11. Perhatian Li Bai

1919 Kata
Chen menghela nafasnya, sebenarnya apa yang di inginkan oleh Li Mei? Merajuk bahkan menolak suapannya. Fang Yi tidak pernah seperti itu, dia selalu penurut. "Makanlah sedikit agar kau cepat pulih dan kuat," Chen membujuk sekali lagi dengan suara yang lembut dan tenang. Tapi Li Mei berpaling tidak menatapnya, membuang muka seperti mengibarkan permusuhan. Chen tidak mengerti lagi jalan pikiran Li Mei. "Kalau aku bilang gak seharusnya kamu sudah mengerti. Aku kenyang, sama sekali tidak lapar. Cukup melihatmu saja selera makanku hilang," Li Mei beranjak dari duduknya dan berlalu ke kamarnya. Chen terlalu membujuk dan memaksa, perhatiannya yang lebih itu membuatnya berharap lebih bahkan ingin di anggap sebagai kekasih sungguhan namun apalah daya jika Fang Yi yang menjadi ratunya di hati Chen. Lien Hua merasa sungkan. "Maaf ya Li Mei kalau sakit suka marah. Tadi aku membujuknya untuk makan tapi menolaknya, begitu halnya dengan Xiao Mei adiknya." Chen berpamitan pada Lien Hua, sudah waktunya ia kembali bekerja. "Maaf tidak bisa terlalu lama mengobrol, mungkin lain waktu." "Ih, kenapa pulangnya cepat? Padahal kan kami masih betah disini," Chu Yinyin memprotes pada Chen yang terlalu terburu-buru. "Aku harus menemani Fang Yi juga. Jika kalian masih ingin disini boleh, tapi pulangnya sendiri. Tidak mungkin aku memjemputnya," ujar Chen dengan jengah dan bosan. Ia malas di permainkan oleh dua gadis remaja itu, yang satunya tengah merajuk dan marah. Hari ini kepala Chen sedikit pusing, bagaimana jika ia menikah nanti? Ah, tapi Fang Yi adalah wanita penurut seperti kucing imut kepada majikannya, lain lagi jika itu adalah Li Mei yang pemberontak dan angkuh melebihi singa raja hutan. "Ok. Lain kali kita akan kesini lagi," Chu Yinyin mengiyakan kata-kata Chen. "Hati-hati ya. Semangat sekolah dan kerjanya," Lien Hua menyemangati Chen dan kedua sahabat Li Mei. *** Fang Yi melirik arlojinya, kemana Chen? Sudah pukul 8 pagi di jam kerja seperti ini Chen justru tidak datang. Fang Yi tau Chen selalu disiplin dalam mengatur waktu. Suara pintu yang terbuka itu mengalihkan Fang Yi dari tabletnya setelah memastikan email-nya terupdate otomatis. Chen memasuki ruangan, aura wibawanya menyebar sekaligus aroma parfum maskulin membuat Fang Yi hampir terlena. Fang Yi menerbitkan senyuman bulan sabitnya yang indah. Chen pagi hari ini selalu tampan. "Kau darimana saja? Bahkan terlambat 15 menit dari jam kerja," Fang Yi menggerutu kesal memarahi Chen. "Aku ada urusan penting yang harus di selesaikan. Maafkan aku Fang Yi. E-apakah sudah sarapan?" Fang Yi menggeleng, sengaja ia terlambat sarapan demi bisa di suapi oleh Chen. Bertingkah manja dengan kekasihnya adalah kebiasaan Fang Yi sekarang setelah tau kalau Chen dekat dengan wanita lain dan itu masih anak sekolahan! Fang Yi tidak ingin Chen jatuh di pelukan wanita lain. "Tapi aku belum membeli makanan," Chen merasa bersalah, Fang Yi pasti sangat lapar sekarang. "Permisi. Apakah di mulai sekarang pak? Semuanya sudah menunggu," suara seorang perempuan yang berdiri diambang pintu itu menatap Chen menunggu jawaban. "Bagaimana kalau nanti saja makan siang? Masih kuat menahannya?" Fang Yi menghela nafasnya, kenapa Chen tidak ingin meluangkan waktu sedikit pun untuknya? Menunda sarapan adalah hal yang tidak baik, selain lambungnya akan perih juga kosentrasi Fang Yi berkurang karena kurang asupan dan vitamin yang rutin ia minum setiap harinya. "Iya, tapi jangan ingkar janji apalagi keluar tanpa alasan," Fang Yi berujar kesal, saat makan siang terkadang Chen pergi bahkan baru kembali di waktu sore. Fang Yi mencurigai bahwa urusan Chen lebih penting dan ada yang di sembunyikan, namun ia tidak memiliki keberanian untuk bertanya lebih jauh aktifitas kekasihnya itu, takut di bilang terlalu ikut campur dan kepo. "Tenang saja. Aku akan menepati janjiku," Chen mengacak surai Fang Yi. "Sayang! Aku harus sisir lagi kalau begini. Lihatlah! Rambutku berantakan seperti seekor singa yang tidak pernah ke salon!" Fang Yi berseru marah dan kesal, Chen hanya tersenyum. Melihat ukiran wajah Chen yang bahagia menyiram emosi Fang Yi menjadi reda dan hilang, hatinya menjadi tenang dan nyaman. Chen selalu menjadi miliknya sampai kapan pun. "Haha, tapi nona Fang Yi tetap cantik kok." Perempuan itu menertawakan aksi lucu Chen dengan Fang Yi. "Cantik darimana? Rambutku jelek dan berantakan!" "Sayang, mana sisirnya? Aku bantu," nada lembut Chen itu membuat Fang Yi seketika jinak yang awalnya ganas dan pemberontak. Tangannya mengulurkan sisir merah muda dengan motif bunga-bunga menunjukkan ciri khas jika Fang Yi adalah wanita feminim. Chen menyisir rambut Fang Yi seperti mbak salon yang profesional. 'Kalau saja kau selalu bersikap manis dan romantis sayang. Aku merindukan moment ini,' batin Fang Yi dalam hatinya. Berharap waktu Chen hanya di habiskan untuknya bukan urusan lain yang tidak penting itu sampai Fang Yi kelelahan menunggunya jika waktu menjelang sore tiba Chen baru pulang. "Selesai. Ayo kita meeting sayang." Fang Yi senang karena baru pertama kalinya Chen memanggilnya dengan sebutan sayang selama ini kekasihnya itu bersikap kaku seperti kanebo kering sifatnya sedingin kulkas. Tapi cinta Fang Yi tidak pernah kurang untuk Chen. *** Setelah dua hari tidak masuk ke sekolah, Li Mei akhirnya kembali dari tempat persembunyiannya bernaung dari terik matahari dan hujan apalagi jika bukan house atau rumah? Baru saja memasuki kelas, kedantangannya di sambut baik oleh Li Bai, bahkan cowok itu memberikan bunga mawar untuknya. Tapi Li Mei sama sekali tidak ingin menerimanya, perasannya terhadap Li Bai sudah mati rasa karena ulah cowok itu sendiri yang berani mengkhianati cintanya demi wanita lain. "Halo Li Mei sayang! Ini bunga mawar aku beli dan di petik langsung dari kebunya. Terima-aduh! Sakit!" Li Bai meringis kesakitan saat Li Mei menginjak sepatunya dengan kejam sekali. "Beli di petik dari kebun. Ucapanmu sama sekali tidak masuk akal! Jangan terlalu halu Li Bai. Berikan saja bunga mawar itu pada Ling Ling pacar simpananmu," ujar Li Mei dengan ketusnya, memasang wajah judes juga kesan galak yang hanya di tunjukkan pada Li Bai mantan kekasihnya. "Ling Ling adalah sepupuku, aku dengan dia tidak ada hubungan apapun. Jadi kau tidak perlu cemburu Li Mei sayang," Li Bai merayu Li Mei dengan genitnya sampai bunga yang tadinya ia pegang kini di buang dan berakhir ke tempat sampah, lalu Li Mei berjalan dengan santai dan tersenyum seindah sinar mentari yang terang. "Hei! Bunganya jangan kau buang! Itu mahal! Uang tabunganku habis hanya untuk itu," Li Bai tidak terima pemberiannya di buang, Li Mei tidak akan pernah menerimanya. "Kalian berdua bisa diam? Aku yang sedang makan tidak nafsu bahkan masih lapar sampai sekarang," Chu Yinyin meletakkan sendoknya, sarapan pagi dengan membawa bekal adalah hal baik jika ia lupa sarapan pagi di rumahnya karena terburu-buru. Li Bai menjulurkan lidahnya mengejek Chu Yinyin. "Makannya kalau makan itu nanti saat istirahat. Apa peraturan di sekolah ini di perbolehkan makan saat akan pelajaran berlangsung? Dan lebih parahnya di kelas? Bagaimana kalau nasi dan laukmu yang berlemak itu mengenai buku di pinjam dari sekolah? Wah, pasti-" "Diam, atau kamus mandarin tradisional ini melayang?" Xia Er siap melempar kamus bahasa cina-nya kapan pun, akhirnya Li Bai terdiam dan kembali ke tempat duduknya. Semenjak pindahnya Li Bai ke Qinteng, kelas ini sedikit ricuh karena kehadiran cowok itu dan Li Mei tidak pernah tertawa dan senang seperti dulu lebih banyak muram dan sensitif jika di ganggu. "Li Mei, apa Li Bai belum bisa move on darimu?" tanya Chu Yinyin setengah berbisik. Mulutnys kurang berhati-hati, dan ia hanya mendapatkan pelototan tajam dari Li Mei. "Oh, baiklah. Aku akan diam," Chu Yinyin mengunci mulutnya rapat-rapat. *** Di kantin besar Qinteng, tidak remaja perempuan itu duduk di tempat stan es cincau. Tapi ada seseorang yang menjadi penggangu bahkan dengan santainya duduk di sebelah Li Mei siapa lagi kalau bukan Li Bai? "Es cincau yang kau minum itu segar, bolehkah aku minta sedikit?" Li Bai menaik-turunkan kedua alisnya dan mengedip genit. Li Mei menjauhkan sedikit gelasnya dari Li Bai. "Apakah kau tidak membawa uang saku sampai harus meminta kepadaku?" tanya Li Mei dengan nada ketus dan lirikan sinis. Li Bai menggeleng dan tersenyum jahil. "Tidak, selama aku berada di dekatmu pasti perutku akan kenyang jika itu kita bisa makan bersama. Kedua sahabatmu saja tidak keberatan aku berada disini." Chu Yinyin tersedak es teh-nya. "Apa? Tentu aku merasa keberatan! Parfum yang kau gunakan itu membuat kepalaku pusing! Jadi menjauhlah dan pergi darisini," Chu Yinyin mengusirnya secara terang-terangan sampai seisi kantin memperhatikannya. Li Bai diam sejenak lalu berkata. "Maaf, besok aku akan membeli parfum yang memiliki aroma menenangkan. Xia Er tampak acuh tak acuh, kenapa hanya kalian berdua yang tidak suka keberadaanku?" tanya Li Bai mengangkat satu alisnya tampak heran. "Tidak suka karena pembohong," jawab Li Mei penuh penekanan. Mengingkari janji yang sudah di ikrarkan bahkan Li Bai pun baru satu kali berbohong, jika sudah akrab dengan wanita lain maka tak ada ampunan lagi bai Li Mei, memaafkan? Sama saja akan di ulangi hal yang sama bahkan kemungkinan akan ada cinta segitiga dalam hubungannya. "Dan sama sekali tidak setia. Melihat wanita cantik saja langsung melirik dan bersiul genit. Apa mata keranjangmu itu tidak bisa di tutup? Ingin aku tiup saking gemasnya," Chu Yinyin menatap Li Bai tajam, jarak duduknya pun sedikit jauh tidak ingin saki hati. "Percayalah, mau secantik apapun wanita lain di mataku. Hanya Li Mei yang selalu bertahta di hatiku," Li Bai merangkai kata-kata puitisnya menjadi kiasan bersajak yang indah aksaranya. "Pandai sekali kau membual," Xia Er ikut nimbrung. Ia mulai tertarik karena Li Mei tidak pernah di rayu oleh seorang laki-laki. "Li Mei, bolehkah aku meminjam buku catatan sains milikmu? Aku tadi ketiduran sampai Minghao tidak membangunkanku," Xu Konglin menghampiri Li Mei, meminta dengan sesopan mungkin agar gadis itu memberikannya dengan senang hati tanpa perlu menyulutkan api amarah karena merasa terganggu. "Ambil saja di tas paling depan. Kau bisa memgambil buku catatan sains-ku. Jangan menyentuh barang apapun kecuali itu. Mengerti?" Xu Konglin mengangguk, akhirnya ia mendapatkan berkah juga. "Terima kasih banyak. Makanlah sampai kenyang agar pelajaran selanjutnya kau bisa berkosentrasi dan secerdas Einstein." "Apa sih, itu tidak mungkin," Li Mei menahan senyumannya. Li Bai yang melihat interaksi yang akrab ini pun tidak suka, hatinya merasa cemburu. Kenapa Li Mei welcome dengan Xu Konglin? Jauh hari sebelumnya keduanya itu berselisih bahkan Li Mei menjauh setiap kali Xu Konglin mendekat. "Selesai, bisa pergi darisini. Aku merasa terganggu," Li Bai menyuarakan isi hatinya. "Tapi Xu Konglin itu baik, tidak ada niat tersembunyi yang jahat seperti dirimu!" Chu Yinyin menunjuk Li Bai dengan sendoknya, bukannya makan ia berbicara terus. "Niat tersembunyi apa? Aku hanya memberikan perhatian dengan kekasihku," Li Bai menekan kata terakhirnya. Li Mei memang memutuskan hubungan ini tapi ia tidak, jika ia masih mencintainya dan memperjuangkannya lagi tidak ada kata terlambat bagi Li Bai. "Kekasih apa? Aku ini mantanmu!" Li Mei tidak suka. Apa-apaan ini? Mengambil saat butuh dan membuangnya saat bosan, ia bukanlah barang dan sampah yang bisa di tarik-ulur. "Li Mei, ada sisa saus di bibirmu. Ini," Xu Konglin memberikan sapu tangannya. Li Mei menerima itu dengan baik dan malu-malu. Ah, sekarang gadis itu mulai salah tingkah. Xu Konglin berasumsi jika Li Mei mulai menyukainya! "Hei, aku bisa mengusap sisa saus itu. Benar begitu kan sayangku?" Li Bai tiada hentinya menggoda Li Mei, ingin perhatian yang dulu di berikan oleh gadis itu ada lagi dan hanya untuk dirinya bukan Xu Konglin! "Tidak perlu! Urus saja Ling Ling sepupumu itu," Li Mei beranjak dari duduknya dan segera pergi dari Li Bai, makan siangnya terganggu. Makananya belum habis dan masih setengah, sayang sekali tapi demi membentengi hatinya yang sedikit ada rasa cinta kepada Li Bai. "Jangan berharap Li Mei akan kembali denganmu," Xu Konglin berujar dengan nada dingin sekaligus mengintimidasi Li Bai. "Aku pasti bisa mendapatkannya lagi. Dan tidak mungkin juga Li Mei menyukaimu!" "Tentu dia menyukaiku." "Apa buktinya?" sela Li Bai cepat. Xu Konglin terlalu omong kosong. Gadis berhati es seperti Li Mei sulit di taklukan. "Buktinya-" ***

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN