Gyzell menatap sedih ke arah putranya yang sedang terlelap. Wajah polosnya lagi-lagi membuat Gyzell semakin membuat hatinya sakit. Perlahan Gyzell melangkah mendekati Alger yang masih nyaman di dalam dunia mimpinya. Gyzell mendaratkan tubuhnya di samping bocah itu. “Mama sangat mencintai dan menyayangi Al, Mama berharap Al tidak akan pernah meninggalkan Mama.” Gyzell berucap dengan suara yang sangat lirih. Diam-diam di dalam hatinya menahan perih yang teramat sangat. Bagaikan besi baja yang panas menancap bebas di dalam hatinya. Tidak terasa genangan air itu telah menetes membasahi pipinya. Hidung yang kemerahan semakin membuat Gyzell seperti wanita tidak berdaya. “Bagaimana jika dia mengambil putraku, Tuhan? Sudah cukup masa mudaku dia renggut begitu saja, kali ini aku mohon jangan