Jika dipikir-pikir oleh Randy. Apa yang baru saja Tania jelaskan kepadanya memang benar adanya. Sebab memang orangtua mereka yang tak akan membiarkan atau pun melepaskan mereka begitu saja sebelum mereka benar-benar mengetahui hidup keduanya telah harmonis juga bahagia. Sehingga kini keduanya semakin berpikir yang tidak-tidak.
"Terus menurut lo sekarang kita harus gimana?" tanya Randy yang mulai frustrasi.
"Ya mau gak mau kita akting bahagia lagi selama tiga hari kedepan. Karena kan mau kita tolak sekeras apa pun itu semuanya akan tetap berjalan. Juga gak akan pernah bisa kita hindari. Ya kan," jawab Tania santai.
"Awas lo ya kalau nanti disana ngajakin gue ribut! Karena gue gak mau mereka semua nanti tau kalau kita emang ribut tiap hari," ancam Randy.
"Ahahaha, gak kebalik Ran? Sejak awal kayaknya lo deh yang selalu mancing-mancing keributan diantara kita. Karena sifat sombong dan keras kepalanya lo itu!" bentak Tania.
"Heh, yang sombong dan keras kepala itu lo apa gue?" bantah Randy seraya memutar bola matanya jengah.
"Bodo amat ah gue pusing! Gue juga gak tau gimana caranya agar kita gak menderita selama tiga hari itu," jawab Randy seraya beranjak dari duduknya dan memasuki kamarnya.
Sedangkan kini bergantian dengan Tania yang mulai menghempaskan tubuhnya diatas sofa. Kembali menerawang jauh hal seperti apa saja yang akan mereka lakukan disana nanti dengan setiap pengawasan mata-mata keluarga Randy. Juga kembali teringat disaat Tania berada didalam satu kamar dengan Randy semalaman saja sudah membuatnya tak mampu bernapas lega. Bagaimana jika selama tiga hari tiga malam nanti mereka akan selalu dekat bahkan berada disatu ranjang yang sama.
"Pokoknya gue harus siapin banyak baju tidur yang tertutup. Gue gak mau kalau sampai kejadian menyeramkan kemarin terulang lagi. Dan gue juga harus pastikan jika Randy gak akan bisa macem-macemin gue selama kita berada dalam satu kamar!" monolog Tania dengan yakinnya. Dan kini ia mulai beranjak dari duduknya seraya mulai memasuki kamarnya.
***
Randy yang baru saja terbangun cukup terkejut mendapati seorang Tania yang tengah membuat sarapan pagi untuk mereka. Sebab ia mulai lupa jika dirinya telah menikah. Dengan tatapan yang masih buram, Randy mulai mendekati Tania seraya meneriakinya.
"Heh! Siapa lo? Ngapain lo ada disini?" pekik Randy cukup lantang sehingga membuat Tania menjatuhkan spatulanya.
"My God Randyyyyy!!! Lo udah gila ya? Emang lo kira gue siapa? Maling Hah? Hampir aja ni minyak panas tumpah semua ke gue! Hobi banget sih lo bikin gue jantungan!" maki Tania panjang lebar.
Randy mulai mengerjap-ngerjapkan matanya seraya mengusapnya dengan kedua tangannya.
"Tania? Sorry Tan gue kira siapa. Karena gue lupa kalau gue udah beristri," jawab Randy apa adanya. Yang membuat Tania mulai menahan tawanya.
"Sama istri aja lupa. Apalagi sama anak lo nanti," celetuk Tania.
"Apa? Apa? Anak? Emangnya lo mau punya anak sama gue?" tanya Randy seraya mendekat kearah Tania. Membuat jantung Tania kembali berdegup kencang juga berusaha menjauh dari Randy yang semakin mendekat kearahnya.
"Eh eh eh stoooop!! Ya lo pasti bakalan punya anak. Tapi yaa, gak sama gue juga laah," jawab Tania seraya mengangkat telur setengah matang yang baru saja matang. "Udah sana solat dulu. Gak solat gak gue kasih sarapan lo," lanjutnya lagi seraya semakin menjauh dari Randy. Dan hal itu semakin membuat Randy begitu gemas kepadanya.
Kini mereka sudah berada disatu meja makan dan saling berhadapan. Pagi ini Tania membuatkan sandwhich juga s**u hangat untuk sarapan mereka. Namun Tania tak bernafsu melahapnya dan terlihat seakan tengah memikirkan sesuatu.
"Woi Tan kenapa bengong terus sih?" tanya Randy seraya menggerak-gerakan tangannya didepan wajah Tania. Yang sontak membuat Tania tersadar dari lamunan.
"I think I got good idea Ran," ucap Tania tiba-tiba dengan kedua mata yang berbinar.
"Idea? What is that?" tanya Randy seraya kembali melahap sandwhich miliknya.
"Gimana kalau kita anggap besok itu kita sedang berlibur. Kita nikmatin semuanya buat happy-happy bareng layaknya sahabat. Yaa walaupun sebenernya gue juga males punya sahabat kayak lo. Karena kalau kita jadiin beban, semua itu bakalan makin bikin kita sulit. Ya kan?" saran Tania dengan bersemangat.
"Bagus juga ide lo. Tapi kayaknya kok lebay ya kalau kita jalan bareng layaknya sahabat. Gue lebih suka kalau kita nyenengin diri kita masing-masing," jawab Randy dengan gayanya yang sungguh menyebalkan itu.
"Hadeeeuuuh najis banget sih loo! Terus kalau nanti kita saling bahagiain diri kita sendiri gimana cara buktiin ke orang suruhan ortu lo kalau kita udah saling dekat?" tanya Tania dengan kesalnya.
"Oh itu gampang Tan. Gampang banget, jadi nanti maksud gue, lo harus turutin gue ketempat yang gue mau begitu pun sebaliknya. Impas kan?" jelas Randy.
"Okkay deal," ucap Tania seraya menjulurkan tangannya kepada Randy.
"Sipp deal," jawab Randy seraya menyalami dengan yakin jemari Tania.
***
Karena besok siang mereka akan segera terbang ke London. Maka saat ini mereka sudah menyiapkan semua barang bawaan yang besok akan mereka bawa. Tania membawa satu koper kecil begitu pun dengan Randy. Kini mereka baru saja selesai berkemas. Waktu menunjukan pukul sembilan malam. Baru saja Randy hendak merebahkan tubuhnya diranjangnya suara ketukan pintu terdengar dari daun pintu kamarnya.
Tok..tok..tok..tok..
"Raaan.. Randyyyy..."
Tok..tok..tok..tok..
Dengan paniknya Tania terus saja mengetuk pintu kamar Randy.
"Randyyyyyy.. Raaaaaaan..." pekik Tania lagi.
"Iya iya bentaaaarrr.." jawab Randy seraya mulai membuka pintu kamarnya.
Tanpa aba-aba Tania memeluk erat tubuh Randy. Membuat Randy tak mengerti dan tak tahu harus berbuat apa.
Tania semakin mengeratkan pelukannya seraya terisak dalam pelukan Randy yang membalas pelukannya dengan hangatnya.
"Tania lo kenapa? Ada apa Tan?" tanya Randy dengan cemasnya.
"Ran gue takut Ran. Sumpah gue takut banget please ijinin gue masuk Ran please ijinin gue masuk sekarang.. hiks..hiks.." isak Tania tanpa sedikit pun melepaskan pelukannya hingga membuat Randy berjalan mundur membawanya masuk kedalam kamarnya dan segera menutup pintu kamarnya.
"Tan ada apa sih? Jangan lo bikin gue panik please. Sekarang kita udah didalam dan lo bisa jelasin semuanya sama gue Tan," tanya Randy lagi seraya membelai lembut kepala Tania.
Dengan perlahan Tania melepaskan pelukannya seraya menatap Randy dengan tatapan yang nanar. "Gue takut petir Ran. Gue bener-bener phobia sama petir. Hujannya deras banget dan petirnya juga gak berhenti dari tadi. Gue udah berusaha lawan phobia gue malam ini biar kita gak ngelanggar kesepakatan kita. Hiks..hiks.. ucap Tania terhenti karena isak tangisnya.