13. Awal Yang Berat

1537 Kata
Malam pun kembali tiba. Rasa lelah setelah seharian ini sibuk bergonta-ganti pasien, Romi ingin cepat meluruskan tubuhnya di kasur. Malam ini juga merupakan malam kedua, Romi tinggal di ruko. Tinggal di kamar kecil, dengan kasur tipis serta peralatan yang serba terbatas. Sebenarnya Romi bisa saja memilih tinggal di kos atau mengontrak tempat yang lebih besar dan lengkap, namun Romi ingin kenal dulu dengan teman-teman barunya. Apalagi Romi yang terhitung masih baru di Yogya, Romi ingin mendekatkan dirinya dulu dengan teman-temannya. Romi tak ingin terjadi kesalahpahaman yang lebih buruk, jika dirinya meninggalkan ruko dan memilih tinggal sendiri. Saat ini memang ada beberapa temannya yang seperti tak suka dengan kehadirannya. Tapi Romi berusaha sabar demi kemajuan DN Salon. Romi juga ingin menjaga kepercayaan Danu. Karena Danu sudah mempercayakan DN Salon cabang Yogya pada Romi. Romi pun berusaha menjaga kepercayaan Danu dengan baik. Salah satunya dengan Romi terus bertahan meskipun saat ini dia belum merasakan kenyamanan. Mungkin dengan cara ini, Romi bisa sedikit membalas budi baik Danu padanya. Romi mencoba rebahan di kasur yang baginya sangat jauh dari kasur yang dia punya di Bandung. Kasur berukuran 160 x 200 cm, dengan tebal kurang lebih 10 cm. Itu pun, Romi harus berbagi tidur dengan 2 orang temannya, yakni Shandy dan Irsan. Bisa dibayangkan Romi yang dari keluarga berada dengan peralatan serba mewah dan lengkap, kini dia harus tidur berdempetan dengan teman-temannya. Hawa panas pasti sangat terasa, karena Romi yang biasa dengan kamar besar dan berpendingin, kini Romi harus terbiasa dengan kamar kecil dengan kipas kecil yang menemani. Itu pun masih berbagi dengan kedua temannya. Kaget, itu sudah pasti yang dirasakan Romi saat ini. Tak bisa tidur, itu pasti yang dialami Romi. Saat malam tiba, Romi hanya bisa bolak-balik mengganti posisi tidurnya. Mengganti posisi tidur yang pas agar kedua mata Romi bisa terpejam dengan rapat. “Tolong ya, kasur sudah sempit! Awak, jangan gerak-gerak terus kenapa? Cak mano aku nak tedok, kalau macam ni!” Ucap Shandy yang posisi tidurnya berada di tengah. Mendengar ucapan Shandy yang selalu tidak mengenakan, Romi menahan tubuhnya untuk tidak bolak-balik lagi. Meskipun rasa sakit di tubuh begitu dirasakan, Romi memilih diam. “Sudah tidur!” Ucap Irsan menengahi. Malam telah larut, kedua mata Romi masih belum bisa terpejam. Rasa lelah di tubuh tak bisa menjadi pengantar untuk bisa memejamkan mata lebih cepat. *** Malam yang gelap, berubah menjadi cerah. Romi yang dari semalam hanya bisa tidur-tidur ayam, memilih bangun lebih pagi. Romi bergegas ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu lalu menunaikan kewajibannya. Sikap Romi memang belum sempurna, tapi sebisa mungkin Romi tak meninggalkan perintah-Nya. Berbeda dengan Romi yang sudah terbangun. Shandy dan Irsan terlihat masih sangat lelap. Rasa lelah masih tampak jelas di wajah keduanya. Ditambah suasana pagi ini yang begitu dingin membuat orang enggan bangun dari tempat tidurnya. Termasuk Shandy dan Irsan yang memilih menarik selimutnya kembali dibanding mengambil air wudhu. Suara Norma dan Siti terdengar hingga ke kamar anak laki-laki. Romi pun memilih ke luar menghampiri Norma dan Siti. “Kalian ngapain, pagi-pagi begini sudah ramai?” Tanya Romi mendengar Norma dan Siti bercakap-cakap. “Eh kamu Rom, dah bangun to?” Tanya Siti melihat kedatangan Romi. “Udah Sit, aku teh gak bisa tidur?” Romi menyampaikan apa yang dirasakan tadi malam. “Gak bisa tidur piye? Orang tidur tinggal tidur kok, gak iso tidur! Kamu gak biasa tidur ramai-ramai yow?” Tanya Siti pada Romi. “Iya mungkin karena aku teh gak biasa tidur beramai-ramai, rasanya teh panas!” Romi menjelaskan. “Ngono kuwi, tinggal neng mes! Memangnya kamu belum pernah po tinggal neng mes?” Siti kembali bertanya pada Romi. “Belum!” Romi menggelengkan kepala. “Gak popo Rom, pengalaman! Ya begini kalau tinggal di mes, opo-opo ketemu dewe! Mau makan mesti cari dulu, tidur dengan kamar pas-pasan. Tapi nanti kamu bisa punya cerita, punya pengalaman gimana rasanya hidup mandiri jauh dari keluarga. Apalagi kalau kita dari keluarga berada, kita akan benar-benar belajar, piye ngrasaake wong susah! Iyo to?” Siti menjelaskan. Siti memang sudah berapa kali pindah cabang. Siti sudah merasakan pahit manisnya hidup di perantauan selama bertahun-tahun. “Iya benar kata kamu. Dengan begini aku teh jadi tahu rasanya hidup susah! Jauh dari keluarga, apa-apa ketemu sendiri! Dengan begini aku teh ngerasain tidur sempit-sempitan, kepanasan, mau apa-apa harus usaha sendiri! Memangnya kamu teh sudah lama merantaunya?” “Iya kamu nikmati aja, nanti juga biasa! Dari lulus SMA aku langsung merantau.” Siti menjelaskan. “Iya Sit, aku teh akan berusaha membiasakan diri. Hah dari lulus SMA? Memangnya kamu teh gak kuliah gitu?” Tanya Romi kaget sekaligus heran. “Gak Rom! Boro-boro kuliah, buat makan aja pas-pasan. Wong tuoku loh mung buruh tani, mana mampu mbiyayai kuliah! Iso lulus SMA wae wis bersyukur!” Jawab Siti tanpa menutupi. Siti memang berasal dari keluarga biasa. Makanya tinggal di mes, sudah cukup beruntung bagi Siti. Karena dengan tinggal di mes, Siti tak perlu buang uang untuk bayar kos. Romi membisu, ternyata Siti yang anak perempuan saja bisa hidup mandiri jauh dari orang tua. Masa aku yang laki-laki tidak sanggup tinggal jauh dari keluarga. Aku harus belajar mandiri seperti Siti. “Rom, kamu kenapa kok diam?” Suara Siti mengagetkan lamunan Romi. “G... gak!” Jawab Romi gugup. Norma muncul dari kamar, lalu menghampiri Romi dan Siti yang tengah asyik ngobrol berdua. “Kalian ngomongin apa, kok asyik banget? Ajak-ajak kenapa?” Tanya Norma pada Romi dan Siti. “Gak opo? Biasa!” Piye, nasinya udah mateng Mbak?” Tanya Siti pada Norma. “Udah Sit, tinggal kita cari sayur sama lauk!” Jawab Norma. “Oh, jadi kalian tadi pagi ramai-ramai tuh masak?” Romi tahu sendiri jawaban pertanyaan yang belum sempat dijawab Siti. “Iya Rom, kita masak nasi! Lauk sama sayur beli! Sedikit irit lah!” Ucap Norma. “Kamu kalau mau gabung, boleh! Nanti kita beli beras ramai-ramai, biar aku sama Mbak Norma yang masak! Iyo to Mbak?” Siti memberi tawaran pada Romi. “Gak papa, gak usah! Terima kasih sebelumnya, biar aku teh beli aja!” Jawab Romi menolak. “Kamu kok bangun cepat amat Rom, kerjanya kan masih jam 9! Kalau Shandy sama Irsan sudah biasa bangun siang! Nanti giliran kesiangan mandinya rebutan!” Norma menjelaskan “Romi gak iso tidur Mbak Nor! Belum biasa kali!” Siti menjawab pertanyaan Norma. “Oh gak bisa tidur? Nanti juga biasa Rom!” Norma tertawa geli mendengar ucapan Siti mewakili jawaban Romi. Suara tawa pun mengakhiri percakapan ketiganya. Ketiganya pun bersiap untuk memulai aktivitas pekerjaan hari ini. Karena jumlah kamar mandi yang terbatas, mereka memilih mulai mandi bergantian. *** Hari ini hari kedua Romi jadi stylist di Yogya. Selama seminggu ini, DN Salon memang masih mengadakan diskon untuk para pengunjung. Seperti hari-hari sebelumnya, pagi ini pengunjung salon pun sudah mulai berdatangan untuk memanjakan diri. “Romi gentes!” Panggil Norma pada Romi. “Iya Sir.” Jawab Romi mengiyakan. “Siti, tolong cucang mawar blewes!” Norma kini memanggil Siti. “Ke belekes Sir!” Jawab Siti dengan bahasa salon. “Shandy nanti blewes yang dicucang Siti ya?” Norma menyuruh Shandy. Tamu kembali datang. Tamu pun mendaftar pada Norma untuk perawatan potong rambut. “Irsan tolong cucang ya, mawar gentes!” Norma kini menyuruh Irsan. “Iya Sir!” Jawab Irsan cepat Selesai mencuci rambut, Irsan memanggil kasir. “Sir, gentes siapa?” “Romi!” Jawab Norma. “Kok Romi leges, tadi kan sutra gentes! Harusnya jatah ekek dong!” Shandy tak terima. Memang Romi sudah gunting, sementara Shandy baru blow. Harusnya jatah yang benar adalah giliran Shandy yang gunting rambut. ( leges : lagi, sutra : sudah ) “Iya Teh, tadi Romi sutra gentes!” Romi merasa dirinya sudah gunting dan ini memang seharusnya jatah Shandy. “Dese mentes ye Rom!” Jawab Norma dengan nada tinggi. ( Dia ( tamu ) minta sama Romi ) Mendengar mentes, Romi pun langsung melaksanakan perintah Norma. Pekerjaan salon memang tidak mutlak dari keadilan pembagian jatah pekerjaan Tapi hasil kinerja kita juga sangat berpengaruh dengan banyaknya pekerjaan kita. Kalau pekerjaan kita bagus, tamu akan cocok dan mereka pun akan kembali meminta kita untuk mengerjakannya. Dan memang kalau dilihat pekerjaan Romi lebih rapi dibanding hasil kerja Shandy. Itulah kenapa tamu lebih banyak memilih Romi dari pada Shandy. Kejadian seperti ini sudah berulang kali. Shandy yang memang dari awal tak begitu menerima kedatangan Romi hatinya semakin panas. “Cucok ya stelong baruna, mentesan benyong, mawar dong pakarena apose?” Shandy menyindir Romi. ( Keren stylist baru, permintaan tamu banyak, mau dong pakai apa? ) Rasa tidak suka Shandy pada Romi, membuatnya berpikir bahwa Romi memakai sesuatu ( penglaris ) agar tamu suka dan minta kembali pada Romi. Romi berusaha sabar karena ini masih di jam kerja. Apalagi melihat kondisi salon yang sedang ramai seperti ini. Tak mungkin Romi membalas omong kosong yang tak berguna. Kalau Romi membalas ucapan Shandy, sama aja kelakuan Romi tak beda dari Shandy. Toh nyatanya, Romi tak memakai apa pun, Romi hanya menggunakan kemampuannya dengan baik. Begitulah, awal-awal Romi berada di cabang Yogya. Selain harus menyesuaikan tempat yang berbeda jauh dengan tempat tinggalnya dulu. Romi juga harus melewati cobaan berat dari teman sesama stylist yakni Shandy. Bagi Romi ini suatu tantangan berat yang harus dihadapi di awal tinggal di Yogya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN