Dendam Terselubung

1053 Kata
Kali ini Maulia tidak mampu menutupi raut keterkejutannya saat Julian menyebut namanya, bahkan nama lengkap wanita itu. Padahal saat di ruang pertemuan tadi ia sama sekali tidak pernah memperkenalkan dirinya pada sang presdir. "Maaf, Pak, Bapak tahu nama saya?" Julian tampak menyeringai dan mulai memasukkan dua tangan di saku celana. Ia kemudian beranjak dari posisinya dan melangkahkan kaki menuju dinding kaca yang menyuguhkan pemandangan kota Surabaya saat sore hari. "Jadi, kamu pikir aku lupa ingatan dan nggak ingat siapa kamu, Lia?" Julian berucap tanpa menoleh ke belakang, tempat Maulia berdiri. Suaranya terdengar berat dan tuturnya tidak seperti atasan yang tengah berbicara pada bawahannya. Maulia semakin terkejut karena Julian memanggilnya sama seperti dulu–Lia. Persis seperti panggilan yang disematkan Kakek Anderson sejak awal mengenalnya. Maulia pun mulai sadar jika Julian tidak melupakannya. Kemudian ia hanya mampu menunduk dan memejamkan mata erat-erat. Tak mendengar tanggapan apa-apa dari lawan yang diajak bicara, Julian kembali memutar tubuhnya, dan menatap Maulia yang tidak berani menatapnya. "Apa kamu berharap aku lupa siapa kamu biar kamu merasa aman berada di satu tempat denganku, Lia?" "Maaf, tadinya aku berharap seperti itu. Tapi, kalau kamu nggak mau lihat keberadaan aku di sini, besok aku akan mengajukan surat pengunduran diri." "Kamu berniat seperti itu? Ck! Sayangnya aku nggak akan biarin kamu semudah itu untuk keluar dari perusahaan ini karena mulai besok kamu akan menjadi salah satu sekretarisku!" Seketika Maulia mengangkat kepala dan kembali bersitatap dengan sang mantan. "Apa maksud kamu, Mas?" Tanpa sadar Maulia memanggil Julian dengan sebutan "Mas". "Mas? Berani kamu panggil saya dengan sebutan itu? Apa kamu nggak sadar siapa yang berdiri di hadapan kamu sekarang?" Julian terlihat tidak suka mendengar panggilan tersebut. "Maaf maksudku, Pak. Aku nggak sengaja manggil kayak tadi." "Jangan pernah memanggilku dengan sebutan seperti tadi apalagi di depan orang lain karena kita bukan suami istri lagi." "Baik, Pak. Saya minta maaf sudah bersikap kurang ajar. Kedepannya saya akan lebih menjaga sikap." Maulia kembali berkata formal dan coba menempatkan diri sebagai seorang karyawan. "Good! Kalau begitu kedepannya kamu juga harus menuruti perintahku. Mulai besok kamu jadi sekretarisku, tugas-tugasmu akan dijelaskan oleh Kevin setelah keluar dari ruangan ini!" Sungguh banyak hal yang membuat Maulia terkejut berkali-kali seharian ini, apalagi mengenai hal yang Julian katakan barusan. "Tapi, Pak, di sini saya hanya staf marketing biasa dan nggak punya pengalaman untuk jadi sekretaris." "Makanya kamu harus belajar supaya punya pengalaman. Aku kasih kamu waktu tiga hari untuk belajar, kalau hari ke empat kamu masih melakukan kesalahan aku akan langsung potong gaji kamu!" "Masalahnya kontrak saya di perusahaan ini sebagai staf marketing, Pak." "Tapi aku sudah minta kepala HRD untuk pindah tugas kamu jadi sekretarisku dari jabatan sebelumnya sesuai permintaan perusahaan, seperti perjanjian kontrak yang pernah kamu tandatangani dua tahun lalu." Maulia mulai mengangguk paham saat teringat isi perjanjian kontrak. Sewaktu-waktu ia harus bersedia dipindahtugaskan sesuai kebutuhan perusahaan dan ia tidak diperbolehkan untuk menolak. Ditambah Maulia telah dikontrak oleh perusahaan selama tiga tahun, jika ia mengundurkan diri sebelum masa kontrak berakhir maka harus membayar penalti yang sudah ditentukan. "Baik, Pak, kalau memang itu penugasan dan bukan pilihan yang harus saya pilih. Saya siap menjadi sekretaris Bapak mulai besok." "Bagus, kalau begitu kemasi barang kamu di lantai sebelumnya dan pindahkan ke lantai ini hari ini juga!" titah Julian yang kini bersedekap. "Apa nggak bisa besok, Pak? Kebetulan jam kerja saya sudah selesai dan saya harus pulang ke rumah karena sudah ada yang menunggu saya." "Aku nggak peduli sekalipun kamu sudah ditunggu sama presiden di rumah. Ada beberapa staf khusus yang pindah ke lantai ini dan mereka juga sedang berkemas untuk pindah ke lantai ini. Jadi kamu pun harus melakukan hal yang sama!" Maulia menarik kedua sudut bibirnya untuk mengulas senyuman. Walau rasanya ada gejolak di dalam hati, tetapi ia tetap harus menuruti perintah atasan sekalipun ada seseorang yang menunggu kepulangannya. "Baik, Pak. Kalau begitu saya akan berkemas. Saya permisi dulu, Pak." Wanita itu segera membungkukkan setengah badan sebelum beranjak pergi. "Mau ke mana kamu? Aku belum mendengar jawaban kamu soal apa saja kesalahanmu." "Saya salah apa, Pak? Bukankah saya sudah melakukan semua yang Bapak inginkan?" tanya Maulia dengan alis yang saling bertaut. "Tapi kamu pergi tanpa punya etika sedikitpun!" "Maksud Bapak?" "Kamu sadar nggak kalau kamu pergi gitu aja dari rumahku tanpa menjelaskan apa pun tentang kejadian malam itu. Apa menurutmu sikapmu itu nggak kurang ajar?" Maulia menelan saliva saat diingatkan tentang kejadian malam itu. Malam di mana ia menyerahkan segala yang dimilikinya untuk sang suami, dan itu terjadi jelang beberapa hari pernikahan mereka berakhir. "Tapi kan kontrak yang Bapak buat waktu itu sudah berakhir." Lirih, Maulia menjawabnya dengan hati yang terenyuh. "Kamu pergi dari rumah dua hari sebelum kontrak itu berakhir, Maulia. Bahkan kamu pergi tanpa berpamitan sama orang yang sudah menampung kamu selama satu tahun, bahkan memberikan kompensasi yang bisa bikin kamu hidup sampai detik ini!" Ada keangkuhan dari nada suara Julian saat mengatakan itu, membuat mata Maulia perih. "Maaf, Pak, saya memutuskan pergi setelah kejadian malam itu biar nggak dituduh sama Bapak kalau saya yang goda Bapak sampai kejadian itu bisa terjadi karena kejadian yang sebenarnya Bapak pulang dalam keadaan mabuk. Saat saya buka pintu, Bapak malah memperlakukan saya seperti itu sampai semuanya bisa terjadi." Suara Maulia melemah. Ia yang sadar malam itu masih mengingat jelas tentang kejadiannya. "Pintar juga ya kamu, milih pergi buat menghindari hal yang bisa buat kamu tersudut. Tapi, gara-gara kamu pergi gitu aja, aku jadi dikirim sama Kakek ke Amerika. Bukti perselingkuhan kamu kurang kuat dan aku diminta Kakek buat ajak kamu ke rumah untuk menjelaskan alasan kenapa kita bisa bercerai, tapi kamu malah menghilang setelah dapat semua yang aku kasih. Pasti hidup kamu bahagia banget ya setelah jadi jandaku? Ada berapa banyak laki-laki yang berhubungan sama kamu setelah bercerai dariku?" Deg! Hati Maulia seakan teriris mendengar pertanyaan yang lebih terdengar seperti sebuah hinaan itu. "Maaf, Pak, kita harus profesional dan jangan membahas tentang hal pribadi apalagi masalah kita yang sudah lama selesai. Boleh saya pergi sekarang untuk mengemasi barang-barang saya?" Agak tidak suka mendengar perkataan Maulia yang enggan menjawab pertanyaannya, Julian pun akhirnya mengangguk, membiarkan wanita yang mulai besok akan bekerja jadi sekretarisnya itu untuk pergi. "Pasti pacarnya yang nunggu dia di rumah makanya pengen cepat-cepat pulang! Lihat aja kamu Maulia, aku nggak akan biarin kamu menjalani hidup dengan mudah begitu jadi sekretarisku!" Seringai licik tampak menghiasi wajah Julian setelah membatin dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN