Bab 10

1322 Kata
Pintu terbuka. Seorang pria berpakaian rapi tengah berdiri di depan pintu, menunggu dipersilakan masuk. “Kamu sudah datang,” kata Nayaka menoleh ke arah Farhan, sekretarisnya. “Masuk dan silakan duduk.” Farhan mengangguk lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan Nayaka. “Ini dokumen yang Bapak minta,” kata Farhan menaruh beberapa map ke atas meja. “Untuk laporan hasil rapat tadi, sudah saya kirim ke email Bapak.” “Oke, terima kasih,” ucap Nayaka mengambil satu map untuk dilihatnya. “Kamu udah makan?” tanyanya seraya menatap Farhan dari balik map yang dipegangnya. “Saya sudah makan siang, Pak, tadi di kantor.” Nayaka melirik jam tangannya yang saat ini menunjukkan pukul setengah empat sore. “Makan sore belum, kan?” tanyanya lagi. “Itu silakan dimakan. Sudah agak dingin, sih. Tapi, saya yakin masih enak kok. Atau kalau mau, kamu bisa pesan yang lain.” Farhan menatap steak yang berada di depannya. Steak itu tampak begitu lezat. “Bapak pesan ini buat saya?” Nayaka hanya bergumam, tidak mengiyakan ataupun mengatakan tidak. Sebenarnya steak itu tadi untuk Alinka. Namun, perempuan keras kepala itu menolak untuk makan. Jadi, daripada tidak termakan Nayaka rasa memang sebaiknya untuk Farhan saja. “Ini saja, Pak, terima kasih. Saya makan, ya?” “Silakan,” kata Nayaka. Tadi setelah Alinka pergi begitu saja, Nayaka langsung menghubungi Farhan dan menyuruhnya ke sini membawa beberapa dokumen yang harus ia tinjau. Nayaka terlalu malas untuk kembali ke kantor setelah ditolak mentah-mentah oleh Alinka. Dirinya benar-benar tidak paham bagaimana bisa Alinka menolak tawaran Nayaka bahkan sebelum Nayaka menjelaskan keseluruan tawarannya. Padahal, Nayaka kan siap membayar Alinka berapa pun yang dia mau. “Farhan,” panggil Nayaka yang membuat Farhan mengalihkan pandangannya dari steak di depannya ke arah Nayaka. “Kalau misal kamu harus pura-pura berkencan dengan saya dengan imbalan sejumlah uang yang tentunya sangat banyak, kamu pasti tidak akan menolaknya kan?” Pertanyaan Nayaka itu sontak membuat Farhan tersedak lalu terbatuk hebat. Buru-buru sekretaris Nayaka itu menyambar gelas yang berisi air putih yang ada di dekatnya. “Bahkan kalau mau mobil juga pasti akan saya kasih. Atau mungkin butuh barang mewah lainnya juga bisa saya belikan. Kita bahkan bisa mendiskusikannya terlebih dahulu. Tinggal bilang maunya apa langsung saya kasih,” kata Nayaka lagi tidak terlalu mempedulikan Farhan yang saat ini sudah menatap Nayaka dengan ekspresi horror. “Iya kan?” tanya Nayaka kepada Farhan. “Ma …, maaf, Pak, saya bukan pelangi,” ucap Farhan agak tergagap. Nayaka menelengkan kepalanya, menatap Farhan dengan bingung. “Apa?” “Meskipun harus berpura-pura, saya rasa saya tidak akan bisa. Saya masih suka sama perempuan, Pak,” kata Farhan dengan tegas. “Jadi, saya benar-benar minta maaf. Saya tidak bisa menerima ajakan kencan dari Bapak.” Nayaka mendenguskan napas kasar. “Misal, Farhan. Misal,” ucapnya. “Saya tidak sedang ngajakin kamu kencan,” tambahnya seraya bergidik ngeri. Membayangkan kesalahpahaman yang ada di pikiran Farhan membuat Nayaka ingin mencuci otak sekretarisnya itu dengan sabun cuci. Bisa-bisanya Farhan beranggapan bahwa Nayaka benar-benar mengajaknya berekencan. Padahal Farhan tahu sendiri jika Nayaka memiliki kekasih perempuan. Dasar. “Ah, syukurlah,” kata Farhan tampak lega. “Udah, kamu lanjut makan aja,” balas Nayaka menunjuk steak di depan Farhan dengan dagunya. Farhan menganggukkan kepala sambil tersenyum lebar. “Iya, Pak.” *** Alinka membuka buku jurnal miliknya. Sejak SMA, Alinka memiliki bucket list yang ingin ia lakukan agar dirinya bisa mencoret list tersebut dari daftar. Namun, kebangkrutan bisnis keluarganya membuat Alinka mengubur hal-hal yang ingin ia lakukan. Ia merasa perlu menjalani hidup dengan kerja keras karena dirinya tidak lagi memiliki hak istimewa seperti dulu. Jadi, sejak lulus SMA Alinka sudah mati-matian bekerja demi menghidupi diri sendiri. “Bahkan, sesederhana mewarnai rambut aja gue nggak sempat,” gumamnya membaca salah satu bucket list miliknya yaitu ‘warnai rambut silver grey’. “Guling-guling di atas salju. Di sini mana ada salju. Lagian, mana ada duit buat pergi ke luar negeri hanya buat guling-guling di atas salju.” Alinka geleng-geleng kepala membaca bucket list yang pernah ditulisnya. “Gue agak nggak ngotak kayaknya pas nulis list ini.” Ponsel Alinka yang berada di atas meja bergetar. Segera ia mengangkat panggilan dari Tamara. “Halo, Tam,” sapa Alinka seraya menutup jurnal miliknya. “Hai, lo kirim plat nomor siapa, sih?” tanya Tamara terdengar bingung. “Plat nomor?” “Iya. Lo tadi tengah malam kirim plat nomor mobil ke gue. Itu punya siapa? Lo beli mobil?” Seketika itu juga Alinka ingat jika tadi siang dirinya mengirim plat mobil milik Nayaka ke nomor Tamara untuk keselamatannya. “Punya Nayaka,” kata Alinka. “Nayaka? CEO itu? Yang dulu cium lo? Lo ketemu lagi sama pria itu?” tanya Tamara bertubi-tubi. “Dia nyamperin ke kampus,” jawab Alinka dengan helaan napas dalam. Dirinya masih tidak percaya jika tadi Nayaka menawarinya untuk menjadi pacar pura-pura. Sepertinya benar dugaan Alinka, Nayaka gila. “Dan?” “Ya gitu lah. Ngajakin ngobrol, dia juga minta maaf karena udah cium gue waktu itu dan jelasin semuanya,” jawab Alinka meninggalkan bagian di mana Nayaka mengajaknya pura-pura pacaran. “Gentle juga dia,” balas Tamara terdengar terkesan. Diam-diam Alinka menggelengkan kepala, tidak setuju dengan ucapan Tamara. Pria itu jauh dari kata gentle. “By the way, lo tahu pakaian brand local NYN by Na?” tanya Tamara. “Yang gue pernah minta tolong lo buat beliin jaket terbarunya beberapa bulan lalu?” Alinka menganggukkan kepala. “Iya, yang jaket warna pastel itu kan? Yang lo mau banget warna pink?” “Iya yang itu!” balas Tamara dengan semangat. “Ternyata pemilik brand itu adalah adik kandungnya Nayaka.” “Serius? Lo tahu dari mana?” “Gue tanya sana sini,” jawab Tamara santai. “Keluarga Tamawijaya itu cukup terkenal di kalangan pengusaha. Terutama Nayana, adik Nayaka. Dia kan bergelut di bidang fashion yang secara otomatis banyak disorot kamera. Kalau Nayaka sendiri gue agak kesusahan nyari info soal dia. Gue hanya tahu kalau dia yang punya brand parfum NYK By Ka.” Sontak saja Alinka melirik ke arah botol parfum yang berada di dekatnya. Parfum yang memiliki botol kaca berbentuk bulat lucu dengan bau manis yang lembut itu bermerek NYK by Ka. Ternyata selama ini Alinka memiliki parfum milik Nayaka. Sungguh, Alinka tidak menyangka dirinya adalah konsumen dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan Nayaka. “Apa kita nggak bisa bahas soal hal lain?” tanya Alinka mencoba mengalihkan pembicaraan. “Gue bosen bahas pria itu terus.” Terdengar kekehan dari ujung panggilan. “Oke. Kita sudahi pembicaraan tentang Nayaka Tamawijaya,” katanya. “Oh ya, Kak Mario lagi di sini. Nanti gue rencananya mau makan malam bareng. Lo mau titip salam?” goda Tamara. Tanpa aba-aba, tiba-tiba saja senyum Alinka mengembang. Dirinya memang sudah memendam perasaan kepada kakak Tamara itu. Bagi Alinka, Kak Mario itu sangat tampan dan keren. Hanya saja, pria itu sangat susah didekati. “Boleh. Salam ya, buat Kak Mario,” ucap Alinka mencoba biasa saja meskipun saat ini hatinya sedang berbunga-bunga. “Oke. Nanti gue salamin buat Kak Mario. Tapi, gue nggak yakin Kak Mario akan bilang ‘salam balik’. Dia kan kulkas berjalan.” Tamara tertawa yang membuat Alinka meringis. “Gue peringatin sama lo, jangan banyak berharap sama Abang gue. Dia susah.” Alinka terkekeh. “Gue nggak ngarep apa-apa sama Kak Mario,” katanya mencoba untuk biasa saja. “Ya…, ya…, gue percaya,” balas Tamara seolah tahu Alinka berbohong. “Beneran, Tam.” “Oke.” Alinka tertawa mendengar balasan singkat Tamara yang jelas-jelas tidak mempercayai ucapan Alinka. Meskipun Alinka tidak pernah mengatakan kepada Tamara kalau dirinya naksir Kak Mario, tapi tampaknya Tamara tahu. Bagaimana tidak? Mereka sudah berteman sangat lama. Omong-omong, sudah berapa lama Alinka tidak bertemu dengan Kak Mario? Satu tahun? Tidak. Alinka rasa lebih. Mungkin, bisa jadi, sudah hampir tiga tahun ia tidak bertemu dengan Kak Mario. Alinka jadi penasaran bagaimana rupa Kak Mario sekarang. Andai mereka bertemu lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN