6

4035 Kata
Nadia bangun dari tidurnya saat hari sudah pagi dan langsung bergegas pergi ke sekolahan. Sedangkan Rey, dia baru saja keluar dari dalam kontrakan nya 10 menit setelah kepergian Nadia. Tok... Tok... Tok... Dengan penuh keberanian, dia mencoba untuk mengetuk pintu kontrakan yang berada tepat di samping pintu kontrakannya. "Orangnya mana? Kok ngga muncul? Apa jangan-jangan dia udah pergi duluan?" batin Rey bertanya-tanya. Sekitar 5 menitan dia mencoba menunggu di depan kontrakan tersebut sambil terus mengetuk pintunya. Tapi sayang, tidak ada yang menyahut dari dalam. Rey menghela nafas dengan kecewa. Dia sangat ingin bertemu dan berteman dengan tetangga yang belum pernah dia lihat wajahnya itu. Bahkan, saat tadi Rey masih berada di dalam kontrakannya, dia sudah menyiapkan beberapa pertanyaan dan dialog untuk di lontarkan kepada tetangganya itu agar mereka bisa mengakrabkan diri. Tapi, karna dia tidak kunjung mendapatkan jawaban dari dalam, Rey pun akhirnya memutuskan untuk menyerah dan pergi ke sekolah sendirian. "Jangan berkecil hati, Rey. Kita bisa coba lagi nanti. Waktu lo di sini masih panjang jadi lo masih punya banyak kesempatan buat mengakrabkan diri sama dia," batinnya, mencoba menyemangati diri sendiri di perjalanan. Jam masih menunjukkan pukul setengah 7 pagi sedangkan mereka masuk jam setengah 8 pagi. Rey berjalan dengan santai sembari menikmati pemandangan kota Jakarta. Dia menghirup nafas dalam-dalam dengan mata yang tertutup, "Wow, udara paginya penuh dengan polusi," komentar Rey dengan bahagia. Selama ini dia memang tidak pernah merasakan bagaimana itu udara yang penuh dengan debu atau hal lain yang tidak jauh berbeda dengan hal itu. Karna, di rumah atau di sekolah serta di dalam mobilnya sekalipun, selalu di sediakan pembersih udara. Dan jumlahnya bukan hanya satu melainkan lebih dari dua. Keluarga Rey memang sangat menjaga kesehatan mereka. Dan menurut mereka, debu halus dan polusi itu sangat tidak baik untuk kesehatan. Dan oleh sebab itu, hal-hal tersebut wajib untuk dihindari dalam kehidupan. Mereka sebisa mungkin mengantisipasi agar debu halus dan polusi tidak masuk ke dalam rumah atau lingkungan kerja mereka. Mereka bahkan rela mengeluarkan uang belasan milyar hanya untuk hal itu. Di setiap ruangan rumah mereka, mereka meletakkan minimal 2 pembersih udara. Dan tidak lupa setiap 6 jam sekali dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore para pelayan wajib membersihkan seluruh bagian rumah kecuali kamar pribadi jika di dalamnya sedang terdapat tuan rumah yang sedang beristirahat. Di halaman rumah Rey juga terdapat banyak tumbuh-tumbuhan guna untuk menetralisir udara buruk yang mencoba masuk ke dalam rumah mereka. Ya, Rey tau kalau hal itu tidak akan bisa 100 persen menghalangi polusi untuk masuk ke dalam rumah mereka. Tapi, setidaknya mereka sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencoba meminimalisir nya. Dia terus berjalan, matanya sesekali menatap ke kanan dan ke kiri untuk melihat-lihat sekitar. Ada banyak pemandangan yang bisa dia saksikan. Mulai dari penjual nasi bungkus di pinggir jalan, penjual kopi di atas sepeda ontel, pemilik toko yang baru mulai membuka tokonya, dan lain sebagainya. "Kalo mama sama kakak tau gue ngehirup udara yang penuh dengan polusi dan berjalan dengan santai kayak gini di atas trotoar yang penuh sama debu, pasti mereka bakalan ngomel-ngomel deh," celetuk Rey dengan ekspresi tersenyum yang sejak tadi melekat di wajahnya. Mungkin bagi orang-orang Rey itu terasa aneh dan gila. Karna, orang waras mana yang lebih memilih untuk hidup susah dan menikmati polusi udara yang buruk di saat dia punya kehidupan mewah yang bergelimang harta? Tapi, menurut Rey, dia bukannya gila melainkan berbeda. Tidak seperti kebanyak orang pada umumnya, yang ingin hidup enak selama hidup di dunia, Rey malah sebaliknya. Kenapa? Karna sejak lahir, dia sudah mendapatkan hal tersebut dan dia mulai merasa bosan dibuatnya. Ini sama saja dengan orang-orang yang hidup susah selama berpuluh-puluh tahun dan mengeluh kalau mereka capek hidup miskin. Hanya saja bedanya, Rey bukannya capek hidup miskin melainkan dia capek hidup kaya. Tapi hal itu tetap 2 konteks yang sama. Kenapa? Karna keduanya sama-sama mengeluh kalau mereka merasa capek dengan situasi kehidupan yang sudah mereka jalani selama ini. "Pagi pak..., semoga hari ini jualannya laris dan habis semua ya," sapa Rey kepada kakek tua yang sedang berjualan di pinggir jalan. Dia tidak hanya menyapa kakek tua itu melainkan dia juga menyapa orang-orang yang dia lewati dan mendoakan mereka. Rey ingin membagikan energi positifnya di pagi hari ini kepada orang-orang yang dia temui. Dia juga ingin menjadi orang yang baru. Dia ingin kembali menjadi kanvas putih yang seperti bayi yang baru lahir. Tanpa cerita dan tanpa masa lalu. Dia ingin memulai semuanya dari awal dan menulis ceritanya sendiri. Dia ingin menjadi Rey yang baru, Rey di mana tidak ada campur tangan orang tua serta keluarga dalam kehidupannya selain pada bagian finansial. Rey yang bisa menentukan pilihannya dengan bebas dan bisa melakukan apapun yang dia inginkan. Dia bisa menyapa siapapun yang ingin dia sapa, dia bisa memakan apapun yang ingin dia makan dan dia juga bisa berteman dengan siapapun yang ingin dia jadikan teman. Ya, sejujurnya selama ini Rey memang merasa terkekang di dalam rumahnya. Dia hidup bagai tuan putri yang dari bangun di pagi hari sampai terlelap di malam hari selalu diawasi. Dia tidak boleh menyapa seseorang yang berbeda kasta dengan dirinya, dia tidak boleh makan sembarangan karna hal itu tidak menyehatkan untuk tubuhnya, dan dia juga tidak boleh berteman dengan seseorang yang tidak setara dengan dirinya. Rey tidak merasa tertekan dengan peraturan tersebut. Karna jujur, dia juga tidak memiliki niatan untuk berteman dekat dengan siapapun di sekolahnya. Dia juga bukan tipikal manusia pemilih makanan alias dia bisa makan apa saja. Entah itu daging, sayur ataupun buah. Jadi, apapun yang kepala koki rumahnya sajikan, dia dengan senang hati selalu memakannya. Hanya saja, meskipun tidak merasa tertekan, sesekali dia merasa jenuh dan terkekang. Setelah 30 menitan berjalan, akhirnya Rey pun sampai di sekolahan. Sebenarnya dia bisa sampai 15 menit lebih cepat. Tapi karna dia berjalan santai dan menyempatkan diri untuk menyapa orang-orang, jadinya dia memakan waktu yang cukup lama dari yang biasanya. "Semoga aja yang terjadi di film-film ngga beneran terjadi di dunia nyata, dimana si cupu selalu di bully dan di palak di sekolahan," gumam Rey seraya menghela nafas sambil terus menatap gerbang sekolahan. Setelah mengatakannya, diapun mulai melangkahkan kakinya dan berjalan masuk ke area sekolahan. "Pasti seru kalo punya temen bad boy di sekolahan. Ya biarpun gue yakin cowok kayak gitu ngga bakalan mau temenan sama cowok yang penampilannya cupu kayak gue sih. Palingan nanti gue bakalan jadi korban bully mereka atau ngga gue bakalan berakhir sebagai ATM berjalan mereka," gumamnya lagi sambil terus berjalan menyusuri koridor untuk mencari di ruang guru berada. Dan sejak tadi, dia selalu ditatap oleh para siswa dan siswi yang dilewatinya. Dan sebagian dari mereka banyak yang mencoba menahan tawa dan sebagainnya lagi langsung berbisik-bisik ketika dia melewati mereka. Rey terus berjalan dan mengabaikan semua orang yang berbisik dan menahan tawa karna penampilannya. Dia menganggap mereka seperti anjing menggonggong kafilah berlalu. Sedangkan Nadia, dia sejak tadi sudah tertidur di kursinya. "Nadia!!!" teriak Aurel dengan suara cemprengnya ketika dia sudah sampai di dalam kelas dan menghampiri Nadia ke kursinya. Nadia yang mendengar suara cempreng milik Aurel itu sontak langsung terbangun dari tidurnya. Dengan kening yang mengernyit dan tatapan yang membunuh, dia menatap ke arah Aurel yang sudah mengganggu tidurnya. "Lo pasti belum sarapan kan? nih gue buatin sarapan hehe," dengan senyuman polos di wajahnya, Aurel menyodorkan kotak makan yang dia buat khusus untuk Nadia. "Ngga butuh," Nadia langsung menolaknya dan kembali menelungkup kan kepalanya ke atas meja untuk tertidur kembali. "Kok lo jahat sih Nad?! Gue kan udah susah-susah masakin ini buat lo! seenggaknya lo terima dan habisin kek! Gue kan ngga minta upah berbentuk duit untuk ini! Gue cuman pengen lo makan dan nerima gue jadi temen lo!" protes Aurel yang matanya sudah mulai berkaca-kaca dengan bibir bagian bawah yang maju beberapa senti. Ya, aurel memanglah gadis yang sangat cengeng. Tapi anehnya, meskipun Aurel sudah sangat sering dibuat menangis oleh Nadia, dia tetap saja tidak mau menjauh dari gadis itu. Malahan sebaliknya. Aurel malah semakin mendekat kepada Nadia, bodoh bukan? Nadia menghela nafasnya saat mendengar ocehan Aurel. Jujur, dia sudah mulai merasa cukup jengah dengan tingkah Aurel selama ini. Entah dengan cara apa lagi dia mengusir gadis itu agar menjauh dari dirinya. Dia mengangkat kepalanya, lagi. Dan kembali menatap wajah Aurel yang sedang cemberut dengan mata yang berkaca-kaca. "Lo kenapa sih, hah? lo suka sama gue? iya?!" tuding Nadia dengan nada sinis. "Lo tau ngga sih? Gue itu ngerasa risih tau ngga sama tingkah lo! Kenapa sih lo itu egois banget jadi orang? Lo selalu aja bersikap seenaknya tanpa mau mikirin orang yang lo deketin itu ngerasa risih atau ngga sama tingkah lo! Lo fikir, gue bakalan ngerasa bahagia dan bersyukur karna lo baikin gue dan bikin gue bekal kayak gini? Ngga, Aurel! Ngga! Lo salah besar!" lanjutnya. Ya, Nadia tau kalau kata-kata nya ini sudah terlampau kasar dan keterlaluan. Tapi, dia tidak punya pilihan lain selain itu. Nadia sudah mulai merasa frustasi. Otaknya pun sudah merasa buntu. Dia tidak tau lagi harus dengan cara apa dia mengusir Aurel dari kehidupannya. Seluruh orang di kelas sedang berbisik-bisik saat ini. Pembahasan mereka semua sama, yaitu tentang betapa kurangajar dan tidak tau dirinya Nadia. Nadia yang dapat sedikit mendengar perkataan mereka memilih untuk menghiraukannya. Dia sama sekali tidak perduli dengan opini yang mereka punya tentang dirinya. Toh, imagenya juga sudah buruk selama ini di mata semua orang di sekolah ini. Tangis Aurel seketika pecah saat mendengar kata-kata jahat yang Nadia lontarkan tersebut. "Iya! gue suka sama lo! gue pengen temenan sama lo! gue pengen masakin lo makanan! apa itu salah?! Kalo emang hal itu salah! Kenapa itu salah?! Hah?!!!" bentak Aurel di sela-sela tangisnya. Dia terlihat sangat menggemaskan ketika menangis, apalagi dengan ekspresinya yang seperti ini. "L-lo suka sama gue?! jangan bilang lo LGBT?!" Nadia terlihat kaget, dengan bodohnya dia salah tangkap dengan perkataan Aurel barusan. Aurel menggeleng, "Ngga! Gue normal dan gue udah punya pacar yang berjenis kelamin laki-laki buat buktiin kenormalan gue! gue cuman pengen temenan sama lo! udah itu doang! Ngga lebih dan ngga kurang! Tapi kalo lo mau kita sahabat, gue ngga bakalan nolak!" jujur Aurel dengan mata yang masih terus menangis. Nadia menatap Aurel dengan tatapan tidak percayanya. Jujur, dia benar-benar tidak mengerti dengan jalan fikiran yang Aurel punya. Bertahun-tahun dia mengacuhkan gadis itu dan sering berkata-kata jahat kepada dirinya. Tapi meskipun begitu, gadis itu tetap saja terus mendekatinya. Setelah merasa tercengang selama beberapa saat, Nadia pun menghela nafasnya untuk menenangkan diri. "Kenapa lo pengen temenan sama gue? Kasih gue alasannya," untuk pertama kalinya Nadia mau berbaik hati menanyakan alasan yang Aurel punya, biasanya dia hanya akan mengabaikan gadis itu. "Karna lo keliatan kasian! lo ngga punya temen dan keliatan kurus kayak yang ngga pernah makan! dan hal itu bikin gue jadi pengen buat ngerawat lo!" pungkas Aurel yang lagi-lagi sukses membuat Nadia dan seluruh orang yang ada di sana kehilangan kata-kata. "Keberanian macam apa yang Aurel punya sampe-sampe dia bisa berani ngomong kayak gitu ke si anak haram? dia ngga takut cewek itu marah dan ngehajar dia apa? dia kan preman pasar dan cewek urakan," batin dari 90 persen orang yang ada di sana. Mereka tau kalau Aurel memang sedikit aneh, tapi karna gadis itu sangat menggemaskan dan lucu jadinya mereka maafkan. Tapi sepertinya keanehannya itu sudah tidak bisa di tolerin lagi. Dan sepertinya, keanehannya itu akan membawanya kepada sebuah masalah besar saat ini. "Lo gila yah ...?!" delik Nadia, dia ingin bangkit dari duduknya dan berniat untuk kembali melontarkan kata-kata pedasnya kepada Aurel. Tapi sayang, niatannya itu harus dia urungkan karna bel sudah berbunyi dan wali kelas mereka sudah datang ke kelas mereka saat ini. Nadia mengusap air matanya dan mencoba menahan tangisnya saat guru mereka sudah sampai di depan pintu ruangan kelas mereka. "Pokoknya gue ngga mau tau! Lo harus makan bekel ini apapun yang terjadi!" paksa Aurel kemudian melengos pergi dari sana menuju ke kursinya. Nadia menarik nafas dengan kasar dan menatap kepergian Aurel. "Dasar cewek sinting!" komentarnya. "Selamat pagi anak-anak," sapa wali kelas mereka. "Pagi bu!!!" jawab mereka semua dengan serentak, kecuali Nadia tentunya. Dia lebih memilih untuk diam dan menatap ke arah jendela saat ini. Fikiran nya sibuk berkelana entah ke mana dan hanya dia dan tuhan sajalah yang tau apa yang sedang dia fikirkan itu. Kotak makan yang Aurel beri masih tergeletak di atas mejanya. Benda itu sama sekali tidak bergerak dan tidak berpindah tempat. "Hari ini kalian kedatangan teman baru, dan ibu harap kalian semua bisa akur sama dia," terang wali kelas mereka. "Widih!!! Ada anak baru!!! Siapa tuh bu?!!! Cewek apa cowok?!!!" mendengar ada siswa baru, seketika seisi kelas langsung heboh. "Harap tenang anak-anak... Harap tenang... Kalo kalian masih berisik kayak gini, bapak ngga bakalan mau jawab pertanyaan kalian," ujar guru mereka, mencoba untuk menenangkan kelas dengan sedikit ancaman. Seketika kelas menjadi hening. Suasana yang tadinya riuh sekarang menjadi tenang dan sunyi. Wali kelas mereka tersenyum menatap ke arah mereka semua. "Teman baru kalian ini laki-laki," terang beliau. "Yeay!!!" sontak, seketika anak-anak perempuan langsung heboh sedangkan siswa laki-laki memasang ekspresi masamnya masing-masing. "Cakep ngga bu?!" tanya mereka to the point. "Untuk hal itu, silahkan kalian ketemu langsung sama orangnya dan nilai sendiri. Kalo menurut ibu si orangnya tampan," jawab beliau. "Yes! Akhirnya gue bisa memanjakan mata gue di kelas ini!" celetuk salah seorang siswi yang dengan sukses mendapatkan sorakan dari seisi kelas. "Reynal ayo masuk dan perkenalkan diri kamu," karna tidak mau membuang-buang waktu, wali kelas mereka pun akhirnya menyuruh Rey yang sejak tadi berdiri di depan kelas untuk masuk ke dalam kelas. Rey menarik nafas dalam-dalam kemudian berjalan masuk ke dalam kelas dengan perlahan. "Rey, ayo kita semangat ngejalanin hidup yang baru!" batinnya. Sambil menunjukkan senyuman terbaiknya, dia menyapa semua orang yang ada disana dengan nada sopan. Saat dia masuk, dapat terdengar kelas helaan nafas kecewa dari para siswi yang menantikan kedatangannya di beberapa menit yang lalu. "Aish! Sialan! Ternyata zonk!" komentar salah satu siswi. "Lo ngarepin apa emangnya, hah?!" jawab Rey dalam hatinya. "Arghh!!! Ekspektasi gue ketinggian! Gue kira anak barunya bakalan cakep kayak yang ada di film-film tapi ternyata gue salah besar! Boro-boro cakep! Mencapai nilai rata-rata aja ngga!" "Makanya, jangan naro harapan tinggi! Giliran ngga sesuai sama kenyataan, sakit sendiri kan jadinya! Lagian kata siapa gue ngga cakep? Gue cakep anjir! Dan muka gue itu bukan lagi mencapai nilai rata-rata melainkan muka gue ini udah masuk ke kategori di atas rata-rata ketampanannya! Lo ngga bisa liat itu ya? Kasian.  Yah... Tapi mau gimana lagi ya kan? Gue juga ngga ikhlas soalnya ketampanan gue diliat sama cewek yang udah ngga good looking dan ngga good attitude kayak lo, jadinya gue tutupin ketampanan gue biar lo ngga bisa liat," balas Rey. Mulut dan hati dia memang agak sedikit pedas jika berinteraksi dengan manusia yang modelan seperti itu. "Sukurin! Mampus lo semua! Makan tuh anak baru! Seneng kan kalian?! Sekarang bisa cuci mata di kelas ini!" ledek para siswa laki-laki yang ada di kelas itu. "Berisik lo semua!" balas para siswi yang sedang merasa emosi dan marah karna ekspektasi mereka tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. "Anak-anak, harap tenang semuanya! Kalian ngga boleh ngomong kayak gitu! Reynal itu tampan seeenggak nya di mata ibu! Hanya karna kalian ngerasa ngga setuju, bukan berarti kalian boleh ngomong kayak gitu!" omel guru mereka sambil memukul meja dengan pelan untuk menenangkan mereka semua. "Maaf ya Reynal. Tolong jangan tersinggung, mereka semua cuma bercanda. Orang-orang nya pada humoris soalnya. Dan ibu harap, kamu bisa beradaptasi dengan baik dan berteman sama mereka," ujar guru tersebut kepada Rey. Rey tersenyum, "Iya bu. Gapapa." "Yaudah, sekarang silahkan kamu perkenalkan diri kamu ke teman-teman baru kamu agar kalian bisa akrab dan saling mengenal satu sama lain," titah beliau. Rey mengangguk,"Baik bu." "Hallo semuanya... kenalin nama aku Reynaldo Alfian, tapi kalian cukup panggil Rey aja, panggil Aldo atau alfi juga boleh kok," dia memperkenalkan diri dengan ramah. Rey benar-benar terlihat berbeda dengan dirinya yang biasanya. "Mangsa baru," gumam beberapa anak cowok di kelas itu, mereka yang mengatakan hal itu memang terlihat sedikit urakan. "Tuh kan bener apa kata gue, baru juga gue memperkenalkan diri, udah langsung di targetin aja sama anak berandalan kelas ini," batin Rey. "Hus! kalian ini ngomong apa?! Rey kalo kamu di gangguin sama siswa sini kamu harus langsung ngadu sama ibu, dan tolong kamu tandain muka orang-orangnya. Ngga usah takut, kalo mereka ngancem kamu, langsung laporin ke bu, secara diam-diam juga gapapa" omel guru mereka seraya mencoba memberi Rey nasehat. "Iya bu," jawab Rey yang masih setia dengan wajah tersenyumnya.  Dia benar-benar terlihat hangat saat ini padahal selama ini ekspresi yang dia tunjukkan kepada khalayak umum adalah sebaliknya. Rey memanglah anak yang totalitas dalam melakukan apapun, jadi saat dia bilang kalo dia ingin keluar dari rumah mereka dan ingin punya identitas baru untuk sementara waktu agar bisa merasakan dunia luar seperti apa, Rey juga mensugesti dirinya agar menjadi orang yang benar-benar berbeda dari dirinya yang asli termasuk sifatnya. "Ada lagi yang ingin kamu kasih tau ke teman-teman kamu, Reynal?" Rey menggeleng, "Ngga ada bu." "Anak-anak, ada yang mau kalian tanyakan ke teman baru kalian?" kini guru mereka beralih ke para siswa-siswi yang berada di kelas itu. Tidak ada satupun yang menjawab, semuanya diam dan suasana terasa hening. Guru mereka menghela nafasnya, untuk mengajar kelas ini apalagi menjadi wali kelas mereka memang memerlukan kesabaran ekstra. "Yaudah, kalo emang ngga ada lagi yang ingin kamu bicarakan dan kalian ngga ada yang ingin ditanyakan. Rey, kamu silahkan duduk di bangku kosong samping Nadia," titah wali kelas mereka. "Nadia siapa bu?" tanya Rey. "Yang itu," tunjuk guru mereka ke arah Nadia yang masih tetap fokus menatap lapangan dari jendela. "Oh, oke bu," Rey mengangguk. "Kalo ada yang pengen kamu tanyakan seputar sekolahan, kamu bisa tanya-tanya ke teman-teman kamu, kamu bisa sekalian mengakrabkan diri lewat hal itu sama mereka," terang beliau. "Iya bu," sahut Rey, dia tidak punya pilihan lain selain mengiyakan. Beliau tersenyum, "yaudah, kalo gitu ibu permisi yah. Ibu masih ada jam pelajaran di kelas lain soalnya." "Iya bu," Rey lagi-lagi memberikan jawaban yang sama agar mendapatkan image seorang anak penurut untuk menyesuaikan penampilannya. "Oke, good luck ya sama teman-teman baru kamu," beliau tersenyum hangat dan menepuk pundak Rey dengan pelan kemudian pergi dari sana. Semua orang terdiam setelah guru mereka mengatakan kalau Rey akan duduk sebangku bersama Nadia. Dan seketika, mereka semua langsung menatap Rey dengan ekspresi kasihan nya masing-masing. "Kasian banget si anak cupu itu, dosa apa yang dulu pernah dia perbuat sampe-sampe harus satu kursi sama si anak haram?" komentar salah seorang siswa dengan nada yang pelan ke telinga orang yang sedang duduk di sampingnya. "Iya, dia kasian banget. Gue jadi penasaran, gimana nasib dia nanti? cewek itu kan anti sosial. Aurel aja yang baiknya kebangetan dia usir dan bikin nangis tadi, apalagi cowok yang modelan kayak dia?" sahut temannya gantian berbisik ke orang tadi. "Mereka semua kenapa? kok pada natap gue dengan ekspresi iba kayak gitu?" bingung Rey yang terus saja berjalan mendekat ke arah kursi Nadia. "Ah terserah lah, jangan perduliin mereka Rey. Mereka ngga penting! Anggap aja mereka batu!" batin Rey seraya terus melangkahkan kakinya. Setelah sampai di samping meja Nadia, dengan santainya dia duduk di kursi samping gadis itu, "Hai, aku Rey salam kenal," sapa Rey dengan hangat kepada Nadia yang masih tetap fokus menatap ke arah lapangan. "Hmm," jawab Nadia seadanya, dia bahkan tidak mau repot-repot menatap ke arah Rey karna baginya Rey tidak penting untuk hidupnya. "Gue ngga nyangka kalo gue bakalan satu kursi sama cewek, biarpun dia keliatan urakan tapi wajahnya keliatan cantik banget," batin Rey sambil terus memperhatikan Nadia dari atas sampai bawah. Tapi, tatapannya langsung terhenti dan keningnya langsung mengernyit saat melihat Nadia memakai celana bukannya rok. "WAIT! KOK DIA PAKE CELANA?! DIA CEWEK KAN?! MUKANYA AJA CANTIK GITU! NGGA MUNGKIN DIA LAKI! TAPI KENAPA DIA PAKE CELANA?!" Kaget Rey dalam hati dengan mata yang terbelalak kaget. "Oh, atau jangan-jangan dia itu cowok cantik? kan suka ada tuh cowok yang mukanya cantik, tapi kok rambutnya panjang banget? badannya juga ngga keliatan kayak cowok, dadanya ngga datar, dia punya tonjolan. Tapi kenapa? kenapa dia pake celana?!" seketika timbul banyak pertanyaan di dalam otak Rey saat melihat Nadia yang memakai celana. Nadia memalingkan wajahnya dan menatap ke arah Rey dengan tajam, "Bisa ngga buat ngga usah ngeliatin gue?! risih tau ngga!" deliknya yang ternyata sadar kalau dirinya sedang ditatap oleh Rey. Rey langsung menunjukkan wajah menyesalnya sambil menggaruk tengkuknya yang terasa tidak gatal agar terlihat kikuk, "maap, aku cuman bingung aja karna kamu pake celana bukan rok, aku juga ngerasa bingung kamu laki-laki atau perempuan," jujur Rey, bagaimana pun juga dia tetap tidak bisa menahan kejujurannya saat berkomentar meskipun nada bicara dan gaya bahasanya telah dia ubah sedemikian rupa. Tidak lupa dia menunjukkan senyuman lembutnya untuk memanipulasi semua orang agar menganggap dirinya polos dan lugu. Nadia menghela nafasnya, "Gue tau ini egois tapi gue punya peraturan yang gue mohon lo patuhi selama kita jadi teman sebangku. Pertama, jangan pernah ngobrol sama gue! Kedua, jangan anggep gue ada. Ciptain benteng yang tak kasat mata di antara kita karna gue juga bakalan lakuin hal yang sama. Dan soal gue yang pake celana, itu sama sekali bukan urusan lo jadi lo ngga perlu urusin itu! Dan perihal gue laki-laki atau perempuan, gue rasa lo ngga sebodoh itu untuk ngga bisa ngebedain nya," cercanya sambil menatap Rey dengan dingin. "Wah, gue ngerasa tulang-tulang gue berangin saat ngeliat wajah dingin dan datarnya itu," batin Rey. "Maaf, lain kali aku ngga bakalan lakuin itu lagi," dia lagi-lagi tersenyum dan meminta maaf. "Hmm," Nadia kembali menatap ke arah lapangan setelah nya. Rey terdiam, baru kali ini dia dicuekin oleh orang lain dalam hidupnya. Belum pernah dia mengalami pengalaman ini sebelumnya. "Tahan Rey, tahan... ini adalah salah satu tantangan baru buat lo. Lo harus sabar dalam ngehadepin dia. Karna dengan begitu, lo bisa nemuin dunia lo yang baru dan pengalaman hidup lo bakalan berbeda dari yang sebelum-sebelumnya," Rey mencoba menyemangati dirinya sendiri dalam hati untuk menegarkan perasaannya yang merasa tersakiti karna dicuekin oleh Nadia. Mereka berdua terdiam, dan seperdetik kemudian keningnya langsung mengernyit seolah ada sesuatu yang mengganggu fikirannya saat ini. "Tunggu-tunggu, kayaknya gue pernah denger suara dia deh, tapi di mana?" Rey terlihat sedang berfikir keras. Matanya terpejam mencoba mengingat tentang di mana dia mendengar suara Nadia. Hingga tiba-tiba saja, "AH!!!" teriaknya spontan dengan mata yang terbelalak hingga membuat seluruh pandangan siswa yang ada di kelas ini jadi tertuju kepadanya. Bahkan, Nadia juga menatap aneh kepada dirinya. Lagi-lagi Rey langsung menunjukkan ekspresi lugu dan kikuknya kepada mereka semua sambil meminta maaf. Nadia hanya diam saja dan kembali menatap ke arah luar jendela. "Jadi dia orang yang kemarin?" batin Rey, dia sudah mengingat di mana dia mendengar suara Nadia sekarang, dan lagi-lagi tatapannya kembali tertuju kepada gadis itu. "Gue ngga nyangka kalo dia beneran cewek, dan bodohnya gue, kenapa gue sampe ngira dia cowok?!" batin Rey. "Eh tapi itu wajar sih, karna kan itu juga salah dia sendiri, siapa suruh pake seragam anak cowok!  dan gue yakin siapapun juga bakalan punya pemikiran yang sama kayak gue kalo ngeliat kehebatan dia kemarin pas brantem," batin Rey lagi mencoba meyakinkan dirinya kalau itu bukan salahnya. "Otak lo pikunan yah? gue bilang jangan ngeliatin gue!" omel Nadia yang lagi-lagi menyadari aktivitas Rey itu. "Gila ini cewek, dia bisa tau kalo gue lagi ngeliatin dia padahal dia ngga lagi ngeliat ke arah gue," kagum Rey dalam hati. "Maaf, aku cuman pengen lebih akrab sama kamu," jawab Rey, nada bicara serta ekspresinya benar-benar terlihat lugu dan hangat. Padahal tadi, Nadia sudah memberi peringatan agar mereka tetap menjadi orang asing selamanya. Tapi Rey sama sekali tidak menghiraukannya. "Kita turut berduka cita sama lo anak baru," batin para siswa yang lagi-lagi menatap iba kepada dirinya. Tidak ada yang berakhir baik jika berurusan dengan Nadia, dan tidak ada yang akan baik-baik saja jika seseorang melanggar peringatan yang Nadia beri. Gadis itu menyeramkan, setidaknya itulah pandangan semua orang kepadanya. Dan saat ini si anak baru yang cupu sedang melakukan hal itu. Tentu mereka semua jadi merasa iba kepada Rey. Nadia menghela nafasnya. "Kenapa mengasingkan diri dari orang-orang sesulit ini? dan kenapa ada aja manusia yang mau ngajakin gue ngobrol disini?!" batin Nadia. Dia ingin memberi Rey pelajaran agar laki-laki itu jadi takut untuk berbicara kepada dirinya. Tapi, semuanya gagal saat guru BK yang kemarin berdebat dengannya datang ke dalam kelas mereka dan menyuruh nya untuk ikut bersama beliau ke ruangan yang sama seperti kemarin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN