Ingin Berdua

1081 Kata
Teguh pulang lebih cepat dari biasanya karena sudah berjanji akan mengajak si kecil jalan-jalan. Untuk memenuhi janjinya, usai rapat, ia langsung pamit pulang pada orang-orang di kantor. Jika ada keperluan mendadak, ia meminta untuk dihubungi besok paginya. Karena waktu bersama dengan Yumna jauh lebih berharga dibandingkan apa pun. Keluar dari kantor dengan melipat lengan kemejanya agar memudahkan ia untuk menyetir. Teguh melewati lobi kantor dan beberapa orang mengucapkan selamat siang untuknya. Segera dia pergi ke tempat Yumna dititipkan untuk menjemput si kecil. Waktu yang akan dia habiskan nanti bersama dengan Yumna yaitu bermain dan makan bareng. Sudah lama sekali ia merasa kalau tidak bisa membagi waktu bekerja dengan menemani sang anak bermain. Keadaan jalan yang cukup macet setiap siang seperti ini. Rapat yang tadi digelar hanya beberapa menit saja karena sudah menemukan titik point dari rapat yang mereka adakan. Jadi tidak terlalu lama menghabiskan waktu. Kalau dulu mungkin dia harus tetap berada di kantor. Tapi sekarang, ia harus berada di dekat anaknya. Sampai di daycare, Teguh turun dari mobil. Melihat anaknya sedang bermain di ayunan berdua dengan pengasuh pribadinya. Ia menghampiri si kecil yang disuapi makan siang. Baru saja dia berada di beberapa langkah, anaknya turun dari ayunan lalu menyambutnya. “Papa.” Teguh menangkap Yumna yang berlarian ke arahnya. “Lagi makan gitu kenapa lari? Kenapa nggak makan di dalam sama teman-teman yang lain?” Nampak suasana sangat sepi karena biasanya jam segini anak-anak makan siang. Ada juga yang sibuk bermain. “Ya belisik di dalam. Banyak yang nggak mau makan.” “Oh jadi anak Papa mau makan di luar sama Kakak pengasuhnya?” “Iya, kakak Hessa mau diajak makan di lual.” Teguh menurunkan anaknya dan disuapi lagi oleh pengasuh barunya. “Yumna nggak nakal?” tanya Teguh pada sosok gadis yang sedang menyuapi anaknya makan. Gadis itu menggeleng dan menjawab. “Tidak, Pak.” Tidak ada percakapan lain lagi. Ini yang kadang membuat Teguh ingin segera mengganti pengasuh anaknya. Tidak adanya percakapan lebih dari wanita ini yang membuat dia mudah sekali bosan dengan percakapan yang singkat seperti itu. Sebenarnya dia lebih suka pada pengasuh yang cerewet. Menjelaskan apa saja yang dilakukan oleh Yumna selama berada di sini. Bukan malah diam tanpa ada yang ingin dibicarakan. “Yumna, abis makan kita pulang, ya.” Anaknya mengangguk sambil mengunyah. Dia malah bermain ponselnya. Tapi begitu dia memegang ponselnya. Yumna mengambilnya. “Papa jangan sibuk telus main HP. Una mau ditemani, Papa.” Sang duda yang tadinya merasa tidak enak terhadap anaknya kemudian dia meminta kembali ponselnya lalu dimasukkan ke dalam saku. “Papa ngalah deh. Daripada anak Papa ngeluh kalau Papa sibuk lagi.” Gadis itu masih menyuapi Yumna makan tanpa mengatakan apa pun. “Una, kalau nanti Una selesai makan. Sikat gigi sama Kakak, ya. Terus cuci muka juga biar nggak kotor.” “Iya kak. Nanti Una mandinya di lumah aja.” Yumna cukup menurut pada pengasuh barunya. Sungkan bagi Teguh meminta ganti, sedangkan anaknya terlihat nyaman. Dan mereka malah nyambung. Sedangkan Teguh merasa bahwa dirinya di sini seperti nyamuk yang mendengar keduanya terus berbincang tentang rencana main besok. Apa-apaan ini? Batin Teguh bergejolak ketika anaknya malah sibuk dengan gadis yang dipanggil Hessa ini. Itu alasan Teguh ingin mengganti gadis ini karena terlalu kaku. Takut kalau malah nanti anaknya tidak bisa melakukan banyak hal selama dia titipkan. “Hessa, apa kamu terlalu banyak diam seperti ini?” Gadis itu menatapnya. “Memangnya ada yang perlu saya bicarakan, Pak? Kalau ada, pasti saya langsung ngomong.” “Maksud saya, apa kamu bisa mendidik anak saya di sini? Saya lihat kamu banyak diam. Saya tidak yakin kamu bisa didik anak saya betul-betul.” “Tugas saya hanya menjaga, Pak. Dan mendidik sedikit, kalau urusan didik mendidik itu adalah urusan Bapak selaku orangtuanya. Ya nggak bisa sepenuhnya saya disalahkan dan dituntut untuk mendidik anak Anda di sini. Saya cuman dibayar untuk awasi, ajakin main dan menegur jika itu salah. Mengatakan apa yang sebaiknya dilakukan oleh anak kecil. Dan jika ada yang salah dari Yumna, Bapak bisa tanyakan pada diri Bapak sendiri yang sibuk kerja.” Telak. Padahal maksud Teguh tadi karena Hessa terlalu banyak diam sehingga dia meragukan kalau gadis ini tidak akan bisa mendidik Yumna dengan baik. Tapi malah ucapannya dikembalikan oleh Hessa menjadi bumerang bagi Teguh. Lain kali mungkin dia perlu bicara berpikir terlebih dahulu sebelum dia melontarkan sehingga tidak mempermalukan diri sendiri seperti ini. “Terserah.” “Papa kenapa malahin Kak Hessa?” Teguh menarik napas panjang melirik anaknya yang protes saat dia ingin menegur Hessa agar tidak terlalu banyak diam. “Papa nggak marahin, Sayang. Biar Kak Hessa nggak diam terus. Jadi Papa ajakin ngomong.” “Papa kan malahin, bukan ajak ngomong. Papa nggak boleh dulhaka sama gulu, Una. Nanti Una bisa jadi nakal kalau Papa malahin. Kakak Eva bilang kalau Una halus nulut sama Kak Hessa. Soalnya sekalang gulunya Una itu Kak Hessa. Jadi Papa juga nggak boleh malahin, nanti kalau Una nakal. Nggak ada yang mau jagain. Papa juga nanti malah ke Kak Hessa kalau Una nakal.” Anaknya bisa bicara seperti ini pasti karena didikan Eva yang memang cukup matang untuk anaknya. Pengertian Eva mengenai Teguh yang sibuk bekerja pada Yumna juga cukup baik. Sehingga anaknya tidak pernah menuntut waktu untuknya. Makanan habis, Hessa memberikan air minum untuk Yumna. “Eh minumnya duduk dong! Nggak boleh berdiri, Una.” Yumna terkekeh. “Oh ya, Una lupa Kak.” Yumna segera duduk di dekat Teguh kemudian meminum air yang disuguhkan oleh Hessa barusan. “Cuci mukanya terus sikat gigi, ya. Kan mau pulang sekarang.” “Iya, Kak.” Teguh menunggu di taman. Menunggu Yumna kembali lagi dari dalam. Cukup lama dia menunggu sampai Yumna keluar dengan penampilan yang lebih rapi dari barusan ketika sedang makan. “Kakak, Una pulang dulu, ya.” Anaknya bersalaman pada Hessa. Teguh berdiri ketika anaknya sudah mengatakan jika ia ingin pulang. “Saya balik dulu. Terima kasih sudah menjaga, Yumna.” “Sama-sama, Pak.” Di mobil ia memasangkan sabuk pengaman untuk si kecil. “Papa kenapa cepat banget pulangnya?” “Papa udah selesai kerja, Una. Papa kan udah janji mau ngajakin Una ke mall.” “Coba Papa ajakin Kak Hessa juga. Kakak Hessa baik sama Una. Nanti bial makan baleng sama kita.” “Papa maunya berdua.” “Kakak Hessa baik.” “Una, Papa mau berdua aja sama Una.” Anaknya tidak menjawab apa pun usai Teguh menegaskan bahwa dia ingin berdua tanpa ada orang lain lagi di dalam hidupnya.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN