Bab 4 : Kabar Baik

2325 Kata
# Allana menyalakan TV. Hampir di setiap channel yang ia putar menanyangkan berita tentang Mahesa Hendra Abimanyu. Setiap berita memujinya sebagai dermawan, politikus termuda, serta pebisnis handal. Allana menarik nafas panjang saat untuk kesekian kalinya ia harus mengganti channel Tv dan lagi-lagi menemukan Mahesa, kenapa tidak ada channel kartun atau gosip sama sekali? Mahesa benar-benar seorang yang kaku. Lagipula untuk apa pria itu menyuruh meletakkan TV dikamar untuk ia tonton jika channel-nya semua adalah berita? Allana melangkah pelan menuruni anak tangga. Seperti mimpi, ia akhirnya bisa bebas dari Mahesa dan juga bisa keluar dari kamar itu. Akhir-akhir ini tidak ada yang dilakukannya selain menjelajahi villa besar itu. Tempat favoritnya adalah perpustakaan dan taman belakang yang dipenuhi banyak bunga. Tidak ada satupun pelayan yang berani berbicara kepadanya semenjak insiden itu kecuali Tante Dayu yang selalu mengikutinya kemanapun ia pergi kecuali saat ia tengah berada di dalam kamar. "Nona, hari ini mau ke taman atau ke perpustakaan?". Tanya Tante Dayu yang sudah berdiri di bawah tangga. "Taman, aku mau membaca di sana," ucap Allana. "Saya akan menyuruh pelayan membuatkan cemilan untuk Nona dan juga teh," ucap Tante Dayu. Allana hanya mengangguk pelan. Ia melanjutkan langkahnya menuju ke arah taman belakang. Tante Dayu mengikuti Allana. Ia sudah tahu sebenarnya kebiasaan Allana. Sejak ia bisa bebas keluar masuk dari kamar, hampir seminggu ini ia selalu ke taman setiap sore dan membaca buku hingga tertidur. Pelayan menghidangkan makanan kecil dan juga teh dihadapan Allana. "Terima kasih," ucap Allana meski ia tahu pelayan itu pasti hanya akan mengangguk hormat seperti biasa tanpa berbicara sama sekali. Mereka semua takut untuk dekat dengannya dan ia bisa memahami hal itu. Terakhir kali dia hampir saja membuat para pelayan itu dipecat karena ulahnya. "Tante Dayu, boleh aku bertanya sesuatu?" Allana akhirnya memberanikan diri untuk bertanya. Tante Dayu mendekati Allana. "Tentu saja nona. Apa yang ingin nona tanyakan?" Allana menggigit bibirnya pelan. "Aku...tidak melihat pelayan yang terakhir kali melayaniku dikamar sebelum aku melarikan diri Minggu lalu....apa....apa dia....dipecat?" tanya Allana lagi. Tante Dayu mengerti kekhawatiran Allana. "Nona, melakukan kesalahan seperti itu disini adalah fatal. Asal nona tahu para pelayan disini digaji sekelas pelayan hotel bintang tujuh, itu masih diluar uang makan dan juga jaminan kesehatan mereka," ucap Tante Dayu. "Jadi.....dia dipecat karena aku?" Allana merasa sangat bersalah. Ia bahkan masih ingat betapa polos dan lugunya pelayan baru itu. Jika ia tahu hal itu akan membawa bencana begitu besar untuk seorang pelayan kecil yang tidak bersalah, ia tidak akan melakukannya. "Iya nona, pelayan itu sudah disingkirkan," ucap Tante Dayu. Allana tersentak. "Disingkirkan itu.....di..bunuh?" tanya Allana dengan raut wajah shock. Tante Dayu menggeleng. "Disingkirkan itu berarti dipecat dengan beberapa kondisi, gadis malang itu kemungkinan besar tidak akan mungkin bisa mendapatkan pekerjaan yang layak selain menjadi pelayan cafe, sebenarnya dia tidak cukup memiliki kualifikasi bekerja disini tapi dia diterima karena pamannya pernah bekerja disini," tante Dayu menjelaskan. Allana menggigit bibirnya perlahan. Ia semakin merasa bersalah. Tante Dayu tersenyum. "Nona, jika anda tidak ingin membawa akibat yang buruk bagi pelayan disini cukup tepati perjanjian yang sudah anda tanda tangani," ucap Tante Dayu lagi. Ia tahu pada dasarnya wanita muda ini sangat baik hati, menekannya dengan cara keras seperti yang dilakukan Tuan Mahesa hanya akan membuatnya semakin memberontak, tapi jika berhasil menyentuh perasaannya, ia pasti akan menurut. "Aku mengerti tante Dayu. Bisakah kau membantuku menyampaikan permintaan maaf kepadanya? Meski mungkin itu percuma…." ucap Allana. Ia merasa tidak berdaya karena tidak bisa membantu pelayan itu dengan kondisinya sekarang. "Akan saya sampaikan nona." Tante Dayu menepuk pelan punggung tangan Allana. Allana melanjutkan membaca buku di tangannya. Tapi ia benar-benar tidak tenang. "Nona, ada yang membuat anda resah?" tanya Tante Dayu lagi. Allana ini seperti buku yang terbuka lebar. Semua emosi, perasaan dan pikirannya tergambar jelas di wajahnya. Ia terlihat dingin dan datar saat tertekan, merenggut saat kesal, murung saat sedih dan gelisah saat merasa bersalah. Wanita sepolos dan senaif ini tidak seharusnya dipaksa menjadi simpanan tapi dijadikan istri dan dilindungi dengan baik. Allana menarik nafas panjang. "Seandainya aku bisa membantunya, aku tidak memiliki apa-apa lagi saat dibawa kesini. Bahkan ponsel, tanda pengenal dan ATM juga tidak ada. Dia pasti akan membutuhkan pekerjaan dan juga uang. Aku benar-benar tidak bermaksud membuat orang lain celaka." Allana bangkit berdiri. Ia melangkah menuju ke arah bunga Bougenville yang tengah mekar dan menyentuhnya perlahan dengan jemarinya. Tante Dayu terdiam untuk sesaat. Ia melangkah ke samping Allana. "Yang dibutuhkannya adalah pekerjaan, jika memang ini sangat mengganggu nona mungkin nona bisa membantunya dengan memohon pada tuan agar memberikannya kembali pekerjaannya sebagai pelayan di rumah ini," ucap Tante Dayu. "Aku? Tapi Mahesa tidak bersikap baik kepadaku, bagaimana cara aku membujuknya?" ucap Allana bingung. Tante Dayu mendesah pelan. Gadis ini benar-benar terlalu polos. Jika memang tuan Mahesa tidak merasa tertarik kepadanya secara fisik, mana mungkin menguncinya di villa ini dan memaksanya untuk melahirkan anak untuknya? Meski kemungkinan ada unsur dendam dibalik semua perlakuan tuan Mahesa tapi seorang pria tidak mungkin tidur dengan wanita secara sadar jika ia sama sekali tidak tertarik dengan wanita itu. "Nona, ini hal yang sangat mudah. Anda bisa meminta tuan saat tuan kembali. Jika anda melakukannya dengan cara yang tepat, tuan akan mengabulkannya. Percayalah. Saya sudah bertahun-tahun melayani tuan Mahesa dan keluarga Erlangga." Ucap Tante Dayu. "Cara yang tepat?" Allana mengulang kalimat Tante Dayu. Tante Dayu hanya bisa kembali menghela nafas. Jangan bilang kalau nona Allana sama sekali tidak paham makna tersirat dari cara yang ia maksud. Jika benar, akan sangat sulit untuk menjelaskannya. # Mahesa melangkah memasuki mobilnya. Ia meraih tabletnya dan kembali memantau kegiatan Allana di rumah. Wanita itu tampak tengah membaca buku di taman. "Tuan, apa anda merindukannya? Tuan Fong mengatakan kalau anda menolak semua wanita yang ditawarkan kepada anda saat berada di Singapura dan itu membuat dia heran. Dia bertanya pada saya apakah anda sudah memiliki kekasih?" tanya Jedy. Sudut bibir Mahesa membentuk senyuman. "Semua orang tahu, sebentar lagi aku akan bertunangan dengan Erika Chandra," ucap Mahesa. Jedy menggeleng. "Semua orang tahu kalau anda seharusnya bertunangan dengan nona Erika sejak dua tahun lalu. Tapi anda tetap tidak pernah menolak wanita manapun yang datang atau ditawarkan pada anda," ucap Jedy. Mahesa masih asik mengamati gerak gerik Allana lewat tablet di tangannya. "Jadi?" tanyanya. Sebuah senyuman terbentuk di sudut bibirnya. Jedi melirik lewat spion ke bangku belakang. "Apa jangan-jangan ini karena nona Allana? Anda terlihat sangat menyukainya," ucap Jedy hati-hati. Mahesa tertawa. "Jika aku tidak menyukainya mana mungkin aku menidurinya. Masalah dendam kepada keluarga Windardi memang berkaitan dengannya. Siapa suruh dia menjadi Puteri keluarga terkutuk itu. Aku tertarik padanya tapi aku juga membencinya, itu sesuatu yang kompleks dan tidak perlu pemahaman," ucap Mahesa. "Tapi nona Erika pasti akan kecewa jika ia tahu anda berencana memiliki anak dari wanita lain sebelum menikahinya," ucap Jedy. "Itu urusannya. Dia dan keluarganya ingin kami menikah, sudah bagus aku menurutinya. Tapi untuk masalah cicit pertama untuk nenekku, hanya boleh berasal dari wanita yang kupilih," ucap Mahesa. "Jadi anda benar-benar akan melepaskan nona Allana setelah ia melahirkan seorang anak?" tanya Jedy. "Tentu tidak. Apa yang sudah menjadi milikku akan menjadi milikku selamanya. Aku berani bertaruh, dia sendiri yang akan memohon untuk tinggal di sisiku demi anaknya. Jedy kau benar-benar penasaran dengan kehidupan pribadiku?" Mahesa balik bertanya. Jedy tersenyum. "Saya minta maaf tuan, tidak seharusnya saya menanyakan hal itu," ucap Jedy. Mahesa tersenyum kembali. Ia mematikan tablet di tangannya. "Tidak masalah, kau satu-satunya orang yang bisa kupercaya untuk saat ini. Karena itu aku tidak keberatan untuk sekarang," ucap Mahesa. "Terima kasih tuan, saya tidak akan mengecewakan anda," ucap Jedy. "Sekarang, bawa aku ke villa. Beberapa hari meninggalkannya membuatku penasaran bagaimana reaksinya saat melihatku.” Mahesa memberi perintah. Mahesa tidak menyangka urusan di Singapura akan bisa selesai lebih cepat dari waktu yang ia perkirakan. Memang benar ia tidak sabar lagi melihat dan bertemu dengan kucing kecilnya meski setiap hari ia selalu mengamati setiap pergerakan wanitanya itu lewat kamera. # Mahesa tiba di villa saat hari sudah mulai gelap. Tante Dayu baru saja akan menyelimuti Allana yang tertidur di bangku taman saat Mahesa muncul. "Tuan.....," ucap Tante Dayu. Ia sebenarnya tidak menyangka akan melihat Mahesa lebih cepat dari yang seharusnya. "Pergilah, siapkan tempat tidur. Aku akan bermalam disini,” perintah Mahesa. Tante Dayu menurut dan segera berlalu meninggalkan tempat itu. Mahesa mengamati Allana yang tengah tertidur. Bulu matanya yang lentik, bibirnya yang mungil, kulitnya yang pucat dan tangannya yang masih memegang buku terbuka di pangkuannya. "Kenapa kau harus terlahir di keluarga itu? Jika saja nama belakangmu bukan Windardi, aku bisa memberimu status yang lebih baik," Mahesa bergumam pelan, dengan hati-hati ia maju dan mengecup ringan bibir Allana. "Engh...." Allana melenguh tanpa sadar. Mahesa mengulurkan tangannya dan perlahan mengangkat Allana kedalam gendongannya, membiarkan kepala wanita itu bersandar dengan nyaman di dadanya. Entah kenapa ia benar - benar sangat merindukan kucing liar ini saat berada di luar negeri. Tidak ada satupun wanita yang bisa membuatnya memiliki perasaan yang sama seperti ketika ia bersama dengan Allana Windardi. Seumur hidupnya Mahesa tidak pernah menyangka kalau akan ada wanita yang sanggup membuatnya merasa tidak pernah bosan untuk menyentuhnya. Wanita ini benar-benar menarik. Mahesa meletakkan tubuh Allana di atas kasur dengan hati-hati. Ia kemudian menuju kamar mandi dan membersihkan diri. Allana bahkan masih tampak tertidur pulas saat ia selesai mandi. Mahesa perlahan merangkak naik ke atas tempat tidur dan mulai mencumbu Allana. Perlahan wanita itu membuka matanya karena merasa terganggu. "Kau.....mmmph..?!" Ia tampak kaget melihat Mahesa yang tengah mencumbunya namun suaranya teredam oleh ciuman pria itu. "Aku merindukanmu," bisik Mahesa. Allana terdiam. Rindu? Bukannya pria ini membencinya dan selalu memperlakukannya dengan kasar? Mahesa bergerak dengan lembut bahkan Allana hampir tidak menyadari saat pria itu sudah kembali menyatu dengan dirinya. "Tidak merindukanku kucing kecil?" Bisik Mahesa lagi. Allana menggigit bibirnya menahan sensasi panas yang perlahan mulai menjalari tubuhnya. "Ti..dak," ucap Allana dingin. Ia kecewa dengan reaksi tubuhnya sendiri pada sentuhan pria itu. Rasa kantuk yang tadi sempat menguasainya kini menguap entah kemana. Sudut bibir Mahesa membentuk senyuman sinis. "Bibirmu memang tajam, tapi tubuhmu menyambutku dengan baik. Dasar munafik," ucap Mahesa. Allana memalingkan wajahnya ke samping hanya untuk mendapati pantulan dirinya dan Mahesa tengah menyatu. Mahesa menyadarinya. "Sudah menjadi milikku. Lupakan Reinhart, bocah itu bukan tandinganku. Kau hanya akan menghancurkannya jika kau masih mencintai pacar kecilmu itu," ucap Mahesa lagi. Allana berpaling menatap Mahesa. Pria yang tengah berada didalam dirinya dan menyentuh titik kelemahannya yang bahkan tidak pernah ia ketahui sebelumnya. "Kau...menyelidikiku?" Tanya Allana. Ia menurut ketika Mahesa membimbingnya untuk melingkarkan lengannya di leher pria itu. "Jangan ganggu...dia ...agh..." Allana kembali menggigit bibirnya saat sebuah desahan berhasil lolos dari bibirnya. Mahesa tersenyum, ia kembali mendorong dirinya memasuki Allana semakin dalam. "Masih mencoba menahan diri?" Mahesa mendesak lagi. "Agh...agh...." Allana menenggelamkan dirinya dalam pelukan Mahesa, berusaha menahan desahannya yang semakin menggila. Ia tidak mengerti, beberapa hari tidak disentuh oleh pria ini ia tiba - tiba saja menggila seperti sekarang? Ia merasa seperti wanita rendahan yang tidak punya harga diri. Mahesa tampak puas. Setidaknya dirinya adalah pria pertama untuk Allana. Kembali lagi, ia membiarkan bagian dari dirinya meresap di dalam tubuh wanitanya. Melepaskan benih miliknya kedalam relung-relung hangat wanita miliknya itu. Benar, Allana Windardi sudah sepenuhnya menjadi miliknya. Tidak ada lagi perlawanan dari wanita itu, hanya desahan dan air mata. Wanita itu telah menerima dirinya sepenuhnya. Allana Windardi, selamanya akan berada di dalam kendalinya, begitupun seluruh perusahaan keluarga Windardi. Mari lihat bagaimana si tua Windardi itu bereaksi saat melihat Puteri kesayangannya mengandung anak dari musuhnya. Keringat membasahi tubuh keduanya. Mahesa melepaskan Allana dan berguling ke samping, jika ia tidak sedikit menjauh dari wanita ini, ia khawatir kalau ia tidak akan mampu menahan diri dan kembali memasuki wanita ini tanpa jeda seperti waktu waktu sebelumnya. Ia sedikit tidak tega karena wanita itu tampak pucat dan lelah. Mengherankan sekali, padahal pekerjaannya semenjak ia tinggal beberapa waktu lalu hanya makan ,tidur dan membaca di taman. Allana menarik selimut menutupi tubuh telanjangnya. Nafasnya masih tersengal-sengal karena permainan singkat mereka. Mahesa tertawa. "Aku meminta keluarga pacar kecilmu mengirimnya sekolah ke Jerman. Butuh tiga tahun sebelum ia bisa kembali ke Indonesia," ucap Mahesa. Allana mendengarkan dalam diam, ia membelakangi Mahesa. Mahesa menatap Allana yang tampak membelakanginya dengan rambut terurai di bantal dan punggung yang tidak ia sadari tidak tertutup selimut. Beberapa kali menidurinya aku baru sadar dia memiliki figur yang sangat sexy— Batin Mahesa. Diam-diam ia memotret Allana dari belakang dan menyimpannya di ponselnya. "Oh ya ....aku punya berita baik untukmu, berkas banding kakakmu diterima. Sekarang, peluangnyaa untuk lolos dari hukuman mati akan lebih besar" Allana berbalik menatap Mahesa dengan wajah yang sulit digambarkan. Sebelumnya, semua pengacara yang menangani kasus kakaknya mengatakan kalau tidak ada jalan keluar bagi kakaknya dari hukuman mati atau minimal hukuman seumur hidup, bagaimana mungkin pria di hadapannya ini mengatakan sebaliknya? Mahesa tertawa melihat reaksi Allana. "Kau....tidak berbohong..," ucap Allana. Mahesa menarik nafas panjang. Ia mengambil remote TV dan menyerahkannya pada Allana. "Beritanya pasti sudah disiarkan di TV." Allana meraih remote TV dengan ragu-ragu. Ia terpana saat melihat berita yang menayangkan tentang kontroversi kasus kakaknya. Mahesa tidak berbohong, kakaknya berhasil naik banding dan itu menambah secercah harapan bagi Allana untuk kakaknya. Kakak yang sangat disayanginya. Allana menutup wajahnya dengan tangan, air mata mengalir di pipinya. Mahesa meraih Allana pelan kepelukannya. "Aku akan menyelamatkan kakakmu, seperti aku akan menyelamatkan adik juga. Kau tahu kalau aku mampu melakukannya. Tapi itu tidak gratis, kau tahu kan aturan mainnya hem...?" Bisik Mahesa. Tatapan Allana perlahan berubah nanar. "Ya," jawab Allana pelan. Mahesa tersenyum. "Bagus. Sekarang tidurlah, kau akan punya banyak waktu untuk membuktikan kata-katamu." Allana menurut. Ia masuk kedalam pelukan Mahesa saat pria itu memintanya. “Hanya perlu seperti ini bukan? Dan kau akan menepati kata-katamu….” Kalimat Allana lebih terdengar seperti sebuah bujukkan untuk dirinya sendiri dibandingkan pertanyaan untuk Mahesa. Apapun akan ia lakukan demi keselamatan ayahnya. Ia harus kuat. Jika ayahnya masih hidup artinya masih ada harapan untuk lepas dari tempat terkutuk ini. Ia bisa membuang harga dirinya, perasaannya, bahkan cintanya sekalipun demi keluarganya yang masih tersisa Mahesa membelai rambut Allana dan memejamkan matanya. “Ya…hanya perlu seperti ini. Hanya perlu menjadi milikku Allana…hanya milikku,” ucap Mahesa. Bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN