Pulang

969 Kata
Papa Chandra dan mama Vita tidak langsung kembali ke Surabaya setelah menyelesaikan oerjalan honeymoon mereka. Mereka langsung bertolak ke Jakarta karena permintaan eyang Kakung agar mama Vita langsung di kenalkan pada kolega dan rekanan bisnis keluarga Abimanyu. " Suruh Gibran pulang ke sini dengan anak gadismu nduk. Aku juga perlu berkenalan dengan cucu baruku." ujar eyang Kakung di sore itu. " Baik Pi, nanti Vita sampaikan ke Gibran dan Mikha." jawab mama Vita dengan sopan. " Mikha, bisa keluar bentar? ada yang mau gue bicarain." teriak Gibran karena sedari dia mengetuk pintu tapi tidak ada sahutan dari dalam kamar. Gibran yang cemas langsung membuka pintu begitu tau kalau pintunya tidak di kunci. Di lihatnya Mikha masih bergelung di bawah selimut hitamnya dengan wajah lelah, mungkin dia pulang dini hari lagi. Gibran berjalan mendekati ranjang Mikha , di pandangnya wajah adiknya tersebut yang tanpa di duga memang cantik meskipun tanpa polesan make up. Tangannya reflek bergerak membelai kulit wajah Mikha yang halus dan merapikan anak rambut yang menutupi wajahnya. Tanpa sadar Gibran tersenyum sambil terus mengagumi adik cantiknya ini, ada rasa aneh yang menjalari hatinya dan jantungnya berdegup kencang seolah akan melompat keluar bila di dekat Mikha. Di pandangnya sekeliling kamar Mikha yang di d******i warna-warna monokrom yang lebih cocok untuk lelaki.Gibran bangkit dan berjalan ke meja kerja di samping jendela, ada beberapa tumpuk kertas dan amplop di atas kotak seukuran kotak sepatu. Di ambilnya dan di bacanya satu persatu isi kertas-kertas itu yang ternyata potongan buku diary dan surat-surat. Gibran buru-buru mengembalikan kertas-kertas itu ketika Mikha menggeliat, dan dengan cepat pula mendekat ke arah ranjang. " Siang Mikha." sapa Gibran yang sudah duduk di samping ranjang. Mikha berjengkit kaget begitu mendengar suara Gibran, " Elo ngapain di sini?" sembur Mikha dengan suara serak khas bangun tidur yang membuat Gibran menegang dan meneguk salivanya kasar, ' Astaga...suaranya kenapa terdengar begitu sexi.' rutuk Gibran dalam hati. " Gibran!?" sentak Mikha membuyarkan fantasi gila di otak Gibran. " Eh itu....tadi mama telpon elu nggak di angkat, jadi telpon gue dan ngasih tau lusa kita di suruh ke Jakarta." terang Gibran. " Oh...Uda gitu aja kan....keluar sana dari kamar gue!" usir Mikha dari atas ranjang. " Iyaaaa....bawel amat sih, udah cepetan mandi sana." sungut Gibran yang tanpa disuruh 2x melangkahkan kakinya keluar kamar Mikha, bisa bahaya lama-lama dia di dalam kamar Mikha. Otak waras lelakinya bisa-bisa menghilang tergantikan pikiran dan fantasi kotor hanya karena mendengar suara serak khas bangun tidur Mikha. " Eh Gib, kira-kira eyang itu orangnya gimana ya? galak nggak? nyeremin atau gimana gitu?" tanya Mikha setelah dia selesai mandi dan duduk di depan tv sambil sarapan yang kesiangan tentunya. Gibran menahan nafasnya karena harum mawar menyeruak dari rambut setengah kering Mikha. " Eyang itu pada dasarnya baik, tapi tegas dan juga type orang yang tidak suka di bantah. Jadi kita harus pinter-pinter ngambil hatinya eyang, dan bisa jadi senjata buat ngelawan kalo pendapat kita dan eyang berseberangan." jelas Gibran. " Oh gitu, ya gue agak takut juga sih sebenernya. Secara kata mama eyang itu salah satu konglomerat yang hormati. Dan gue takut aja ngecewain, karena elo tau sendiri kan gue juga kerja di club dan pub gitu." lanjut Mikha, " Kan itu juga club dan pub punya elo juga, yaelah ini anak." sungut Gibran sambil menoyor kepala Mikha pelan. " Sialan lu! gue mau ngecek email dulu deh. Barusan mas Joe barusan kasih tau kalo ngirim laporan." Mikha beranjak menuju ke kamar untuk mengambil laptopnya. ' Hah....kayaknya jantung gue nggak baik kalo deket-deket sama itu bocah' rutuk Gibran dalam hati. Mikha terbangun ketika mobil yang ditumpanginya dan Gibran berhenti di depan sebuah rumah mewah bergaya minimalis. " Ayo turun, kita Uda sampe." ajak Gibran menarik tangan Mikha untuk mengikutinya. " Selamat datang tuan muda, nona!" sapa seorang ibu-ibu yang memakai seragam ala maid. " Pagi Bik Rasti. Oh ya Mik, ini bik Rasti, kepala asisten rumah tangga di sini. Bik Rasti, ini Mikha anaknya mama Vita." Gibran mengenalkan mereka. Mikha dan bik Rasti saling bertukar senyum, " Den kamarnya sudah bubuk siapkan. Nona silahkan...." ujar bik Rasti sopan dengan senyum mengembang, setelah mengucapkan terimakasih Mikha dan Gibran berjalan menelusuri rumah itu. " Yang di situ kamar mama dan papa, kalau kamar kita di atas. Yang di ujung itu kamar gue, nah kalo ini kamar elo, mama Vita sendiri yang nata, sesuai kek kamar elo yang di rumah mama Vita." terang Gibran yang sudah masuk ke ruangan yang tadi disebut sebagai kamar Mikhayla. " Yang ini kamar mandi, yang sampingnya ini walk in closet. Elo mau lihat?" tawar Gibran yang tangannya sudah memegang handle pintu geser dengan kaca besar di depannya. " Boleh lah." sahut Mikha cuek. Mikha dibuat menganga, walk in closet di rumah papa Rendra lebih luas dari pada di rumah mama Vita, yah secara dari segi apapun masih menang papa Rendra lah. Mikha berhenti di sebuah sudut yang di mana sebuah meja dengan kaca besar dan di atasnya ada begitu banyak perlengkapan dan peralatan make up serta skincare. " Ini kek punya gue. Mama nggak mungkin beliin ini." tanya Mikha pada dirinya sendiri. " Itu hadiah dari gue. Sorry, pas gue masuk ke kamar elo kapan hari gue keliling kamar elo, dan gue nemuin kek ginian di atas meja rias elo. Jadi yaaa maaf yaaa..." jelas Gibran dengan nada suara yang seperti berbisik. " Hhhhmmmm....begituuu...tp gue kaget aja, Napa make up-nya sebanyak ini, takutnya mubazir aja. Toh gue juga nggak sering-sering make up. By the way makasih ya." Mikha hanya menyengir dan berlalu keluar, sedangkan Gibran hanya menggeleng melihat kelakuan gadis yang jadi adiknya itu. " Gue capek nih, keluar sana." usir Mikha cuek dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur empuk itu, Gibran hanya membuang nafas kasar dan menggeleng melihat kelakuan Mikha. " Jangan lupa, nanti sore kita ke rumah eyang." seru Gibran sebelum menutup pintu kamar dan melihat Mikha memberi tanda 'oke' dengan tangannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN