelukanku.
"Hehehe...pura-pura ga tau ah lo Shan, pagi-pagi gini kan barangnya cowok lagi tegang-tegangnya. Butuh pelampiasan nih" kataku.
"Ehh...i-iya sih, tapi... gak sekarang please...aku lagi gak pengen!" Shania terlihat panik.
"Tapi gue lagi pengen. Lagian salah sendiri cuma pake celemek!" aku semakin merapatkan pelukanku.
"Eh, itu, i-itu. Ah, pokoknya aku lagi gak pengen" katanya berusaha mencari alasan.
Akupun berusaha merangsangnya dengan mencium lehernya.
"Jangan, Adrian... Aahhhh,... gak mau..." Shania meronta berusaha lepas dariku.
Sementara aku melanjutkan aksiku. Tanganku meraba paha mulusnya yang terekspos, kuraba dan kurasakan kemulusannya hingga akhirnya tanganku menyentuh vaginanya. Jariku dengan liar mengelus-elus wilayah sensitif itu, sebentar saja sudah terasa basah.
"Kok panik Shan? Lo juga kemaren nggoda gue, trus gue ladenin kan. Sekarang lu nggoda gue lagi, yah gue ladenin lagi!" kataku berusaha memancing nafsunya.
"Ehh...tapi...eeemmm" belum sempat kalimatnya selesai bibirnya sudah kulumat.
Dia menggeleng-gelengkan kepala berusaha melepaskan bibirku dari bibirnya dan menjauhkan tanganku dari tubuhnya namun tidak berhasil karena aku lebih kuat. Kudesak dia sambil terus melumat bibirnya, mulutnya masih terkatup belum mau membuka. Dia memberontak dan secara tiba-tiba dia berhasil lepas dari cengkeramanku. Namun dengan sigap aku berhasil meraih pergelangan tangannya, kudorong dan kuhimpit dia ke arah kulkas.
"Aaawww...sakit!!" erangnya saat kutelikung tangannya ke belakang.
Tanganku yang satu kuarahkan ke vaginanya. Dua jariku masuk ke belahannya dan jempolku mentowel-towel klitorisnya.
"Aaahhh,... Adriaaannnnn,...!!" erangnya ketika vaginanya kumainkan dengan kasar.
Kuintensifkan serangan jariku pada vaginanya untuk menjinakkannya. Tubuhnya menggeliat-geliat menahan sensasi itu. Beberapa saat kemudian setelah merasa ia tidak terlalu memberontak lagi, aku melepaskan tangannya dan beralih menyingkap tali celemek di kedua bahunya satu persatu hingga langsung terlihat dadanya bergerak naik turun mengikuti irama nafasnya dengan dihiasi p****g coklatnya yang tegang naik turun dengan cepat karena nafasnya yang sudah tidak teratur.
"Shan, gua entot sekarang ya, udah basah gini, lo juga udah sange banget kan!" sahutku sambil menempelkan kepala penisku ke bibir vaginanya.
"Ooohh.., oohh.., jaanggaann.., aahhh gak mauuu!" tolaknya namun dengan suara mendesah
"Ssttt...jangan ribut Shan...tar kedengeran tetangga lo, mendingan nikmatin aja!"
"Aaaaahh!" sebuah desahan panjang terlontar dari mulutnya saat kutekan penisku hingga amblas ke vaginanya.
Makin lama penisku semakin lancar keluar masuk ke vaginanya karena daerah itu semakin basah. Aku dapat merasakan penisku masuk hingga menyentuh ke dalam rahimnya. Aku menyetubuhinya dengan tempo sedang sambil memberikan sentuhan-sentuhan erotis pada tubuhnya dengan lembut. Lama-lama dia pun terhanyut dalam permainan yang kupimpin dan mulai mengikuti iramanya. Kedua p****g payudaranya kupilin-pilin sampai terasa semakin keras di tanganku. Kuperhatikan wajahnya yang semakin memerah dan semakin menggairahkan kalau sedang seperti itu.
"Ooohh.. Mmmhh.." desah Shania mengiringi persetubuhan kami.
"Shan... Ssshh...enak. Shaniaarrgghh!!" lenguhku, "Lo suka kan dientotin gini?"
"Ngaco...siapa yang suka?" sahut Shania sewot.
Hhhmmm...masih ada saja sifat galaknya disaat seperti ini, akan kukerjai dia sampai takluk. Maka di tengah genjotan tiba-tiba aku berhenti dan kucabut perlahan penisku.
"Loh kok?" Shania berbalik dan menatapku heran, terlihat sekali ia merasa kecewa dan tanggung, ia pasti masih menginginkan penisku berada di dalam vaginanya dan mengobok-oboknya dengan ganas.
"Loh kok apa Shan, kan katanya siapa yang suka?" kataku menggodanya.
Kupandangi wajah kecewa Shania sambil tetap meremas-remas payudaranya.
"Please...Adrian!" ucapnya pelan.
"Please apa? Ngomong dong!" kataku terus menggodanya.
Jarinya bergerak menggantikan penisku bermain di sekitar k*********a. Digosok-gosoknya vaginanya yang sudah benar-benar becek itu. Ia sepertinya benar-benar menginginkan penisku untuk terus mengobok-obok vaginanya. Sambil mengelus-elus dan mengeluar masukkan jari tangan kanannya ke dalam vaginanya, ia menggelinjang dan merintih. Sementara itu tangan kirinya mulai meremas-remas payudaranya sendiri.
"Please...perkosa akuu...entotin aku...aahhh...perlakukan aku sesuka kamu, Adrian!" racau Shania tanpa malu-malu lagi.
Tidak pernah kusangka temanku yang satu ini memohon seperti orang yang sedang haus seks. Tau seperti itu, sudah ku setubuhi dia dari dulu. Penampilan memang seringkali menipu.
Aku masih terus menggodanya, kupegang selangkangannya dan jariku bergerak mengocoki vaginanya menyebabkan ia semakin terbakar birahi dan semakin mendesis-desis serta menggeliat tak karuan. Kuangkat dagunya lalu aku mulai mencium bibirnya, dan secara perlahan lidahku mulai bermain dengan lidahnya. Sambil terus berciuman aku menaikkan satu kaki Shania dan kembali memasukkan penisku kedalam vaginanya. Aku mulai kembali menggenjotnya perlahan lalu kemudian aku menaikkan juga kaki satunya dan menggendongnya, Shania langsung memeluk leherku karena takut jatuh dan aku menahan tubuhnya dengan kedua tanganku. Di posisi seperti ini, aku bisa melihat ekspresi wajahnya yang sangat terangsang hingga membuatku makin mempercepat tempo genjotanku. Tapi posisi itu tak bertahan lama karena tubuh bongsor Shania ternyata cukup berat. Ku lepaskan penisku dari vaginanya dan menurunkannya dari gendonganku. Kemudian aku menuju meja makan dan duduk di salah satu kursinya sambil bersandar.
"Naik sini, Shan!" kataku memanggilnya.
Tanpa buang-buang waktu, Shania pun menaiki batang penisku hingga terbenam kedalam vaginanya. Shania kini di pangkuanku. Mulutku turun ke dadanya dan menciumi payudaranya, kukenyot-kenyot kedua payudaranya bergantian sampai basah kuyup karena keringatnya dan juga air liurku.
"Aahh.. aahh..!" erangannya menahan nikmat.
Shania mulai menaik-turunkan tubuhnya dari tempo lambat berangsur-angsur naik dan cepat sekali sampai terdengar suara becek seiring dengan suara benturan alat kelamin kami.
Slep.. slep...cplok.. cplok...demikian kira-kira bunyinya. Ekspresi wajahnya yang sedang menikmati genjotan penisku dalam vaginanya benar-benar seksi. Kedua payudaranya yang naik-turun di depan wajahku kembali kuhisap sekaligus kuhirup aroma tubuhnya yang berkeringat bercampur wangi sabun mandi membuat gairahku bertambah. Wajah Shania menengadah ke atas sambil terus mendesah, leher jenjangnya basah dengan keringat. Gerakan pinggul nya semakin tak beraturan, kadang berputar kadang naik-turun. Penisku pun makin basah oleh cairan yang keluar dari liang k*********a. Sambil terus bergerak naik-turun, ia meremasi rambutku dan menekan wajahku ke payudaranya
"Isepin, isep yang kuat....aahhh enak!!" desahnya lirih.
Akupun mengenyot payudaranya semakin liar, tanganku juga terus meraba-raba bagian tubuhnya yang lain.
Tak lama kemudian Shania merintih, "Ooh..., aku mau keluar...uuhhhhh...".
Dengan menahan sekuat tenaga agar tidak o*****e duluan, aku yang tadinya pasif, kini menggerakkan pinggul menyambut genjotan dalam vaginanya. Dan....
"Arrggghhh....keluar,... Adriaaannnn.....!!", Shania mendesah panjang sambil menyebut namaku seperti melepaskan suatu beban berat dalam dirinya.
Sedangkan aku hanya bisa menambah 2-3 sentakan lagi sebelum kutarik keluar penisku.
Aku tidak ingin ambil resiko keluar di dalam vaginanya. Aku belum tahu siklus menstruasinya.
"Isepin Shan!" kataku seraya menurunkan dia dari pangkuanku.
Aku lalu berdiri sementara Shania berlutut di hadapanku meraih penisku yang sudah basah. Ia membuka mulutnya dan mengarahkan penisku ke sana, dan....
"Aaakkhh.." erangku saat ia mulai mengulum kepala penisku.
"Eeemmmm.....mmhhh" gumam Shania saat mengulum penisku
Tangannya tidak diam saja, kadang mengocok, kadang membelai lembut batang penisku. Mataku setengah terpejam menikmati pelayanan mulut Shania terhadap penisku. Shania pun kelihatannya sangat menikmati mengoral penisku. Sensasi yang ditimbulkan akibat sapuan lidahnya pada kepala penisku membuatku tegang sehingga tanganku meremas rambut Shania. Tangan kananku meraih payudaranya dan memijatinya lembut, sementara tangan kiriku mengelusi kepalanya. Tidak sampai lima menit kemudian, spermaku muncrat di dalam mulutnya. Shania sempat kaget ketika penisku memuntahkan lahar putihnya karena aku tidak memberinya peringatan, sehingga dia gelagapan dengan volume s****a yang kukeluarkan.
Padahal kemarin malam aku sudah keluar cukup banyak. Mulutnya baru lepas ketika penisku berhenti ejakulasi dan menyusut. Setelah itu ia menelan semua s****a yang tersisa di mulutnya.
Setelah selesai, Shania bangkit. Ia lalu memberikan kecupan ringan di bibirku
"Puas?" tanyanya.
Aku hanya tersenyum mengganguk kemudian memeluknya dan tanganku meremas bokongnya
"Udah ah! Sekarang bantuin aku ya!" sahutnya melepaskan diri dari dekapanku.
.
.
.
.
.
.
.
"Kamu ini pagi-pagi udah nafsu aja, kemaren itu semaleman kurang?" kata Shania saat kami telah selesai sarapan.
Dia sekarang sedang mencuci piring, ehh.. dan dia masih hanya memakai celemek.
"Salah lo sendiri cuma pake celemek pagi-pagi" kataku dengan wajah datar.
"Malah aku yang disalahin, aku bilangin mama Dian baru tau rasa ya. Biar disuruh nyusul ke..."
"Gak usah pake acara lapor-laporan ya. Sekarang gue tanya, kenapa lo cuma make celemek doang tadi?" tanyaku. "Sekarang aja lo juga masih pake celemek doang"
"Jadi gini. Tadi pagi, habis mandi aku di chat orang tua aku, katanya mau pulang pagi ini. Makanya aku panik waktu kamu minta gituan. Takutnya lagi gituan eh, orang tua aku dateng" jelasnya.
"Itu gak jelasin kenapa lo cuma pake celemek doang, SHANIA" kataku mulai jengkel.
"Eh, i-itu so-soalnya.. Aku buru-buru pengen nyiapin sarapan dulu buat kamu sebelum nyuruh kamu pulang" jelasnya lagi.
"Eh?!"
"Udah, ah gak usah dibahas. Sebel" kata Shania lagi dengan wajah memerah.
"Hmm, trus orang tua lo mana? Udah jam segini gak muncul juga?" tanyaku.
"Iya, barusan aku di chat lagi, katanya masih ada yang perlu di urus jadi ditunda pulangnya. Pulang sore deh" katanya.
"Asyik dong, bisa ena2 sampe sore kita" kataku menggodanya.
"Hiiihhhh, maunya. Gak!!" tolak Shania.
"Pake malu-malu kucing lagi. Perlu gue paksa lagi?" tanyaku menggodanya. "Lagian, lo nikmatin juga kan dan.. bukannya lo itu type cewek yang 'pasrah kepada apapun yang terjadi'. Ya kan" kataku menggodanya.
"I-itu kan cuma lirik lagu" jawabnya berusaha mengelak.
"Tapi, kemaren malem lo pasrah tuh" kataku.
"Ya kan itu malem, kan sesuai lirik lagu nya 'malam ini kupasrah terhada..'. Ehh! Adrian, ihh mancing-mancing.." katanya saat tersadar masuk perangkap ku.
"Hahaha" aku tertawa melihat dia salah tingkah seperti itu.
"Gak bisa hari ini" katanya pelan. "Kemaren kan aku udah bilang kalo hari ini ada kegiatan. Jadi, anterin aku ya" katanya dengan wajah memelas.
"Kemana? Theater?" tanyaku.
"Gak, ke rumah latihan" jawabnya.
"Lho, lo kan team J, team J kalo latihan di theater kan. Lo udah pindah team? Team apa? K3? T? Atau jangan-jangan lo jadi trainee? Lo ketahuan skandal? Skandal apa?" tanyaku.
"Eh, enak aja. Aku kan masuk senbatsu UZA, nah latihannya itu disana" kata Shania.
"Oh, iya ya. Yaudah, mau berangkat kapan?" tanyaku.
"Nanti, abis aku mandi. Jadi mandi lagi kan, gara-gara kamu ihh" kata Shania sambil beranjak ke kamar mandi.
"Yaudah, yuk mandi bareng. Gue juga kan belum mandi" kataku mengikutinya ke arah kamar mandi.
"Enggaaaakkkk!!!!"