Bab 5 : Bad Man 1

1742 Kata
# Seluruh aula dipenuhi oleh siswa yang bersorak sorai dalam keriuhan ketika sadar kalau mereka akan menjadi bagian dari peristiwa yang paling dinantikan satu sekolah. Selama ini, semua orang tahu kalau ketua Osis mereka, Reinhart dan murid teladan paling popular di sekolah, Allana adalah pasangan paling serasi satu sekolah. Mereka kerap menjadi perwakilan sekolah dalam banyak acara maupun perlombaan maupun event, masalahnya, selama ini keduanya tidak pernah terlihat benar-benar berpacaran dan itu membuat semua murid penasaran. Lalu tiba-tiba hari ini, seluruh murid dikejutkan dengan kabar kalau Reinhart tengah berdiri di tengah aula, lengkap dengan buket bunga mawar dan sekotak coklat. sementara anak-anak OSIS menuntun Allana yang tampak kebingungan memasuki ruang aula. Reinhart menatap Allana dengan senyuman hangat yang sama dengan yang selalu dilihat Allana di wajah pemuda itu, senyuman yang selalu meyakinkan dirinya kalau semua akan baik-baik saja. “Allana…aku menyukaimu….tidak…tidak,” Reinhart tampak mencoba mengatasi rasa gugup yang menguasainya untuk beberapa saat sebelum akhirnya ia melanjutkan kalimatnya, “Aku…aku…mencintaimu. Kau adalah satu-satunya yang selalu muncul dalam ingatanku selama ini dan aku tahu kalau aku ingin menjadi satu-satunya orang yang bisa melindungi dan memberimu kebahagiaan. Allana….maukah kau menjadi pacarku?” ucap Reinhart sambil berlutut di depan Allana sambil menyodorkan bunga dan sekotak coklat di tangannya. Allana terdiam untuk beberapa menatap pemuda di depannya, sementara murid-murid berteriak dengan riuh. “Terima….terima…terima…” Teriakkan itu menggema diseluruh aula sekolah dan dengan senyuman yang paling indah yang pernah dilihat oleh semua orang saat itu, Allana mengulurkan tangannya untuk menerima pemberian Reinhart. “Aku mau,” ucap Allana. Seluruh tempat itu menjadi semakin riuh oleh tepuk tangan dan sorakkan para murid, bahkan para guru tersenyum menyaksikan momen itu. Tidak ada satupun yang akan menyangka kalau kejadian manis hari itu hanyalah awal dari takdir buruk hubungan keduanya di masa depan. # Reinhart melemparkan tas-nya begitu saja di lantai kamar apartemen Arnold, membuat temannya itu hanya bisa menatapnya sebal. “Serius Rein? Semua orang menyangka kalau kau sudah berada di Jerman sekarang! Dan disinilah kau sebenarnya, mengacaukan hidupku demi seorang gadis yang sekarang entah dimana,” omel Arnold. Dia sebenarnya adalah satu-satunya orang yang paling paham dengan karakter sahabatnya itu. Reinhart mungkin terlihat acuh tak acuh di luar tapi sekali ia bertekad akan sesuatu, makai a akan memperjuangkannya sampai akhir. Begitupun dengan cinta pertamanya. Bagi Reinhart, sebuah keanehan kalau Allana harus mengakhiri hubungan mereka yang sudah berjalan bertahun-tahun tanpa alasan yang jelas seperti sekarang dan kemudian menghilang tepat di hari kecelakaan kedua orang tuanya. Reinhart tau, kedua orang tua-nya pasti punya andil dibalik semua kejadian yang dialaminya sekarang. Semua dimulai ketika Dimas, kakak Allana menjadi tersangka, keluarganya yang tadinya sangat mendukung hubungannya dengan Allana tiba-tiba berbalik mendorongnya untuk melanjutkan kuliahnya keluar negeri. “Dia bukan sekedar seorang gadis Ar, dia adalah segalanya untukku,” ucap Reinhart. Ada kesedihan dalam sorot matanya. “Kau tidak berniat membuang nama besar Baskara hanya demi Allana Windardi yang sudah membuangmu bukan?” tanya Arnold dengan hati-hati. Reinhart mengusap wajahnya dengan tangan. “Aku akan melakukannya kalau dia memintanya…apapun yang di-inginkannya….” Reinhart sudah berada di batas rasa putus asa. Seumur hidupnya hanya ada satu wanita yang pernah mengisi hati dan pikirannya, Allana Windardi. Ia tidak pernah membayangkan kalau suatu hari akan kehilangan Allana….tidak seperti ini. “Kau gila….” Arnold menarik napas panjang. Ia terdiam untuk beberapa saat dan mengamati keadaan Reinhart. “Kapan terakhir kau makan?” tanyanya akhirnya. Reinhart mengangkat bahu. “Kau ingin mati kelaparan sebelum menemukan Allana? Kau harus makan baru kau akan tahu dari mana kau harus memulai,” ucap Arnold. “Aku sudah tahu, untuk saat ini, hanya Dimas yang kemungkinan besar tahu dimana Allana. Aku akan mulai dari Dimas,” ucap Reinhart dengan nada suara penuh keyakinan. “Haha….kau gila. Kau sudah pernah mencobanya tapi kau masuk dalam daftar orang yang dilarang untuk menemui Dimas Windardi jadi bagaimana….” “Bukan aku….” Reinhart memotong kalimat Arnold cepat. Ia kini menatap Arnold dengan tatapan memohon, “Kau yang akan menemui Dimas….kumohon,” pintanya. Arnold mengerjap sesaat menatap Reinhart. Ini tidak akan bagus untuknya yang selalu membatasi diri terlibat dalam masalah orang lain, tapi bagaimana ia harus menolak permintaan sahabat dekatnya itu? “Hah….sial. Sudah kuduga akan seperti ini.” Arrnold mendesah kesal. # Allana masih berbaring di tempat tidur ketika Mahesa beranjak bangun pagi-pagi sekali dan mandi. Ia berpura-pura tertidur hanya demi menghindari tatapan mata pria itu. "Kau pikir aku bodoh? Bangunlah, aku akan mengajakmu menemui adik dan kakak-mu," ucap Mahesa. Allana hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Kau sungguh-sungguh?" tanyanya dengan mata berbinar karena gembira. Mahesa tertegun sebentar menatap Allana. Sinar matahari pagi yang menyusup masuk lewat tirai jendela yang sedikit terbuka membias indah di helaian rambut Allana yang halus, kontras dengan kulit putih dan wajah baru bangun tidurnya yang polos. Seandainya wanita ini tahu secantik apa dirinya? Dalam dua atau tiga tahun lagi, ia akan sepenuhnya memiliki penampilan layaknya wanita dewasa yang menawan. Bayangan tentang hal itu membuat sudut bibir Mahesa berkedut. Ingin lepas darinya setelah melahirkan seorang anak? Mimpi. "Tentu saja," ucap Mahesa datar. Allana akan beranjak keluar dari kasur saat ia menyadari kalau saat ini, ia hanya memiliki selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Diam-diam ia menggulung dirinya sendiri dalam selimut dan beranjak bangkit dari tempat tidur dengan susah payah. Mahesa menatapnya. "Kau malu kepadaku?" Tanya Mahesa. Allana berhenti melangkah. Tentu saja ia merasa malu, haruskah pria ini menanyakan hal itu lagi? Mahesa tertawa melihat wajah Allana yang merona karena malu. Setelah semua yang terjadi, wanita ini bahkan masih menyimpan rasa malu kepada dirinya? Benar-benar menggelikan. "Santailah, aku tidak akan tiba-tiba menyerangmu hanya karena melihat dirimu telanjang ke kamar mandi. Memangnya ada bagian dari tubuhmu yang perlu ditutupi lagi dariku?" ejek Mahesa. Allana mencengkeram erat selimutnya. Kata-kata Mahesa entah kenapa malah membuat dirinya merasa tersinggung. Mengabaikan Mahesa, ia melanjutkan langkahnya ke kamar mandi. “Bersabarlah….anggap saja seperti digigit anjing dan abaikan…ini bukan apa-apa…demi Dio dan Dimas…ini sama sekali bukan apa-apa…” Allana menggenggam erat selimutnya, menekan perasaannya sendiri. Mahesa masih tertawa dengan reaksi Allana saat Tante Dayu dan seorang pelayan masuk masuk membawa sarapan pagi untuk Allana. "Bawa pergi, dia akan menemaniku sarapan di bawah hari ini. Tante Dayu, bantu dia memilih pakaian yang baik, jangan terlalu menyolok tapi juga jangan terlalu biasa," ucap Mahesa. Tante Dayu mengangguk paham. Mahesa melangkah turun meninggalkan kamar Allana menuju ke ruang makan. Saat Allana keluar dari kamar mandi, ia merasa lega karena hanya ada Tante Dayu di dalam kamar dan bukan Mahesa. "Dia pergi?" tanya Allana. Tante Dayu mendekatinya dan membantunya mengeringkan rambutnya seperti biasa. "Tuan menunggu nona di bawah." Ucap Tante Dayu. "Dibawah?" Allana tampak masih tidak paham. "Tuan ingin sarapan bersama nona." Tante Dayu mencoba menjelaskan. Allana hanya diam. Ia menurut ketika Tante Dayu memberinya pakaian untuk ia kenakan. "Nona sangat cantik, tapi anda tampak sedikit pucat beberapa hari ini, apa anda merasa kurang enak badan?" tanya Tante Dayu lagi. Allana menggeleng. "Aku baik-baik saja. Mungkin hanya kurang berolahraga," jawab Allana, ia mengabaikan kalau sebenarnya ia merasa sedikit lemas beberapa hari ini. "Nona keberatan kalau didandani agak berlebih hari ini? Hanya agar nona tidak terlihat terlalu pucat," ucap Tante Dayu. Allana hanya mengangguk. Ia sama sekali tidak protes saat seorang pelayan lain mulai menyentuh wajahnya dan mendandaninya. Sebenarnya ia lebih suka mendandani dirinya sendiri tapi ia sama sekali tidak memiliki keinginan lagi untuk menyentuh alat make up apalagi ber-rias untuk dirinya sendiri semenjak Mahesa menyekapnya di rumah ini. Allana bahkan hampir lupa bagaimana penampakkan wajahnya dengan make up untuk beberapa waktu. Ia sedikit tertegun memandangi bayangan dirinya di cermin saat selesai di-dandani. Tante Dayu sedikit meringis, bagaimana mungkin Tuan Mahesa mengharapkan agar Allana tidak terlihat mencolok? didandani sedikit saja, kecantikannya sudah sangat bersinar. Sayang sekali gadis sebaik dan secantik ini hanya akan menjadi simpanan tuan-nya. Allana mungkin sama sekali tidak tahu kalau Mahesa, orang yang mengikatnya dengan kondisi seperti sekarang, sebentar lagi justru akan menikah dengan orang lain. Ketidaksukaan Allana dengan berita, terutama mengenai segala hal tentang Mahesa membuat ia melewatkan kabar terbaru mengenai hubungan tuan Mahesa dengan nona Erika yang sebentar lagi akan menjadi istri sah tuan Mahesa. Tante Dayu menarik napas pelan saat Allana bangkit berdiri dan melangkah keluar menuju ruang makan. Wanita itu melangkah anggun menuruni tangga dan kemudian memasuki ruang makan dimana Mahesa sudah duduk sejak tadi. Mahesa menatap Allana lekat-lekat. "Tante Dayu, bukannya aku bilang sesuatu yang terlihat pantas tapi tidak menyolok?" tegur Mahesa. Allana mengerutkan keningnya, ia tidak merasa pakaiannya menyolok sama sekali. "Tuan, maafkan kami tapi, nona akan tetap terlihat seperti ini dengan apapun yang dipakainya. Nona seorang wanita yang cantik," ucap Tante Dayu. Mahesa baru saja akan berbicara lagi saat Allana memotong lebih dulu. "Haruskah aku memakai jeans dan kaos saja jika kau tidak suka dengan pakaian ini?" tanya Allana. Mahesa kembali menatap Allana. Wajah cantik itu seketika membuatnya tidak tega. Wajah cantik yang selalu terasa familiar baginya. Mengapa ia harus selalu merasa kalau Allana agak mirip dengan kakak angkatnya? Bukankah itu tidak mungkin terjadi? "Tidak perlu. Aku tidak ingin terlihat seperti sedang berpasangan dengan anak SMA," ucap Mahesa sedikit kesal. Meski begitu ia menyadari kata-kata Tante Dayu ada benarnya. Percuma kalau menginginkan Allana terlihat tidak menyolok, wanita itu selalu terlihat menyolok justru karena kecantikan alaminya yang bersinar di manapun ia berada. "Duduklah," ucap Mahesa kemudian. Allana melangkah mendekati meja makan dan duduk di tempat yang agak jauh dari tempat Mahesa duduk. "Aku suka momen kebersamaan saat makan bersama tapi aku tidak memiliki terlalu banyak anggota keluarga selain nenekku. Jadi, jangan duduk terlalu jauh. Duduklah didekatku," Ucap Mahesa. Ia tampak tidak puas karena wanita itu masih saja terlihat menjaga jarak dengannya setelah semua yang mereka lewati selama ini. Allana kembali bangkit berdiri dan kali ini ia memilih tempat duduk yang paling dekat dengan Mahesa. Mahesa tersenyum. "Kau pasti sudah tidak sabar bertemu dengan kedua saudaramu bukan?" tanya Mahesa. Allana mengangguk pelan. "Iya." Sejujurnya ia merasa sedikit gugup. Bagaimana jika ternyata Mahesa membohonginya dan malah membawanya ke tempat lain? "Jangan terlalu banyak berpikir dengan kepala kecilmu itu. Apalagi memikirkan kemungkinan yang tidak mungkin," ucap Mahesa. Allana hanya diam. Bagaimana mungkin pria ini seperti bisa membaca pikirannya? "Aku...hanya berpikir...bukankah kau membenci keluargaku? Kenapa...kau menyelamatkan saudaraku?" tanya Allana dengan hati-hati. "Karena dirimu," ucap Mahesa. Ia kemudian mulai mengunyah sarapannya pelan. Bersambung……
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN