MY CUTEST CEO'S EPS-1

1412 Kata
Pagi hari Tamara bersiap menuju tempat kerjanya, hari yang indah dan mungkin saja akan melelahkan baginya. Sudah dua tahun lamanya dia bekerja menjadi staf bagian umum di pergudangan. Setelah berkali-kali memasukkan lamaran pekerjaan di beberapa tempat akhirnya dia diterima juga. Di depan gudang sudah terpajang spanduk yang membentang dan menutupi nama gudang itu sendiri. Sepanjang jalan baligho dan umbul-umbul menyambut kedatangan CEO yang akan berkunjung hari ini. Dia tidak mempunya posisi yang khusus untuk menyambut CEO tersebut sehingga dia hanya akan bekerja seperti biasanya. Sudah ada level manajerial ke atas yang akan berdiri sepanjang pintu masuk yang akan menyambut CEO tersebut, penuh formalitas dan Tamara tidak terbiasa. Contohnya, CEO belum datang saja tapi barikade bodyguard sudah ada, dengan jas hitam, kacamata hitam dan alat komunikasi di telinganya. Layaknya agen rahasia di film-film. Setelah melewati semuan kehebohan ini, Tamara kemudian menuju meja kerjanya, dengan peralatan komputer lengkap dengan banyak map dan kuitansi laporan barang masuk dan keluar. Apalagi kepala bagian umum yang terkenal galak dan suka memerintah. Kalau kalian membayangkan Tamara adalah gadis yang cantik, putih dan berbadan tinggi kalian salah. Tamara Anjani, gadis 25 tahun, hanya gadis manis dengan rambut sebahu, kulit tidak terlalu putih lebih tepatnya sawo matang, kulit khas perempuan Indonesia, tingginya hanya sekitar 155 cm, standar tinggi rata-rata atau bisa juga disebut mungil. Setelah selesai menamatkan kuliahnya di jurusan manajemen universitas negeri. Dia akhirnya diterima bekerja di kantor pergudangan di daerah Bandung. Terdengar bunyi sirine dan beberapa iringan mobil yang memasuki kawasan pergudangan. Seorang CEO tampan turun dari mobil, tinggi sekitar 178 cm, berkulit putih, dan rambut klinis, wajahnya dipenuhi jambangnya tapi tertata rapi. Penampilan khasnya dan memakai kacamata hitam membuatnya tampak dingin dan berwibawa. “Selamat datang pak,” sambut Direktur pergudangan. “Iya terima kasih.” “Baik pak, saya akan mendampingi bapak berkeliling,” ucap direktur paruh baya hormat dan menunduk tidak berani menatap CEO tersebut. CEO itu hanya mengangguk dan memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. CEO didampingi sekretarisnya pribadinya dengan map hitam di tangannya, mendampingi kemanapun CEO pergi tentu saja dengan kawalan bodyguard dan di belakangnya semua level manajerial bagaikan rombongan bebek yang mengikuti kemanapun penjaganya mengarahkan. Mereka keliling melihat semua bagian mulai dari bagian bahan baku, produksi, pengemasan hingga ke bagian distribusi. “Tamara!!!” teriak kepala bagian “Iya pak!” Tamara terlonjak kaget dan segera bangkit menemui atasannnya “Tolong kamu ke bagian produksi cek supply barang hari ini. Bawa juga berkas ini ke mereka, saya sudah mengecek semuanya!” perintah manajer yang arogan itu. Berkas yang dibawa Tamara terlalu tinggi bahkan menutupi wajahnya dan membuatnya agak sulit untuk melihat jalanan di depannya. Belum lagi jarak dari kantornya ke bagian produksi lumayan jauh. Dia kadang bingung, mengapa manajernya memperlakukannya sewenang-wenang. Berbeda temannya yang lain. Yah dia mengakui mungkin karena wajahnya yang biasa saja membuatnya tidak dispesialkan. Manajer sangat baik kepada rekannya yang lain, yang hanya sibuk memoles lipstiknya dan berbaju seksi. Apa gunanya berbaju seksi di kantor pergudangan. Orang hanya melihat tumpukan kardus barang-barang yan dikemas. Berbeda jika dia ditempatkan di kantor pusat mungkin harus berpakaian menarik. Tamara berjalan terhuyung-huyung dengan berkas dan beratnya berkas tersebut membuatnya sering oleng dan hampir saja menjatuhkan tumpukan berkas itu. Bug Berkas yang dibawa Tamara jatuh berserakan, dirinya bertubrukan dengan punggung seseorang. “Aduh!” pekik Tamara dan anehnya semua malah berhamburan ke seseorang dihadapannya dan bertanya keadaannya bukannya ke Tamara. “Bapak tidak apa-apa?” semuanya panik beberapa bodyguard bahkan tiba-tiba mendekat. “Tuan Muda Bieito, anda baik-baik saja Tuan?” tanya sekretaris CEO itu khawatir. “Iya, gak masalah.” “Hey, kamu!! Kamu gak lihat apa. Bisa-bisanya kamu gak lihat jalan!” tunjuk direktur pergudangan murka ke arah Tamara. “Mmm...maaf pak saya gak sengaja.” Tamara memunguti satu persatu berkas yang terjatuh, tapi CEO tersebut hanya memperhatikannya saja dan ada sebuah berkas tepat jatuh di bawah kakinya. Butuh keyakinan besar Tamara untuk mengambilnya. Ternyata saat dirinya akan mengambilnya, pria itu ikut menunduk dan mengambil berkas itu. “Ttt…terima kasih pak,” ucap Tamara takut dan memandang dengan berani pria di hadapannya. Ternyata CEO yang ikut duduk berjongkok di depannya, wajah yang sama terpampang di spanduk depan kantornya. Tamara sudah yakin dia dalam masalah besar, menyesal sekali dia harus mengangkat wajahnya. Bukan tidak mungkin besok dia akan mendapat surat pemecatan. “Kamu itu dasar karyawan rendahan, kamu gak tahu kamu nabrak CEO, yang lain kenapa bisa sih kalian gak halangin dia saat masuk ke dalam rombongan!” semprot direktur dan yang lainnya hanya menunduk sedangkan CEO dan sekretarisnya hanya menatap acuh. “Kita ke ruangan kamu sekarang, saya lelah,” ucap CEO itu ke direktur dan meninggalkan Tamara yang masih merutuki dirinya sendiri akibat kecerobohannya. “Sss…silahkan pak,” Direktur itu kembali mempersilahkan untuk memberi jalan. Tamara memastikan semua rombongan menghilang dari hadapannya barulah dia berjalan menuju bagian produksi dan menyerahkan berkas yang dibawanya. Sesampainya di ruangan direktur, CEO itu duduk dan sekretarisnya hanya berdiri di belakangnya. Dia mungkin memiliki betis beton, hingga mampu berdiri lama selama pertemuan dan mengawasi jalannya pertemuan. Hanya mereka bertiga yang masuk ke dalam ruangan sedangkan pejabat lainnya kembali ke kantornya masing-masing. Dua bodyguard tetap berdiri depan ruangan dan sepanjang lorong diisi bodyguard lainnya. “Maafkan saya pak atas kejadian tadi. Saya akan memecat karyawan tidak sopan itu,” ucap Direktur dan menyatukan kedua tangannya meminta maaf. “Kenapa?” tanya CEO itu dan menopang dagunya dengan ibu jari dan jari telunjuknya bersandar di lengan sofa. “Yah karena dia menabrak bapak” “Kenapa harus dipecat?” “Gak masalah pak, memecat satu karyawan biasa tidak akan mempengaruhi perusahaan,” ucapnya sombong, dan senyum sinis CEO itu terbit. “Kamu jangan memandang remeh setiap pekerjaan, jika OB tidak ada, siapa yang akan membuatkan kamu minum, jika tukang sampah tidak ada bagaimana kantor bisa bersih. Semua punya sumbangsih buat kantor, serendah apapun itu jabatan mereka.” “Apa perlu kamu saya jadikan tukang sampah biar tahu seberapa penting pekerjaan kamu,” ancam CEO itu mengubah posisi duduknya dan bersandar di sofa melipat tangannya di d**a. “Ehm jjj…jangan pak. Saya minta maaf pak, saya salah.” “Ya sudah, besok kamu pecat dia di kantor ini,” ucap CEO itu dan direktur menatap heran, bukankah tadi dia melarang untuk memecatnya tapi sekarang malah Ceo-nya sendiri yang memecatnya. “Iya pecat dia, besok dia akan dipindahkan ke kantor pusat dan menjadi asisten pribadi saya,” lanjut CEO itu tersenyum tapi penuh misteri. “Pak Rico boleh kan?” tanya CEO itu menoleh ke belakang ke arah sekretarisnya, dan dia hanya mengangguk hormat menuruti perkataan bossnya. “Dia harus ke kantor saya besok jam 9 tepat. Jadi pastikan hari ini dia sudah dipecat supaya dia punya waktu untuk bersiap ke Jakarta,” perintah CEO itu lagi, sekretarisnya seperti perlu mencatat perkataan bossnya ini, sehingga dia harus membuka mapnya dan menuliskan di lembarannya. “Baik pak, saya akan mengurus semuanya. Saya tidak akan mengecewakan bapak kali ini.” “Baiklah, mungkin segini saja kunjungan saya,” CEO itu beranjak dari tempat duduknya. “Bapak tidak minum pak, atau perlu saya buatkan minuman lain.” “Saya tidak haus.” “Kamu bekerja dengan baik yah, hargai semua karyawanmu. Karena motto saya, apa Pak Rico?” ucap CEO itu agak meremas bahu direktur sombong itu hinga dia menahan dirinya untuk tidak meringis. “…Jabatan hanya sementara, akhirat selamanya,” lanjut Sekretaris menyambung perkataan atasannya. “Bbb…baik pak. Akan saya ingat perkataan bapak” ucap direktur itu takut-takut. Selama sejam lebih dia menahan jantungnya agar tidak berhenti berdetak. Dirinya terlalu tegang. “Saya antar pak,” ucap Direktur itu tapi tidak ada balasan dan tidak ada penolakan. Kembali semua bodyguard mengawal CEO itu dan sekretarisnya menuju mobilnya. Semua kembali tenang dan menjalani kesibukannya yang lain. “Gimana tadi Pak Rico, keren gak?” tanya CEO itu bersemangat. “Iya Tuan Muda anda sangat berwibawa,” puji sang sekretaris tulus. *** Tamara sudah kembali ke ruangannya setelah sejam lebih tertahan di bagian produksi karena harus menata ulang berkas yang tadi dihamburkannya dan mengurutkannya kembali. “Tamara!!! Kamu masuk ke ruangan saya sekarang” kepala bagian itu membuka pintu dan hanya mengeluarkan kepalanya sedikit. “Baik pak,” Tamara setengah berlari menuju ruangan, sedangkan karyawan lain hanya menatap sinis dan tersenyum meremehkan. “Mulai besok kamu gak bekerja disini, kamu dipecat!” ucap kepala bagian itu. Tamara tidak mengira, secepat itu dia akan dipecat, hanya tiga jam bahkan tidak menunggu sehari atau setidaknya hinggga dia mendapat gajinya bulan ini. Dia hanya mampu tertunduk lesu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN