"Aahhhh ... Mas, tolong lakukan dengan perlahan." Suara permohonan sekaligus rintihan itu terdengar di ruang tamu yang tampak gelap gulita tanpa cahaya.
Air mata dan keringat bercampur menjadi satu membasahi wajah seorang wanita bernama Maulia Karlina yang tengah menjadi pelampiasan hasrat sang suami yang tidak lama lagi akan menceraikannya sesuai kontrak pernikahan mereka satu tahun lalu.
Tubuh pria bernama Julian Anderson yang merupakan tuan muda di keluarga Anderson itu berkelana, menyusuri tubuh indah sang istri untuk pertama kalinya setelah satu tahun pernikahan karena mereka tidak pernah melakukan hubungan itu sesuai perjanjian kontrak.
"Awh, Mas. Sakit ...." Maulia menggigit bibirnya kuat-kuat saat rasa sakit bertambah dalam. Tubuhnya melengking beberapa kali saat Julian menghentakkan tubuhnya. Pria itu terus saja melakukan aksinya tanpa memedulikan rintihan sang istri di bawah kukungannya karena pengaruh alkohol yang menghilangkan kesadarannya.
Setelah puncak kenikmatan yang berhasil dicapai oleh Julian, pria yang diciptakan Tuhan nyaris sempurna itu menjatuhkan tubuhnya di atas sofa, tepat di samping Maulia yang tengah menutup mulut dengan tangan agar suara tangisannya tidak keluar.
Ketika memastikan Julian tertidur setelah melakukan hubungan itu, Maulia pun bangkit dari atas sofa tersebut, dan bergegas pergi meninggalkan ruang tamu yang gelap.
Langkah wanita itu menaiki anak tangga menuju kamarnya yang terletak persis di samping kamar Julian. Ya, mereka tidak tidur satu ranjang selama satu tahun terikat kontrak pernikahan. Julian yang sejak awal membenci Maulia dan menganggap wanita yang dinikahinya adalah w************n menciptakan kedinginan dalam hubungan tanpa percakapan. Julian hanya akan berbicara dengan Maulia saat di hadapan sang kakek yang telah memaksanya menikah muda dengan Maulia sebagai balas budi karena ayah Maulia dulu pernah mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan kakeknya yang mengalami kecelakaan hingga Maulia kehilangan sang ayah di usia remaja.
***
Julian terbangun saat tubuhnya terasa keram karena tidak leluasa bergerak. Sedetik kemudian ia terkejut, matanya terbelalak mendapati dirinya tidur di sofa yang berada di ruang tamu, dan bahkan tubuhnya telanjang. Julian memerhatikan sekeliling, pakaiannya tampak berserakan di lantai, dan di sana juga terlihat bra milik seorang wanita yang tak lain adalah milik Maulia yang malam tadi tidak menemukan benda yang ia cari di tengah kegelapan.
"Kenapa gue tidur di sini? Dan apa yang gue lakuin semalam sampai gue telanjang gini?" Julian bergumam dan mulai menurunkan kedua kaki dari sofa. Pria itu coba mengingat apa yang terjadi setelah dirinya pergi ke kelab bersama teman-temannya. Namun, semakin ia berusaha mengingat, kepalanya malah terasa sakit, dan perutnya tiba-tiba mual.
"Astaga! Semalam gue minum terlalu banyak sampai nggak ingat apa yang udah gue lakuin." Julian mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai. Ia masih heran, menatap sekitar. Namun, tak siapa pun di sana.
Tiba-tiba saja bayangan semalam terlintas dalam pikirannya. Julian tampak memegangi kepala saat merasa pusing. Ia pun berusaha bangkit dari atas sofa sampai tangannya mengenai sesuatu yang menempel pekat di sana.
"Darah? Jangan-jangan semalam gue udah ...." Seketika Julian memukul dahi sambil mengumpat karena sadar betul apa yang telah dilakukannya kepada Maulia, walau ingatannya belum sepenuhnya pulih.
"Kalau benar gue ngelakuin itu sama dia berarti dia masih perawan dan gue yang pertama ngelakuin itu sama dia?"
Julian mengacak rambutnya dengan wajah frustasi. Jelas ia terkejut mengetahui istri yang diabaikan dan dianggap bukan wanita baik-baik itu ternyata masih suci saat menikah dengannya, bahkan Maulia masih perawan walau selama satu tahun menikah dengan Julian dan gosip silih berganti sampai di telinganya bahwa sang istri menjalin hubungan dengan pria berbeda-beda di kampus. Selama ini Julian tidak ingin memedulikan gosip itu benar atau tidak karena ia tidak pernah ingin tahu kehidupan Maulia sejak awal dinikahinya. Justru kehidupan Julian semakin bebas sejak pisah rumah dengan sang kakek, ia sering menghabiskan malam dengan wanita bayaran, bahkan jarang pulang ke rumah karena lebih memilih tidur di hotel ketimbang bertemu istrinya di rumah.
"Gila, ini benar-benar gila! Terus sekarang apa yang harus gue lakuin buat tanggung jawab sama dia? Nggak mungkin kan kalau gue nggak jadi ceraiin dia padahal dua hari lagi kontrak kita selesai cuma gara-gara kejadian ini?" Julain dibuat bingung dengan tindakan apa yang harus ia lakukan setelah tahu ia menodai istri yang tinggal menghitung jam akan segera diceraikannya.
Julian yang tidak bisa memikirkan bentuk tanggung jawab apa yang harus ia berikan pada Maulia, memilih untuk naik ke lantai atas. Ia berniat untuk bertanya langsung pada Maulia tentang kenapa kejadian semalam bisa terjadi sampai ia terbangun di sofa ruang tamu.
Julian pun langsung mengetuk pintu kamar Maulia setibanya di lantai dua. Ia tidak sabaran saat ketukannya tidak mendapat jawaban dari Maulia apalagi dibukakan pintu. Ini hari Minggu, seharusnya wanita itu tidak pergi ke kampus dan biasanya seharian akan berada di rumah.
"Sialan, kenapa sih dia nggak buka-buka pintunya? Apa dia marah sama gue gara-gara kejadian semalam? Tapi kan dia harus jelasin ke gue kenapa kejadian itu bisa terjadi? Bisa jadi dia yang goda gue makanya gue kepancing karena mabuk!"
Julian mulai berpikir yang tidak-tidak saat rasa penasaran menghantui pikirannya. Ia tengah berusaha untuk tidak menyalahkan diri sendiri dan mencari objek lain untuk dijadikan tersangka.
Lelah mengetuk pintu yang tidak kunjung dibukakan, akhirnya pria bertubuh tinggi itupun membukanya sendiri tanpa permisi. Ia langsung melangkahkan kaki untuk masuk, tetapi tidak menemukan Maulia di atas ranjang. Justru keadaan ranjang bersprei putih itu tampak rapih, seolah-olah telah dibereskan oleh pemiliknya ketika bangun tidur.
Ini adalah kali pertama Julian masuk ke kamar Maulia. Ia cukup terkesan melihat tata letak dan seisi benda yang berada di kamar tersebut sehingga terlihat nyaman dan luas. Julian sempat bergumam kagum bagaimana cara Maulia merenovasi kamar yang tadinya kosong saat ia berikan untuk ditempati selama satu tahun karena setelah bercerai wanita itu akan angkat kaki dari rumah dan sudah dibelikan sebuah apartemen di kawasan elite sebagai hadiah karena Maulia mau menandatangani kontrak yang Julian sodorkan setelah mereka resmi menjadi suami istri.
Tak menemukan keberadaan Maulia di sudut ranjang, Julian pun mulai beralih ke sudut lainnya sampai akhirnya langkah pria itu berhenti tepat di depan meja belajar Maulia yang terdapat laptop dan beberapa tumpukan buku. Tidak hanya itu, pandangannya terhenti di sebuah titik, sorot matanya berhenti pada selembar kertas di sana yang menarik perhatiannya. Tangan Julian mulai meraih kertas tersebut dan langsung membacanya.
"Ternyata dia udah tanda tangan surat cerai ini. Tapi ke mana perginya dia sekarang? Kenapa malah taruh surat ini di sini dan nggak dikasih langsung ke gue?" Julian membatin bertanya-tanya. Walau sudut bibirnya menyunggingkan senyuman, tetapi jauh di lubuk hati ada rasa penasaran, dan keinginan untuk bertemu dengan Maulia. Entah untuk bertanya tentang kejadian semalam atau sekadar bertanya mengapa wanita itu menandatangani surat cerai lebih cepat sebelum hari kontrak mereka berakhir.
Saat Julian hendak keluar dari kamar Maulia untuk masuk ke kamarnya dengan membawa kertas penting itu, tiba-tiba sebuah buku melayang karena tendangannya. Ya, Julian tidak sadar menendang buku yang berada di bawah meja belajar yang mungkin tidak sengaja terjatuh oleh pemiliknya.
"Buku apaan lagi itu? Kenapa bisa ada di bawah sih?" Julian yang berniat untuk mengembalikan buku tersebut ke tempat semula dengan cara menendangnya kembali, tiba-tiba tangannya terulur untuk mengambil buku bersampul biru itu.
"Sial, seenaknya aja dia ninggalin gue tanpa bilang apa-apa! Kurang ajar, dasar perempuan nggak tau diri!" Julian mencengkram buku tersebut setelah selesai membaca coretan tinta di lembar terakhir hingga urat-urat di tangan tampak menegang.